Inilah Profil Desa Waturaka di Kelimutu, yang Kembangkan Wisata Lingkungan dan Budaya

Desa Waturaka lokasinya terletak persis di bawah kaki Gunung Kelimutu yang terkenal berkat danau tiga warnanya. Keajaiban danau Kelimutu yang termasuk salah satu keajaiban dunia inilah yang mendorong wisatawan berlomba menyambangi tempat ini.

Selain mengandalkan keindahan dan keunikan alam yang ada seperti potensi wisata air terjun dan air panas, Desa Waturaka juga mengedepankan nilai-nilai budaya, lewat membangun relasi bersama masyarakat setempat untuk pengunjung. Termasuk di dalamnya, pengembangan homestay milik masyarakat.

Data yang diperoleh Mongabay dari Taman Nasional Kelimutu menyebutkan, hingga akhir Mei 2016 terdapat 21.088 orang mengunjungi Taman Nasional Kelimutu. Dari jumlah tersebut, 17.593 adalah wisatawan nusantara dan 3.495 wisatawan asing.

Sedangkan tahun 2016, tercatat peningkatan jumlah wisatawan, yaitu 50.324 wisatawan nusantara sementara wisatawan asing 12.633.Jumlah kunjungan ini meningkat dibandingkan tahun 2014 yang mana wisatawan nusantara 41.517 orang sedangkan wisatawan asal luar negeri sejumlah 13.184 orang.

“Bila wisatawan hanya datang dan melihat Kelimutu saja tentu masyarakat sekitar tidak mendapat keuntungan,” tutur Ferdinandus Watu, salah seorang fasilitator lokal dari CBT (Community Based Tourism) Swisscontact Wisata kepada Mongabay pertengahan Juni lalu.

“Berbeda jika kita mampu menyuguhkan pengalaman interaksi secara langsung antara pengunjung dengan tuan rumah. Jikalau ditempat lain wisatawan makan di restoran, di Waturaka mereka bisa menikamati makanan bersama tuan rumah dan bermalam di salah satu kamar yang disiapkan warga setempat atau homestay. Tujuannya agar wisatawan dapat mengalami hidup natural, original bersama masyarakat lokal.”

Dengan demikian menurutnya, CBT atau pariwisata berbasis masyarakat adalah konsep pembangunan pariwisata dengan mengedepankan partisipasi dan peran aktif masyarakat, yang berbasis konsep pariwisata ramah lingkungan.

Dengan CBT segenap potensi wisata dapat dimaksimalkan dan dikelola oleh masyarakat. Masyarakat pun akan turut memelihara, menjaga, dan melestarikan apa yang menjadi potensi mereka. Dengan demikian konsep CBT, dimulai dari bawah, dimana masyarakat ikut merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan.

“Melalui Pokdarwis (kelompok sadar wisata) desa wisata Waturaka, kami memberikan berbagai pendampingan dan berbagi pengetahuan  kepada masyarakat  berdasarkan kekuatan dan potensi yang ada di desa,” jelas Ferdinandus.

Lewat Pokdarwis pula, Swisscontact membantu untuk penguatan kelembagaan dan mendorong promosi pariwisata yang sebelumnya tidak bisa dilakukan oleh warga lokal. Pokdarwis juga sedang melakukan finalisasi peraturan desa Waturaka tentang pengelolaan wisata. Adapun Perdes ini merupakan yang pertamakalinya dibuat di desa Flores.

Turis yang terlibat langsung dalam aktivitas bersama warga. Foto: Ebed de Rosary
Turis yang terlibat langsung dalam aktivitas bersama warga. Foto: Ebed de Rosary

Disambut Positif

Robertus Lele adalah salah satu warga masyarakat yang ikut dalam program ini. Sejak Agustus 2015, dia membuka homestay. Menurutnya daripada tamu hanya datang berkunjung sehari dan langsung pulang, lebih baik diajak sekalian berbaur dengan masyarakat Waturaka.

“Turis betah karena mereka terjun langsung ke masyarakat dan berbaur bersama, bahkan masak juga sama-sama.Mereka diajak ke sawah dan bermain dengan anak-anak dan ikut bekerja membangun rumah. Ini yang tidak ada di negara mereka sehingga mereka senang dan terkesan. Kami juga miliki sanggar dan saat ada tamu kami pentas juga,” papar Robert.

“Kami juga kembangkan agro wisata, mengajak turis menanam padi,memanen sayur dan buah-buahan.“

Aloysius Jira Loi, Kepala Desa Waturaka pun mendukung program ini. Menurutnya, pertanian dan aktivitas keseharian masyarakat keduanya tidak dapat dipisahkan dan dapat disandingkan dengan konsep pengembangan pariwisata.

Dari pihak turis yang berkunjung mereka pun turut menikmati wisata berbasis lingkungan dan masyarakat. Salah satunya Franeiron Madison, asal Inggris. Menurutnya, dia amat menikmati saat bisa bekerja di sawah dan berbaur bersama masyarakat saat menjalankan keseharian.

Pengalaman serupa dijumpai oleh Jeroi Pinero Fernandez asal Spanyol. Menurutnya, dia mendapat pengalaman baru.

“Saya turut menanam padi, dan memetik buah stroberi, serta sayuran lain dari kebun. Ini sebuah pengalaman berharga yang tidak kami dapatkan di tempat kami tinggal,” jelas pria asal Barcelona ini.

Desa Waturaka sendiri berturut-turut terpilih sebagai juara pertama Desa Wisata sekabupaten Ende pada tahun 2014 dan 2015. Terdapat 15 homestay warga yang diperuntukkan sejak desa ini dideklarasikan sebagai desa wisata. Di masing-masing homestay umumnya terdapat dua kamar yang tersedia bagi wisatawan.

Artikel yang diterbitkan oleh
,