, ,

Akhirnya Asia Pulp and Paper Serahkan Peta Konsesi ke BRG

Drama ‘penahanan’ peta konsesi PT Asia Pulp and Paper (APP), anak usaha Sinar Mas, berakhir sudah.  Akhirnya, APP menyerahkan peta konsesi kepada Badan Restorasi Gambut pada 13 Juni 2016. Bos Sinar Mas langsung meminta maaf kepada BRG atas kelambanan mendapatkan data APP.

”Kami apresiasi sikap mereka meminta maaf,” kata Nazir Foead, Kepala BRG Selasa (14/6/16). Permintaan maaf, katanya, langsung dari petinggi Sinar Mas, Franky O Widjaja.

Sebelumnya, sejak Februari 2016, BRG dipersulit mendapatkan peta konsesi anak usaha Sinar Mas ini. APP mengatakan, BRG bisa meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK menginstruksikan APP langsung mengirimkan data kepada BRG.

”Mereka bilang akan mengubah pendekatan lebih kooperatif konstruktif,” katanya. Mereka akan memberikan data lain jika BRG memerlukan.

APP menyatakan akan mengirimkan data spasial lahan gambut dan konsesi APP berupa batas konsesi, batas administrasi hingga tingkat desa, data topografi hasil pemetaan LiDAR. Lalu, peta kanal atau saluran drainase, sekat-sekat untuk mengembalikan muka air, pemukiman di konsesi, jaringan jalan dalam konsesi, tata ruang dan konflik lahan.

Budi S. Wardhana, Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG menyebutkan telah menerima peta lengkap. “Hanya kurang satu set terkait kedalaman gambut di konsesi.”

APP lengkapi data

Jumat (17/6/16), APP mendatangi kantor BRG untuk melengkapi data, dan disambut sangat baik oleh Budi S, Wardhana. APP menyerahkan peta kedalaman gambut dan forest sustainable policy.

”Ini berlaku ke anak perusahaan dan mitra kami. Jumlahnya 26 konsesi,” kata Suhendra Wiriadinata, Direktur APP di kantor BRG (17/6/16).

APP berkomitmen mendukung penuh program pemerintah melalui BRG dalam merestorasi gambut. APP juga akan melengkapi, jika terdapat data kurang demi  kelancaran kerja BRG.

Meski demikian, katanya, persentase ketebalan gambut di konsesi APP belum diketahui. ”Masih proses verifikasi.”  Setelah ini, BRG akan verifikasi bersama dengan data yang dimiliki bersama.

Setelah verifikasi selesai, BRG akan melakukan kesepakatan dengan perusahaan yang berisi jadwal dan lokasi restorasi, begitu juga metode standard restorasi.

Budi S. Wardhana, Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG menerima peta yang diserahkan Suhendra Wiriadinata, Direktur APP. Foto: Lusia Arumingtyas
Budi S. Wardhana, Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG menerima peta yang diserahkan Suhendra Wiriadinata, Direktur APP. Foto: Lusia Arumingtyas

Dalam kesepakatan juga merangkum supervisi, monitoring dan eveluasi. ”Sebisa mungkin sesuai peta indikatif yang sudah dikeluarkan,” ucap Budi.

Peta indikatif adalah peta dengan data sekunder, berbasis spot, citra satelit dengan resolusi tinggi, peta pusat penelitian tanah dan agroclimate dan peta wetland Internasional.

 

Zonasi dan pemetaan

Sementara itu, BRG bersama KLHK juga sedang menyusun peraturan menteri dalam inventarisasi dan penentuan zona lindung dengan peta 1: 50.000 untuk kawasan lindung dan budidaya, 1: 10.000 peta kerja merestorasi hidrologi, vegetasi, sosial budaya dan infrastruktur, peta 1:2000 untuk engineering, desain ulang kanal.

”Kita akan bertemu dengan asosiasi, APHI, GAPKI dan ICOPE untuk menyampaikan tindak lanjut kami,” kata Budi.

Kini, BRG merestorasi fisik lapangan pada empat wilayah prioritas. ”Restorasi fisik Rp160 miliar tahun ini, dana masih dari KLHK.”

BRG mengajukan anggaran Rp1,2 triliun pada 2017. Anggaran ini, katanya, tak hanya perancangan termasuk pemetaan. Sebanyak 50% dana untuk restorasi fisik seperti desain, operasional, pengelolaan infrastruktur pembahasan. Lalu, buat sosialisasi, edukasi, peningkatan kemitraan dan pengembangan kapasitas masyarakat. ”Semoga 2017 sudah bisa menggunakan APBN dan APBD.”

Melalui APBN, BRG akan menggunakan anggaran penelitian dan pengembangan, terlait teknologi pemetaan. ”Jika mau detil 1:2.000.” Untuk biaya pemetaan, dia mencontohkan, di Sebangau, satu hektar bisa US$10. Untuk melihat kubah gambut, memerlukan dana pemetaan US$1,5-3 per hektar.

Sampai saat ini, yang memiliki peta kerja adalah Kabupaten Meranti dan Pulang Pisau. Menyusul Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,