, ,

Banjir Bandang Hantam Sintuwu, Pemerintah Sigi Siapkan Relokasi

Hujan deras selama seminggu melanda dataran tinggi Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengakibatkan banjir bandang di Desa Sintuwu, Selasa (17/5/16) pukul 14.30. Lokasi banjir bandang dikosongkan, penduduk diimbau mengungsi ke tempat lebih aman. Mengingat lokasi banjir begitu rawan, pemerintah Sigi akan merelokasi warga.

Data Aparat Desa Sintuwu, menyebutkan, korban banjir bandang satu anak meninggal dunia tertimpa pohon lapuk, sekitar 12 keluarga (40) jiwa mengungsi ke rumah kerabat. Kerugian, 20 kambing hanyut, tiga sepeda motor tertimbun, 11 rumah rusak berat terendam lumpur, satu rumah hanyut.

Banjir menimbulkan longsor di  empat titik,  yakni, tiga longsor besar menimbun sungai, tiga longsor kecil menyebabkan kebun kakao rusak parah dan memutus akses jalan penghubung Desa Sintuwu.

Jamal, warga setempat, mengatakan, banjir bandang bermula longsor tebing gunung di aliran Sungai Halumbulapa menyebabkan air tertampung. Saat hujan terus turun, air meluap, meluber ke kebun-kebun kakao hingga menghantam pemukiman.

 

Titik Longsor dan aliran sungai yang banjir bandang di Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: Andika Dhika
Titik Longsor dan aliran sungai yang banjir bandang di Sigi, Sulawesi Tengah. Foto: Andika Dhika

Sungai emas

Banyak pihak mengaitkan banjir Desa Sintuwu dengan tambang emas di Kecamatan Palolo. Senada ditanyakan rombongan Muspida, kala mengunjungi lokasi. Ada Danrem 132 Tadulako Kolonel Inf. M. Saleh Mustafa, Dandim 1306 Donggala Letkol Kavaleri I Gede Masa, Anggota DPRD Sigi.

Menurut Gustav, aliran sungai ini dinamai warga Halumbulapa  berarti sungai emas. Nama ini diambil dari Bahasa Kaili. Dia menolak jika banjir berkaitan dengan tambang emas tradisional.

“Tak ada tambang emas di hulu sungai, kami melarang orang menambang di desa ini. Daerah ini jauh dan tak berhubungan dengan Dongi-dongi” katanya.

Masyarakat, katanya, membangun rumah di bekas jalan masa pendudukan Jepang. Pada 1990-an, bagian barat jalan wilayah penyangga Taman Nasional Lore Lindu, memanjang ke Desa Pakuli,  Kecamatan Gumbasa, Sigi.

Abidin Kepala Desa Sintuwu, mengatakan, banjir bandang pelajaran bagi orang-orang yang membuka kebun di gunung. Akar-akar pohon besar tak kuat menampung beban tanah yang labil.

Rencana pemerintah desa, katanya, membuat program menjaga hulu sungai, agar bencana tak terulang.

Kebun coklat warga juga dihantam banjir bandang. Foto: Andika Dhika
Kebun coklat warga juga dihantam banjir bandang. Foto: Andika Dhika

Relokasi warga

Wakil Bupati Sigi Paulina Martono meninjau lokasi mengatakan, banjir karena hujan deras tak berhenti di atas tanah labil. Kondisi tanah pasir labil disertai curah hujan tinggi mengakibatkan air bercampur lumpur menghantam pemukiman penduduk. “Banjir bukan karena pembalakan liar, pohon terbawa banjir dengan akar,” katanya.

Pemerintah Sigi mengerahkan alat berat membersihkan tumpukan kayu dan lumpur. Pangan dan kebutuhan mendesak seperti pakaian juga diberikan.

Mengenai penanganan korban banjir bandang, kata  Paulina, rencana Pemerintah Sigi akan merelokasi warga. “Kita akan menyiapkan lahan dan perumahan sederhana bagi warga.”

Lokasi banjir, katanya, akan dikosongkan karena tak layak ditinggali tetapi tetap memberikan kesempatan petani mengolah kebun. ”Kalau berkebun boleh, tidak untuk ditinggali.”

Danrem dan Dandim menyampaikan, evakuasi dan pembersihan sisa bencana sudah selesai. Dia berharap, masyarakat membudidayakan tanaman keras di tebing dan sepanjang aliran sungai mencegah bencana susulan.

Wakil Bupati Sigi Paulina Martono bersama Danrem dan Dandim meninjau langsung lokasi banjir. Foto: Andika Dhika
Wakil Bupati Sigi Paulina Martono bersama Danrem dan Dandim meninjau langsung lokasi banjir. Foto: Andika Dhika

 

Perlu mitigasi bencana

Monitoring Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) menyebutkan, banjir dua bulan terakhir di Sulteng, menyebabkan 2000-an jiwa mengungsi. Pada April 2016, di Petasia Barat, Morowali Utara, banjir mengakibatkan 341 keluarga (1.235 jiwa) terdapat 21 ibu hamil serta 199 balita mengungsi. Dua  jembatan putus.

Pada Maret 2016, banjir di Desa Kilo, Poso, satu orang meninggal dunia, 50 keluarga mengungsi. Mei 2016, banjir bandang menghantam persawahan dan jembatan di Desa Leboni dan Wera, Poso. Pintu air irigasi ambruk, sekitar 100 hektar sawah tak dapat ditanami.

Direktur ROA Mochammad Subarkah mengatakan, siklus bencana Sulteng dalam lima tahun terakhir pada tiap pergantian musim. ”Jika panas tiba, kekeringan, musim hujan, kebanjiran.”

Sistem penanggulangan bencana, katanya,  mesti terpadu. Mulai sekarang, pemerintah harus menetapkan perencanaan mitigasi bencana dengan mendorong penguatan komunitas terdampak.

“Masyarakat dan pemerintah harus sinergis, terutama komunitas, mereka harus memahami standar menghadapi bencana, mengenai keselamatan dan pemenuhan pangan memadai.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,