,

Minim Perlindungan, Kucing Liar dan Karnivora Kecil Kalimantan Terancam Punah

Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia yang wilayahnya meliputi Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam menyimpan keragaman satwa. Namun, keberadaan satwa tersebut terancam akibat konversi habitat, pembalakan liar, perburuan, dan kebakaran hutan.

Kucing tandang (Prionailurus planniceps), musang air (Cynogale bennetii), musang gunung (Hemigalus hosei), dan biul kalimantan (Melogale everetti) adalah jenis satwa yang terancam di sana.

Untuk mengetahui ancaman ini dan  keterbatasan pengetahuan mengenai karnivora Kalimantan, tiga spesialis group dari IUCN (The Cat Specialist Group, The Otter Specialist Group dan The Small Carnivore Specialist Group), bekerja sama dengan Sabah Wildlife Department dan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research mengorganisir pertemuan the Borneo Carnivore Symposium (BCS) pada 2011.

“Apa yang ingin dicapai melalui BCS adalah untuk memahami lebih dalam mengenai sebaran dan kebutuhan konservasi bagi kucing dan karnivora kecil di Kalimantan, yang selanjutnya mengembangkan target-target upaya konservasi pada karnivora yang paling terancam,” kata Dr. Andreas Wilting, peneliti dari Intitute for Zoo and Wildlife Research (IZW) dalam keterangannya.

“Tujuan ini tercapai melalui kolaborasi antar-jejaring Borneo Carnivore Consortium, suatu jaringan dari lebih 60 peneliti, konservasionis, dan pemerhati yang bekerja di Kalimantan baik peneliti setempat maupun internasional,” lanjutnya.

Hasil perjalanan panjang penelitian tersebut adalah tulisan ilmiah 15 karnivora kecil dan 5 kucing liar, yang tercakup di dalamnya sebaran, konservasi dan prioritas penelitian untuk setiap jenis karnivora kecil dan kucing liar Kalimantan tersebut. Tulisan ilmiah tersebut diterbitkan dalam The Raffles Bulettin of Zoology, Singapore, 30 Mei 2016.

01-Musang akar yang tertangkap kamera jebak di Hutan Gambut Sebangau, Kalimantan Tengah, 26 Mei 2009 dengan latar belakang kanal logging. Kredit foto: Susan M. Cheyne/OuTrop
Musang akar yang tertangkap kamera jebak di Hutan Gambut Sebangau, Kalimantan Tengah, 26 Mei 2009 dengan latar belakang kanal logging. Kredit foto: Susan M. Cheyne/OuTrop

Peta jalan penyelamatan

Dr. J. W. Duckworth, selaku otoritas  IUCN SSC Red List mengatakan, status konservasi karnivora tidak terdapat di manapun terkecuali Kalimantan. Jenis tersebut, yang hidup di habitat dataran tinggi, dataran rendah dan lahan basah, sangat mengkhawatirkan.

“BCS dan suplemen ini telah memberikan informasi terbaru yang penting  dan dapat digunakan dalam memperbaiki catatan Red List IUCN. Sehingga, memungkinkan lembaga pemerintah dan juga para konservasionis untuk memfokuskan upaya perlindungan pada kelompok spesies yang terancam ini,” katanya.

Kucing tandang dan musang air merupakan satwa spesialis dataran rendah dan lahan basah. Keberadaannya terancam, di wilayah Indonesia, karena lahan gambut dan dataran rendah kerap terbakar selama berbulan. Kebakaran ini selain menjadi bencana lingkungan dan ekologi yang memprihatinkan, juga meningkatkan ancaman bagi jenis kucing dan karnivora kecil tersebut.

“Mereka mempunyai kemampuan berburu ikan, tetapi untuk memungkinkan melakukan hal tersebut memerlukan area lahan basah. Habitat saat ini terus berkurang dengan cepatnya” tegas Wilting.

Sementara di wilayah dataran tinggi, yang terancam keberadaan adalah musang gunung dan biul kalimantan. Dua jenis satwa ini hanya dijumpai di Kalimantan dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia.

02-Kucing tandang yang tertangkap kamera jebak di Forest Reserve Tangkulap Sabah, Malaysia pada 18 Maret 2009. Kredit foto: Mohamed & Wilting/IZW, SFD, SWD
Kucing tandang yang tertangkap kamera jebak di Forest Reserve Tangkulap Sabah, Malaysia pada 18 Maret 2009. Kredit foto: Mohamed & Wilting/IZW, SFD, SWD

John Mathai, peneliti ekologi hidupan liar dari Sarawak, Malaysia, yang  mempelajari musang gunung di dataran tinggi Sarawak menjelaskan, wilayah tersebut rentan terhadap pengaruh perubahan iklim, disamping perubahan habitat.

“Namun demikian, selain karena perubahan iklim dan habitat, serta ancaman perburuan, perdagangan daging satwa serta kebakaran hutan dan lahan gambut, isu utama masalah konservasi yang dihadapi karnivora di Kalimantan adalah kurangnya informasi mendasar spesies tersebut,” ujar Mathai.

The Borneo Carnivore Consortium berharap, publikasi suplemen ini akan menjadi pemicu untuk kerja sama inisiatif konservasi di masa mendatang, antara peneliti dan praktisi.

“Kita memerlukan lebih erat lagi upaya kerja sama konservasi dengan sektor perkebunan sawit dan kehutanan. Kerja sama lebih baik lagi juga harus dilakukan antara peneliti dan konservasionis otoritas setempat untuk melindungi keanekaragaman karnivora di hutan Kalimantan” kata William Baya, Direktur Departemen Satwa Liar Sabah.

Bagi peneliti Indonesia, data mengenai karnivora di Kalimantan yang sedikit, merupakan tantangan yang harus dihadapi. Peta jalan yang telah dipublikasikan tersebut menjadi arahan berarti mengenai aktivitas yang dilakukan karnivora itu.

*Rustam. Peneliti dan Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur. Email: [email protected]

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,