,

Digagalkan, Penjualan 4 Bayi Lutung Jawa di Banyuwangi

Tim gabungan dari Polres Banyuwangi, BKSDA Seksi 5 Banyuwangi, serta Center for Orangutan Protection (COP) dan Animals Indonesia, menggagalkan transaksi perdagangan 4 ekor lutung jawa (Trachypithecus auratus) di Banyuwangi, Jawa Timur.

Keempat lutung jawa berumur 1-4 bulan itu, rencananya akan dijual ke pembeli, setelah tawar-menawar melalui media sosial dan BBM. Pelaku ditangkap di depan SPBU Sukowidi, Banyuwangi, dengan barang bukti yang dibawa dalam dua kardus air mineral.

“Konsisi bayi lutung jawa saat ini, 2 cukup stabil sedangkan 2 lainnya kurang baik akibat perawatan dan asupan pakan yang kurang memadai,” terang Daniek Hendarto, APE Warrior Center for Orangutan Protection (COP), kepada Mongabay, Rabu (25/5/2016).

Wilayah hutan dan taman nasional yang ada di Banyuwangi, Lumajang, Jember, Probolinggo dan Situbondo, merupakan daerah pemasok utama jaringan perdagangan satwa di Jawa Timur. Berdasarkan pengakuan pelaku, ia mendapatkan satwa tersebut langsung dari pemburu, sesuai pesanan calon pembeli secara online yang akan dijual dengan kisaran Rp350-500 ribu per ekor.

“Dia menjualnya ke Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Hasil pengembangan kasus, di rumah pelaku ditemukan jenis satwa yang tidak dilindungi seperti musang siap jual,” lanjut Daniek.

Daniek mengajak masyarakat untuk tidak memelihara satwa liar dilindungi dengan begitu mata rantai perdagangan satwa liar putus dengan sendirinya. “Jangan beli satwa liar apapun. Hukuman untuk pelaku kejahatan satwa liar harus berat, agar takut dan memberikan efek jera,” ujarnya.

Direktur Animals Indonesia, Suwarno mengatakan, tingginya kasus perdagangan lutung jawa dipengaruhi adanya permintaan. Masyarakat masih menganggap satwa liar sebagai binatang peliharaan, sehingga banyak diburu. “Kasus ini menunjukkan perburuan di Jawa Timur cukup tinggi. Para pencinta satwa menganggap hewan ini lucu dan eksotik, sehingga banyak dipelihara.”

Perburuan satwa liar dilindungi di alam bebas, menurut Suwarno, melibatkan pula masyarakat yang tinggal di kawasan hutan lindung dan konservasi. Ada alasan ekonomi yang dipengaruhi permintaan. Minimnya pengawasan dan penjagaan petugas, menjadikan pemburu bebas melakukan aksinya.

“Para pemburu tahu kapan petugas melakukan pengawasan dan patroli. Menambah jumlah petugas perlu dilakukan, tapi penyadaran masyarakat juga harus diupayakan.”

Dalam kardus ini, bayi lutung jawa hendak dijual. Foto: COP
Dalam kardus ini, bayi lutung jawa hendak dijual. Foto: COP

Suwarno menyesalkan ulah pemburu yang menjual bayi lutung jawa tersebut, karena untuk mengambilnya pasti membunuh induknya. “Pemburu itu membunuh induknya untuk mendapatkan keempat bayi tersebut yang kini dititipkan di Javan Langur Center, Coban Talun, Kota Batu, Jawa Timur, untuk proses karantina dan perawatan lebih lanjut,” ujarnya.

Lutung jawa merupakan primata endemik Jawa yang dilindungi. Keberadaannya kian terancam akibat perburuan dan perdagangan untuk dijadikan satwa peliharaan. Memperdagangkan lutung jawa pastinya melanggar Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Sebelumnya, COP telah mengungkap tiga kasus perdagangan satwa liar selama 2016, salah satunya yang melibatkan seorang dokter hewan Kebun Binatang Mangkang di Semarang. Kasusnya kini memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri Bantul.

Untuk mendapatkan bayi lutung jawa ini, induknya dipastikan dibunuh dahulu. Kejam. Foto: COP
Untuk mendapatkan bayi lutung jawa ini, induknya dipastikan dibunuh dahulu. Kejam. Foto: COP

Vonis pemilik kukang

Sementara itu, Pengadilan Negeri Pontianak memvonis dua terdakwa pemilik dan pemelihara satwa liar dilindungi kukang kalimantan (Nycticebus menagensis) Aprian dan Ridho, penjara tiga bulan, 18 April 2016 lalu. Majelis hakim menyatakan, kedua terdakwa terbukti sengaja memiliki, memelihara satwa liar dilindungi dalam keadaan hidup. Barang bukti tersebut adalah satu individu kukang betina dewasa, satu individu betina remaja, satu individu jantan dewasa, dan satu buah tas ransel hitam yang digunakan untuk membawa kukang.

Hukuman atas perbuatan mereka diatur dalam Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Keduanya juga dikenakan denda sebesar Rp2.500.000.

“Kita menghormati putusan pengadilan. Namun, undang-undang ini akan direvisi dan tengah digodok di tingkat legislatif. Salah satunya adalah agar jeratan hukum kepada pelaku lebih memberikan efek jera,” tukas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, belum lama ini.

Sustyo mengatakan, pada revisi undang-undang tersebut dibuat aturan sanksi pasal 207, tentang setiap orang yang menawarkan satwa dilindungi dalam keadaan hidup atau mati dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Kemudian dilanjutkan pasal 208, bahwa setiap orang yang memasukkan, menawarkan, menghadiahkan, menerima hadiah, dan/atau mengumpulkan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati beserta dengan spesimennya ke wilayah yuridiksi Indonesia dengan cara melawan hukum, dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.

Kedua terdakwa ditangkap petugas BKSDA Kalimantan Barat, saat pameran Pontianak Cinta Satwa, di Taman Gita Nanda Komplek Gedung Olahraga Pontianak, awal Juli 2015. “Satwa dilindungi itu habitat idealnya di hutan. Bukan dipelihara warga. Memelihara sama dengan mengekang kehidupan liar satwa tersebut,” kata Sutyo.

Kepala Unit Penyidik SPORC Brigade Bekantan, Dedy Hardinianto, menambahkan jual beli satwa dilindungi memang kerap difasilitasi komunitas pecinta satwa. Khusus kukang, Dedy mendapatkan informasi transaksi dilakukan melalui media sosial dengan harga Rp300 ribu hingga Rp450 ribu per individu.

Koordinator Konservasi Kukang Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI), Indah Winarti, mengatakan penegakan hukum harus memberikan efek jera bagi pelaku pemburu, penjual, dan pemelihara satwa dilindungi. Hukuman yang ringan, cenderung tidak memberikan efek jera. “Ancaman utama yang dihadapi kukang adalah perburuan dan perdagangan ilegal.”

Dari data IARI 2013-2015, sekurangnya 200-250 individu kukang ditawarkan di tujuh pasar di empat kota besar Indonesia tiap tahunnya. Hasil analisis pantauan online menunjukkan, selama Mei – Juli 2015 terdapat 400 individu kukang yang dijadikan peliharaan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,