, ,

Penanganan Korupsi Sektor Kehutanan Minim

Penegakan hukum kasus-kasus korupsi sektor kehutanan masih sangat minim, termasuk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penegak hukum juga terkesan enggan menggunakan pasal-pasal  yang bisa menjerat pelaku dengan hukuman lebih berat, seperti UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Aradila Caesar, Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW di Jakarta, Rabu (22/6/16) mengatakan, kala tarik ke belakang, penanganan perkara korupsi kehutanan di KPK maupun Kejaksaan dan Kepolisan tak terlalu banyak. Contoh, kasus pembakaran hutan dan lahan 2015, hampir tak terdengar sejauh mana penanganan perkara. “Bahkan banyak kasus berhenti.  Ini belum berbicara dalam konteks korupsi,” katanya.

Pemantauan Indonesia Corruption Watch sepanjang 2003-2016, korupsi kehutanan diungkap KPK hanya 12 kasus, antara lain, program pembangunan perkebunan sawit sejuta hektar di Kalimantan Timur, penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu tanaman industri antara 2001-2006 kepada sejumlah perusahaan. Lalu, pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi IV DPR dan pejabat Kementerian Kehutanan terkait pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Kemenhut 2007-2008. Juga kasus alihfungsi hutan lindung Pantai Air Telang di Musi Banyuasin untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Siapi-api, penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di Siak melibatkan sejumlah perusahaan dan bupati 2001-2003.

Kasus Bupati Buol Amran B soal pengurusan HGU PT Cipta Cakra Murdaya atau PT Hardaya Inti Plantation,  tukar menukar kawasan hutan di Bogor atas nama PT Bukit Jonggol Asri melibatkan mantan Bupati Rachmat Yasin.

Dari 12 perkara, 35 orang terjerat pidana, kepala daerah delapan orang, DPR enam,  pengusaha 10,  PNS daerah 10 dan lain-lain satu orang. Dari 35 orang itu,  hanya satu orang tersangka, yakni Edison Marudut kasus pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau.

Meski begitu,  katanya, kalau dibandingkan kasus korupsi kehutanan ditanganj Kejaksaan maupun Kepolisian,  KPK masih lebih baik walau kurang.

“KPK belum fokus. Dalam korupsi kehutanan dan sumber daya alam isu soal penerimaan negara. KPK masih fokus soal proyek pengadaan barang dan jasa.”

Korupsi pemberian izin di kawasan hutan, katanya,  tak terlalu banyak diungkap. Padahal katanya, obral perizinan pemanfaatan kawasan hutan makin marak. Menjelang pemilihan daerah, misal, banyak kepala daerah serampangan mengeluarkan perizinan guna mendapatkan dana kampanye.  “Ini bisa jadi mengindikasikan korupsi. Tak banyak diungkap.”

Gedung perusahaan sawit yang dibangun di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang, Sulteng ( Temuan Jatam Sulteng). Apakah ini salah satu yang disebutkan KLHK bahwa kawasan moratorium banyak tak berhutan? Apa upaya penegakan hukum bagi pelanggar seperti ini? Foto: Etal Douw

Dia juga menyayangkan vonis hukuman kasus korupsi kehutanan rendah. Dari 34 orang vonis,  21 vonis ringan antara satu sampai empat tahun penjara, 11 vonis sedang antara empat sampai 10 tahun.  Hanya dua orang menerima vonis berat, seperti mantan Bupati Pelalawan Teuku Azmun Jaafar vonis 11 tahun dan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal 14 tahun. “Padahal kerugian negara dan suap sektor kehutanan sangat besar,”katanya.

Berdasarkan hitungan ICW,  kerugian negara dalam korupsi kehutanan ditangani KPK mencapai Rp2,2 triliun total suap Rp.8,657 miliar dan 17.000 dolar Singapura.

Tahun 2012,  ICW pernah melansir penelitian mengenai kinerja pemberantasan korupsi dan pencucian uang sektor kehutanan.  Hasilnya, menunjukkan potensi kerugian negara sektor non pajak kawasan hutan kurun 2004-2007 mencapai Rp169,797 triliun.  Nilai ini didapat dari perhitungan selisih antara potensi penerimaan negara dari dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan dikurangi nilai pendapatan negara yang diterima.

