, , ,

Warga Bahomakmur Protes Bintang Delapan Rusak Lahan Pertanian

Warga Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, protes penyerobotan lahan dan perusakan tanaman oleh perusahaan subkontaktor elektrik, PT Bintang Delapan Mineral (BDM) pada Selasa (10/5/16).

Syahrudin Ariestal Douw,  Direktur Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, menyesalkan peristiwa ini. “Kami menerima laporan warga, tanaman mereka diduga kuat dibabat rata tanah oleh subkontraktor elektrik  BDM,” katanya.

Tanaman petani dirusak 200 pohon terdiri dari sengon, dan tanaman kebun lain. Kerusakan besar terjadi di lahan bersertifikat milik petani bernama Karjono.

Dia menduga, penyorobotan lahan ini, erat kaitan dengan perluasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), perusahaan investasi antara BDM dengan perusahaan Tiongkok Dingxin Group didanai sejumlah Bank Tiongkok.

Aksi petani Bahomakmur

Seratusan warga Desa Bahomakmur memblokir jalan hauling koridor produksi tambang nikel BDM sejak Rabu pagi (11/5/16) sebagai reaksi perusakan tanaman.

Mereka menduduki jalan hauling dan memaksa perusahaan menghentikan produksi selama masalah tak selesa.  Demonstrasi melibatkan sekitar 200 warga ini, dinamai Paguyuban Bahomakmur Peduli. Mereka menuntut tanggung jawab perusahaan dengan mendesak ganti rugi Rp5 juta per pohon sengon.

Mereka juga mendesak Pemerintah Sulteng segera mencari solusi atas pembatasan akses petani lahan usaha dua.

Kepala Desa Bahomakmur Sabar, menyatakan, aksi ini buntut perusakan tanaman petani. Sebelumnya, lahan tak bisa diakses petani karena pembangunan jalan hauling yang memisahkan langsung antara pemukiman warga transmigrasi Bahomakmur dengan lahan usaha dua.

Lahan warga Desa Bahomakmur ini dulu padi menguning. Setelah ada jalan tambang dan tanggul tinggi, air irigasipun tak mengalir, dan tanaman tak tumbuh lagi...Foto: Sapariah Saturi
Lahan warga Desa Bahomakmur ini dulu padi menguning. Setelah ada jalan tambang dan tanggul tinggi, air irigasipun tak mengalir, dan tanaman tak tumbuh lagi…Foto: Sapariah Saturi

 

Lahan bersertifikat tak bisa akses

Kerugian petani Bahomakmur sepanjang operasi tambang nikel BDM mencapai miliaran rupiah. Terbesar, banjir tahunan sejak 2010. “Kami setiap tahun was-was, daerah ini selalu banjir jika hujan deras datang,” kata Sabar.

Jalan hauling perusahaan, bukan hanya membatasi akses 300 keluarga yang memiliki sertifikat hak milik tanah juga kerugian ekologis seperti debu, polusi udara, saluran irigasi tersumbat pembangunan jembatan hauling.

Sabar mengatakan, berulang kali kecelakaan terjadi di jalan itu karena sebelumnya akses sehari-hari petani. Ketika BDM membangun jalan hauling, transportasi nikel berlangsung sepanjang hari dari blok galian melintasi Desa Bahomakmur menuju konsentrasi penampungan ore.

“Ternak, dan hewan peliharaan petani sering dilindas truk pengangkut ore. Perusahaan tak peduli.”

Setelah masyarakat protes, perusahaan berjanji mengganti. “Setelah itu, tak ada perbaikan apapun.”

Akar konflik

Etal mengatakan, jalan hauling tambang nikel, menjadi penyebab konflik di Bahumakmur. Pencemaran, kebisingan, debu, dan akses lahan masyarakat tertutup.

Dia mendesak, BDM memindahkan jalan hauling dari tengah Desa Bahomakmur ke tempat jauh dari pemukiman warga. Jika tidak dilakukan, konflik masyarakat dan perusahaan akan terus berulang.

Dia berharap, kasus ini mendapat perhatian Gubenur Sulteng, agar petani mendapatkan rasa keadilan dan lingkungan lebih aman.  “Konflik ini terjadi berulang kali. Hingga kini, tak ada penyelesaian memadai,” kata Etal.

Jatam Sulteng mencatat, peristiwa terus berulang dari tahun ke tahun. Sepanjang lebih lima tahun BDM beroperasi, tercatat ratusan kali demonstrasi dan blokir jalan oleh petani Bahomakmur.

Jalan tambang yang berada lebih tinggi dari perkampungan warga menciptakan banyak masalah. Kalau kemarau, debu pekat memasuki rumah warga. Kala hujan, banjir mendera. Foto: Sapariah Saturi
Jalan tambang yang berada lebih tinggi dari perkampungan warga menciptakan banyak masalah. Kalau kemarau, debu pekat memasuki rumah warga. Kala hujan, banjir mendera. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,