Konservasi Tanah dan Air untuk Lahan Pertanian Perlu Jadi Perhatian di Sikka

Masyarakat di Kabupaten Sikka, Flores, NTT saat ini menghadapi problem keterbatasan pangan, air, kesehatan dan gizi. Kemiskinan membuat masyarakat melakukan pekerjaan lain, seperti perambahan hutan, pengambilan kayu untuk kebutuhan rumah tangga dan kayu bakar, perusakan hutan mangrove hingga penangkapan ikan lewat cara destruktif (bom ikan).

Masyarakat Sikka yang mayoritas adalah petani, sebenarnya secara turun-temurun amat tergantung kepada kesediaan lahan yang baik. Logikanya petani akan membutuhkan kondisi ekologi yang seimbang yang dapat mendukung mereka. Sayangnya kurangnya kemampuan teknologi pengelolaan usaha tani, menyebabkan petani terus menggunakan budaya tani tebas bakar dan ladang berpindah (gilir-balik) yang pada akhirnya membuat lahan semakin tidak produktif karena hilangnya unsur hara tanah.

Permasalahan usaha tani di NTT juga mencakup rendahnya pengetahuan petani tentang usaha tanaman. Akibatnya tingkat produktivitas tanaman rendah dan sering mengalami serangan hama dan penyakit yang mengurangi dampak produktivitas hingga 50-70 persen.

“Petani dituntut menjaga ketersediaan layanan alam demi keberlangsungan kehidupan mereka, usaha dasar yang perlu dibuat adalah menggunakan tanah dan air sesuai daya dukungnya,” ujar Carolus Winfridus, Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) saat dijumpai pada pelatihan Konservasi Tanah dan Air (10/06) di Mapitra, Sikka.

Konservasi tanah dan air, berarti tidak bisa melepaskan sisi pertanian dari konservasi lahan. Termasuk melindungi hutan sebagai kawasan yang mampu menjadi kawasan tangkapan air. “Dibutuhkan konsep pengelolaan lahan yang komprehensif, mengedepankan pengelolaan lingkungan dan ekologi yang berkeadilan sosial dan ekologis menuju tujuan keselamatan bersama,” Winfridus menambahkan.

Dari analisis kerentanan dan kapasitas yang dikerjakan WTM bersama masyarakat lima desa di kecamatan Mapitra dan Doreng, serta hasil investigasi penjajakan wilayah di Desa Darat Pante, Wairterang, dan Egon, WTM menyimpulkan upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dipisahkan dari persoalan pengelolaan ekosistem berkelanjutan.

Selanjutnya kenyataan-kenyataan tersebut akan berpengaruh pada pemenuhan hak-hak dasar warga, yaitu pangan, pendidikan, kesehatan dan perumahan untuk meningkatkan kualitas hidup layak.

Model pengelolaan lahan ideal. Sumber: Balittanah Kementan
Model pengelolaan lahan ideal. Sumber: Balittanah Kementan

Harus Berwawasan Lingkungan

Data yang dihimpun Mongabay-Indonesia menunjukkan topografi kabupaten Sikka sebagian besar berbukit, bergunung, dan berlembah dengan lereng-lereng curam yang bervariasi. Kemiringan tanah yang lebih besar dari 80 derajat mencakup luas hingga 81.167 hektar (46,87 persen) dari luas kabupaten ini.

Sedangkan para petani di Sikka, 40 persennya membuka lahan bergarapan sempit (rata-rata 0,5-2 hektar) di area-area yang memiliki kemiringan curam. Dengan demikian konservasi air dan tanah, pencegahan erosi, dan upaya menjaga kesuburan tanah menjadi proses penting untuk dipelajari.

Dari data yang ada, pola penggunaan lahan di Kabupaten Sikka mencakup: lahan pertanian 90.138 hektar (52,05%), kawasan hutan 38.442,43 hektar (22,20%), semak belukar  23.745 hektar (13,71%) dan lain-lain 20.865,57 hektar (12,05%).

Dari bentang lahan tersebut, menurut Hery Naif, Koordinator Program WTM, kawasan hutan lindung Egon Ilin Medo merupakan kawasan yang paling terancam kerusakan. “Karena itu, upaya konservasi perlu dilakukan oleh semua warga, terutama di kawasan-kawasan hutan penyangga,” jelasnya.

Arnoldus Jansen, salah satu kader tani yang mengikuti pelatihan mengaku mendapatkan ilmu baru dari pelatian ini. Dia mengaku akan mempraktekkan pengolahan lahan untuk menjaga kawasan hutan di sekitar Egon. Arnoldus sendiri merupakan satu dari  15 peserta, yang berasal dari desa-desa yang ada di kecamatan Mapitara.

“Saya akan ajak kelompok tani di desa untuk bersama menjaga kelestarian tanah pertanian dan hutan yang ada di sekitar kebun kami. Apalagi kami juga dibekali ilmu untuk menjadi fasilitator,” tekadnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,