Negara, katanya, seharusnya menerima Rp217,629 triliun dari pembukaan 8 juta hektar perkebunan sawit. Kenyataan, hanya Rp47,8 triliun.

“Kami merasa, jika KPK serius menangani perkara korupsi sektor kehutanan, akan ada lebih 12 kasus.  Kalau kita lihat misal soal tumpang tindih kawasan. Ini berarti ada persoalan pada pemberian izin.  Kalau bisa kita Tarik,  jangan-jangan ada suap dalam pemberian izin. Kita tahu,  izin belum clear and clean ada ribuan. Jangan-jangan, ini ada irisan dengan korupsi,” katanya.

Dari berbagai kasus korupsi kehutanan ditangani KPK,  ada kasus sampai kini belum tuntas, yakni korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.  Hingga kini, tujuh orang kena hukuman, seperti Putranefo (Direktur Masaro Radiokom),  Wandoyo Siswanto (kuasa pengguna anggaran) Juga empat mantan anggota DPR (Yusuf Erwin Faisal,  Hilman Indra, Azwar Chesputra dan Fachri Leluasa),  serta Anggoro Widjojo (swasta). “Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban hingga kini masih lolos jerat hukum,” katanya.

Dilla juga menyoroti korporasi terjerat minim.  Padahal,  dalam UU Tipikor maupun UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),  korporasi bisa dijerat.  Sejauh ini, dipidana hanya pengusaha, korporasi lolos jeratan hukum.

Dia berharap,  pimpinan KPK mau memulai menjerat korporasi dalam korupsi kehutanan. Sanksi, katanya, menurut UU Tipikor dan TPPU bisa pembekuan izin, pembubaran juga kena sanksi denda. “Itu sangat bisa dilakukan. Sampai saat ini belum ada kemauan ke arah situ,” katanya.

Tak jauh beda pandangan Supriyadi Widodo Eddyono,  Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform. Dia  mengatakan, korupsi kehutanan,  penggunaan pasal TPPU,  stagnan.

“Regulasi TPPU di Indonedia sudah cukup kuat. Sudah tiga kali revisi. Tapi kalau kita cek kasus kehutanan,  penggunaan pasal TPPU jauh dari harapan.”

Dia menyoroti, tiga kasus besar korupsi sektor kehutanan, seperti Adelin Lis,  Marthen Reinow dan Labora Sitorus. Dalam kasus pembalakan liar menjerat Adelin Lis, penerapan pasal TPPU gagal karena tak masuk dakwaan jaksa penuntut umum.

JPU sengaja tak pakai UU TPPU. “Bisa jadi ada ketakutan atau kekhawatiran,  hingga hanya pakai UU Kehutanan.”

Pasca putusan,  Kepolisian menjerat Adelin dengan pidana TPPU.  Pada 31 Juli 2008, Majelis hakim Mahkamah Agung menjatuhkan pidana 10 tahun,  denda Rp1 miliar dan harus mengganti kerugian negara Rp119.802.393.040 serta US$2.938.556,24. “Sayangnya hingga kini Adelin masih menjadi buronan.”

Lalu kasus Marthen Renoiw,  pasal TPPU gagal karena surat dakwaan JPU bersifat alternatif. Hingga hakim PN Sorong membebaskan.

“Ini terjadi karena ketidaktahuan jaksa dalam merumuskan dakwaan yang baik dalam perkara TPPU.”

Korupsi kehutanan memasukkan pasal TPPU terjadi pada perkara Labora Sitorus. Pada Januari 2013, kala aparat kepolisian menyita 2.264 meter kubik kayu merbau dalam 115 kontainer yang dikapalkan dari Sorong ke Surabaya.  Mahkamah Agung 17 September tahun sama menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp5 miliar.

“Dari tiga kasus ini  menunjukkan cukup berat bagi Indonesia pakai pasal TPPU. Banyak tantangan.  Setelah kasus Labora Sitorus, tak ada lagi pakai pasal TPPU.”

Padahal,  penggunaan pasal TPPU dalam perkara korupsi kehutanan sangat penting.  “Aset hasil kejahatan lebih gampang dirampas.”  Jadi, katanya, perlu keberanian penegak hukum untuk menggunakan instrumen TPPU.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,