,

Bahagianya Ratu yang Kini Memiliki Bayi Badak Betina

Kabar bahagia datang dari Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Kamis, 12 Mei 2016, pukul 05.40 WIB, Ratu melahirkan anak ke dua yang berkelamin betina. Hadirnya bayi betina badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) ini menggenapi kebahagian empat tahun sebelumnya yaitu kelahiran Andatu pada 23 Juni 2012 yang berkelamin jantan.

Ratu (15 tahun), sang induk, merupakan badak betina hasil tangkapan di Way Kambas yang dikawinkan dengan Andalas (15 tahun), yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat (2001) dan dipulangkan ke Indonesia tahun 2007 lalu.

Ratu menunjukkan tanda akan melahirkan pukul 03.00 WIB. Selama dua jam, proses kelahiran tersebut berlangsung yang berjalan lancar. Tak lama setelah menjejakkan kaki di bumi, bayi betina yang belum diberi nama ini berjalan perlahan dan segera menyusu pada induknya. Kondisi Ratu sendiri, meski terlihat kelelahan hebat namun secara keseluruhan tampak sehat.

Seluruh proses kelahiran ini diawasi oleh perawat satwa dan dokter hewan SRS yaitu Zulfi Arsan dan Ni Made Ferawaty; tim dokter dari Kebun Binatang Taronga, Australia; Kebun Binatang White Oak, Amerika Serikat; dan perawat satwa senior Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat.

Prosesi kelahiran badak betina yang dimulai dari kaki belakang. Badak betina ini anak kedua Ratu. Foto: YABI
Prosesi kelahiran badak betina yang dimulai dari kaki belakang. Badak betina ini anak ke dua Ratu. Foto: YABI

Pada kehamilan ke dua ini Ratu, sebagaimana kehamilan pertama, mendapat tambahan hormon penguat kehamilan yang diberikan melalui makanan harian. Pemeriksaan kesehatan kehamilan juga dilakukan rutin menggunakan alat Ultrasound (USG) minimal empat kali dalam sebulan. Pemeriksaan intensif, bahkan dilakukan sejak pertengahan April 2016 yaitu tiga kali sehari.

Kelahiran bayi betina ini mundur lima hari dari jadwal yang diperkirakan semula yaitu antara tanggal 5-7 Mei 2016. Zulfi Arsan yang dihubungi Mongabay Indonesia sebelumnya menuturkan bila minggu pertama Mei merupakan prediksi kelahiran tersebut. “Diperkirakan, minggu pertama Mei. Lebih tajamnya antara 5-7 Mei.”

Menurut Zulfi, semua staf dan tim dokter beserta segala persiapan matang telah dilakukan untuk menyambut kelahiran tersebut. “Kita menunggu, deg-degan juga. Tapi sudah menunjukkan sedikit tanda-tanda kelahiran. Kita berharap, proses kelahirannya normal tanpa ada kendala,” tuturnya ketika dihubungi Mongabay lagi, Selasa (10 Mei 2016).

Empat kamera CCTV dipasang di kandang Ratu. Foto atas dan bawah: YABI

Sebagaimana dikutip dari situs Yayasan Badak Indonesia, kelahiran anak ke dua Ratu memang hanya menunggu waktu. Fisiknya yang kian membesar, terlihat pada bagian perutnya. Ambingnya juga bertambah besar.

Jelang kelahiran tersebut, Ratu banyak mengalami perubahan tingkah laku, terlebih saat kontraksi pada perutnya. Saat mengalami kontraksi di kandang, Ratu terus bergerak, ingin keluar dengan memanjat pagar pembatas. Sementara, saat di luar kandang, ia sering memanjati pohon.

Emosinya tampak tidak stabil dan sensitif terhadap lingkungan sekitar, terlebih bila melihat kehadiran orang baru yang tidak dikenalnya. Pada detik kelahiran tersebut, Ratu lebih makin gelisah dengan melakukan kegiatan singkat. Misal berjalan, tidur sebentar, sedikit makan, memainkan peralatan enrichment berupa bola “boomer” serta merobohkan pohon kecil di wilayah bomanya.

