, ,

Menanti Keseriusan Pemerintah Urus Kematian Anak di Lubang Tambang

Lubang tambang batubara di Samarinda, Kalimantan Timur, telah memakan banyak korban. Sampai Mei ini,  sudah 24 anak tewas. Protes dari teriakan sudah disuarakan sejak lama oleh pegiat lingkungan. Teranyar, para aktivis mendatangi Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, mendesak pemerintah serius menangani kasus kematian anak di lubang tambang batubara. Mereka antara lain dari Jatam, Walhi, Greenpeace, ICEL, ICW dan Change.org.

Koalisi organisasi masyarakat sipil ini berharap, pemerintah membentuk  tim khusus bawah koordinasi Presiden antara lain koordinasi antarkementerian dan lembaga, maupun langkah konkret berupa kebijakan memutus rantai korban.

Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengatakan, kematian 24 anak di lubang tambang perusahaan izin dari daerah maupun pusat.

Pada konsesi izin pusat, ada empat perusahaan, PT Insani Bara Perkasa. Perusahaan ini, katanya, paling bermasalah dan brutal karena tiga anak meninggal di konsesi itu. PT Lana Harita Indonesia, perusahaan Thailand, PT Kitadin grup Banpu dan PT Multi Harapan Utama. Sisanya, tambang izin daerah. “Kalau dikatakan ada kesalahan pemda nggak juga. Semua sekarang saling lempar tanggung jawab,” katanya usai pertemuan Selasa (17/5/16).

Bahkan, katanya, mayoritas anak meninggal justru di konsesi perusahaan yang dinyatakan clear and clean (CnC).

“Jadi CnC menurut kami omong kosong karena hanya pemeriksaan atas meja. Tak langsung di lapangan. Ini pertanyaan kita. Sebenarnya, kita ini menata perizinan untuk siapa? Hanya untuk kesenangan data menjadi rapi? Untuk tambahan pemasukan keuangan negara, atau pemulihan lingkungan dan keselamatan rakyat?”

Dia meminta, pemerintah mencabut CnC ketujuhbelas perusahaan penyebab kematian 24 anak. Kalau tidak, menandakan CnC hanya pepesan kosong.

Berdasarkan citra satelit 2014, ada 232 lubang tambang masih menganga dan ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan.

Masyarakat, kata Merah, sebenarnya tak peduli ini urusan pemerintah pusat atau daerah. Yang perlu, tindakan tegas segera menyelesaikan permasalahan tersebut agar tak muncul korban lagi.

“Di Kaltim, tambang berdekatan dengan perumahan warga. Bahkan jarak tak sampai 20 meter. Mereka bertetangga dengan bencana. Kapan saja bisa jadi korban.”

Lubang tambang, katanya, tak ada rambu-rambu peringatan, pos dan pagar. “Baru ada setelah ada korban meninggal.”

Lubang menganga begitu saja bertahun-tahun. Padahal dalam aturan, paling lambat 30 hari harus ditimbun. Dia mendesak, pemerintah mengambil langkah pencegahan, penindakan hukum,  evaluasi serta pencabutan izin,  pemulihan lingkungan, dan rehabilitasi korban.

Khalisah Khalid dari Walhi Nasional berharap, penanganan tak kasus per kasus tetapi sekaligus membenahi tata kelola sumber daya alam terutama industri ekstraktif. Bukan hanya Kaltim, seluruh Indonesia.

Sebelumnya, Februari 2015 Koalisi mengadukan kasus ini langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya memberi sanksi administratif penghentian izin selama 160 hari hanya empat perusahaan terlapor.

Yanuar Nugroho, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan, bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas mengatakan, akan melaporkan kepada Kepala KSP, Teten Masduki dan meneruskan usulan kepada Presiden.

“Ini masalah serius, harus segera ditangani pemerintah.  Presiden sendiri dua kali ke Katim dan mendapatkan keluhan langsung dari warga. Kami berterimakasih diberi banyak data untuk tindak lanjut,” katanya.

KSP akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti KLHK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun . pemerintah daerah.

Soal inspeksi ke lapangan, katanya, akan dibicarakan. Begitu juga masalah penegakan hukum bagi perusahaan yang tak mereklamasi tambang.

“Ini perlu rapat koordinasi mungkin level eselon satu. Teman-teman aktivis punya rekomendasi langkah yang harus dilakukan. Menurut saya ini sangat bagus. Bisa jadi bahan masukan kami koordinasi antarkementerian,” katanya

KSP, katanya, baru duduk bersama informal sekali antara KLHK dan KESDM membahas persoalan ini.  Dia akan mendorong pertemuan lebih operasional.

Merah mengatakan, janji tindaklanjut KSP semoga bukan harapan palsu.

“Karena Presiden dua kali ke Kaltim selalu disambut lubang tambang. Supaya ketika Presiden datang ketiga kali bisa menjawab dengan gagah berani bahwa sudah melakukan sesuatu dan menghukum perusahaan.”

Dalam pertemuan itu, para aktivis menyerahkan 11.500 tandatangan petisi online di kanal www.change.org/lubangtambang. Petisi ini meminta pemerintah daerah menutup lubang tambang di Samarinda.

Inilah lubang bekas tambang batubara yang menelan jiwa Raihan, korban kesembilan. Foto: Jatam Kaltim
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,