,

Bupati Minahasa Utara Tolak Pertambangan Pulau Bangka

Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara (Minut) menyatakan dengan tegas menolak aktivitas pertambangan di pulau Bangka, Sulawesi Utara. Penolakan itu disampaikan langsung oleh Vonny Aneke Panambunan, Bupati Minut, dalam rapat pokja Ranperda Zonasi di kantor Bappeda Sulut, Rabu (18/05/2015).

Menurut Bupati Minut, pulau Bangka tidak layak menjadi wilayah pertambangan. Penilaian itu didasari pertimbangan dari sisi sosial maupun hukum.

Bupati Minut melalui Sem Tirajoh, Kabag Humas Pemkab Minut, mengatakan, pertambangan di pulau Bangka berpotensi menimbulkan konflik antar desa. Sebab, di sana masyarakat sudah terpecah antara penerima maupun penolak tambang.

“Kenyataan itu didapati Bupati setelah turun langsung ke lapangan. Tiba di pulau Bangka (suasana) memang tegang. Kelompok penerima dan penolak nyaris berkelahi. Dari situ, ibu Bupati menilai pertambangan tidak boleh lagi diteruskan,” ujar Sem Tirajoh ketika dihubungi Mongabay Indonesia, Sabtu (28/05/2016).

Sebab lainnya, pemerintah kabupaten juga berpegangan pada putusan Mahkamah Agung menyangkut pertambangan di pulau Bangka.

Sebelumnya, pada 24 September 2013, Mahkamah Agung memenangkan gugatan warga penolak tambang di Pulau Bangka. Selanjutnya, pada 4 Maret 2015, permohonan peninjauan kembali dari Sompie Singal, Bupati Minut waktu itu, juga ditolak MA.

Kemudian, 14 Juli 2015, PTUN Jakarta Timur kembali memenangkan permohonan warga pulau Bangka. Saat itu, mereka menggugat SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3109/K/30/2014 mengenai izin produksi usaha pertambangan biji besi oleh PT Mikgro Metal Perdana.

Sem Tirajoh menambahkan, alasan penolakan pemkab Minut juga didasari fakta bahwa perusahaan tambang belum juga melengkapi sejumlah izin. Misalnya izin pinjam pakai maupun belum ditetapkannya Perda Zonasi.

“Jadi, kedepannya, pemerintah kabupaten berencana memfokuskan pulau Bangka sebagai wilayah perikanan dan pariwisata,” ucap Sam Tirajoh mengutip pernyataan Bupati Minahasa Utara.

Ketika ditanya mengenai nasib perusahaan tambang di pulau Bangka, Sem Tirajoh menjawab santai, “Kalau nasib mereka (PT MMP) hanya Tuhan yang tahu.”

Sinkronisasi Program Pembangunan

Sebelumnya, Royke Roring, kepala Bappeda Sulut membenarkan bahwa Bupati Minut telah menyampaikan usulan terkait zonasi di pulau Bangka. Meski demikian, Royke enggan menyebutkan usulan tersebut secara detil.

“Menyangkut pertambangan (di Pulau Bangka) itu kan izin lain. Kalau zonanya, ya, tadi sudah diusulkan ibu Bupati. Soal usulan, silakan tanya (Bupati Minut) sendiri,” kata Royke Roring kepada Mongabay usai pertemuan Pokja Ranperda Zonasi di kantor Bappeda Sulut.

Secara umum, ia menjelaskan, rapat Pokja zonasi tersebut bertujuan mensinkronkan program pengembangan antara pemerintah kabupaten dan kota dengan pemerintah provinsi. Lewat pertemuan tersebut, rencana pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di masing-masing kabupaten-kota diharapkan dapat digali.

Sementara, tambah Royke, rencana pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil akan dibahas setelah penetapan zonasi. Dia mengatakan, zonasi itu mengatur zona-zona semisal fasilitas umum, infrastruktur, pariwisata, infrastruktur pelabuhan, wilayah konservasi maupun wilayah lindung.

Perda zonasi itu dikabarkan menjadi perda zonasi pertama di Indonesia yang mengakomodir kewenangan provinsi untuk mengatur titik nol sampai dua belas mil dari pesisir. “Target dari Gubernur, mudah-mudahan perda zonasi bisa jadi perda pertama di Indonesia yang mengakomodir dari titik 0 sampai 12 mil. Provinsi lain kan masih 4 sampai 12 mil.”

“Dulu kan 0-12 mil menjadi kewenangan kabupaten maupun kota, sekarang sudah menjadi kewenangan provinsi secara keseluruhan,” tambah Royke.

Perda Zonasi Tak Boleh Akomodir Kepentingan Perusahaan Tambang

Di lain pihak, aktivis menegaskan bahwa pembahasan Ranperda Zonasi, khususnya menyangkut pulau Bangka, harus menghormati keputusan hukum. Mereka khawatir, penyusunan Perda tersebut merupakan siasat untuk mengakomodir kepentingan perusahaan tambang.

Eksploitasi kekayaan alam dengan tak memperhatikan lingkungan dan masyarakat berharap bisa ditekan era ini. Salah contoh, yang terjadi di Pulau Bangka, Sulut, tambamg sudah membabat lahan termasuk hutan dan mulai mencemari laut. Foto: Save Bangka Island
Eksploitasi kekayaan alam dengan tak memperhatikan lingkungan dan masyarakat berharap bisa ditekan era ini. Salah contoh, yang terjadi di Pulau Bangka, Sulut, tambamg sudah membabat lahan termasuk hutan dan mulai mencemari laut. Foto: Save Bangka Island

Jull Takaliuang menjelaskan, kekhawatiran tersebut didasari oleh pengalaman bahwa, dulu pemerintah provinsi belum punya kajian lengkap tentang keseluruhan wilayah kabupaten maupun kota yang punya daerah pesisir yang harus diatur dalam perda Zonasi.

“Ibu Susi juga pernah merekomendasikan jangan ada tambang di pulau Bangka, pulau kecil. Itu sudah jadi kewenangan menteri untuk memberi rekomendasi pada perda RZWP3K.”

“Kami berharap pemprov serius menggarap perda ini dan membuktikan ucapannya,” pungkas Jull Takaliuang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,