Perilaku lain yang juga terlihat adalah Ratu mengangkat kaki depannya ke atas pohon hingga badannya berdiri vertikal. Ratu juga sering mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. “Alhamdulillah, proses lahirannya lancar, meski kaki belakang terlebih dahulu. Keduanya dalam pengawasan intensif,” papar Zulfi kembali, Kamis sore (12/05/2016).

Pemeriksaan kehamilan Ratu menggunakan USG oleh dokter hewan SRS, Zulfi Arsan. Foto: YABI
Ratu dengan perutnya yang membesar sebelum melahirkan badak betina. Foto: YABI

Adopsi

Haerudin R. Sadjudin, ahli badak Indonesia yang juga Program Manajer Yayasan Badak Indonesia (YABI), menuturkan kelahiran badak betina ini membawa kabar baik bagi pelestarian badak sumatera yang populasinya saat ini diperkirakan sekitar 100 individu. “Kita masih menunggu Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Presiden Jokowi yang akan memberikan nama pada bayi ini,” tuturnya dihubungi terpisah.

Program kedepan, untuk melahirkan badak jantan atau betina agak sulit. Namun, kita berharap, kelahiran badak yang rentang normalnya empat tahun sekali ini berjalan lancar. Ini juga berlaku bagi badak sumatera yang berada di alam. “Usia produktif badak untuk melahirkan sekitar 35 tahun. Melihat usia Ratu saat ini, kita berharap akan lahir lagi badak dari rahimnya 3-4 individu. Selain itu, kita berharap mendapatkan badak jantan atau betina dari alam, sehingga pertambahan populasi tidak mengandalkan Ratu semata.”

Ratu yang terlihat resah jelang kelahirannya pada 4 Mei 2016. Foto: YABI
Aktivitas Ratu jelang lahiran anak ke dua. Foto: YABI

Haerudin menjelaskan, kelahiran badak betina ini yang mundur dari jadwal perkiraan, masih dalam batas normal. Karena, kehamilan badak sumatera hingga kelahiran antara 14-16 bulan. Kelahiran kali ini yang menginjak usia 14 bulan sebagaimana yang terjadi saat lahirnya Andatu. “Kelahiran ini berjalan lancar dan normal.”

Saat ini di SRS ada tujuh individu badak yaitu Ratu, Andalas, Rosa, Bina, Harapan, Andatu, dan adik andatu yang betina ini. Bertambahnya jumlah badak di SRS, otomatis harus dilakukan perluasan kandang. Untuk satu badak memerlukan 20 hektar lahan yang terbagi 10 hektar sebagai lahan rotasi pakan. Saat ini, Andatu yang usianya 4 tahun juga telah dibuatkan kandang sendiri. “Kami dari YABI, membuka sistem adopsi kepada pihak atau seseorang yang ingin mengangkat anak badak yang baru lahir ini sebagai upaya pelestarian badak sumatera. Kami juga membuka peluang bagi public figure untuk menjadi duta badak, satwa langka kebanggaan Indonesia,” ujar Haerudin.

Badak sumatera saat ini tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, hingga Kutai Barat, Kalimantan Timur. Sedangkan di Kerinci Seblat, diperkirakan sudah tidak ada lagi. “Untuk badak sumatera di SRS ini, bila jumlahnya memadai dan areal Way Kambas dijamin dalam pengawasan dan pemantauan 24 jam melalui aplikasi teknologi terkini, serta kerja sama semua pihak maka pelepasliaran bisa dilakukan. Yang penting ada garansi tidak akan ada ancaman baik dari perburuan maupun kerusakan habitat. Ini kuncinya,” papar Haerudin.

Ratu dan Andatu, anak pertamanya di Juni 2012. Foto: YABI
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,