, , , ,

Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM

Para aktivis penolak reklamasi Teluk Benoa Bali mendatangi Komnas HAM di Jakarta, Selasa (28/6/16) melaporkan tindakan kekerasan kala pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) 11 Juni di Lapangan Renon Denpasar. Dua aktivis ForBali, Suryadi Darmoko dan Adi Sumiarto mendapatkan intimidasi paksaan melepas baju bertema “Bali Tolak Reklamasi” dan pemukulan oleh aparat keamanan.

“Saat itu PKB langsung dibuka Presiden Jokowi. Saya bersama teman-teman datang ke lokasi menggunakan kaos Bali Tolak Reklamasi. Dihadang aparat keamanan. Saya dilarang menyaksikan pembukaan PKB,” kata Suryadi, Direktur Walhi Bali.

Tak hanya dia yang mengalami kekerasan, juga rekan-rekan aktivis tolak reklamasi Benoa. Kala interogasi kepolisian, terlontar ucapan larangan memakai baju bertema tolak reklamasi. Kala itu, beberapa aktivis ForBali dikumpulkan di satu titik dan dihadang menyaksikan gelaran itu.

“Saat itu,  terjadi perdebatan panjang. Kami merasa tak melanggar aturan, tak ada aturan melarang penggunaan baju tolak reklamasi. Kami memilih bertahan. Saya dan teman mengatakan,  akan melihat pembukaan di pinggir, tak di depan Presiden. Tetap ditolak. Kami harus ganti atau buka baju,” katanya.

Akhirnya, aparat mengeluarkan teriakan dan memaksa para aktivis keluar acara. Moko bertahan di lokasi didorong diduga oleh aparat kepolisan atau TNI. Hingga terjadi pemukulan.

“Saya terkena pukulan di rahang sebelah kanan sampai kepala berkunang-kunang. Rekan saya Adi Sumiarta terkena pukulan di leher kiri bagian belakang tiga kali. Pukulan sangat terlatih dan di titik melumpuhkan kami. Kami pikir itu itu aparat.”  Saat penghadangan, katanya, Moko ingat betul di sekitar lokasi ada kepolisan. “Saya mencatat nama dari I.B. Aditia M.B. Saya lihat jelas, dia sejak awal aktif mengumpulkan kami di satu titik. Dia juga mengejar rekan lain. Saat pemukulan, ada beberapa polisi berjaga. Tak jauh dari situ ada pos polisi.  Pelarangan mengenakan baju tolak reklamasi disaksikan langsung bahkan oleh kepolisan,” katanya.

Selebihnya dia tak melihat jelas. Moko beranggapan, aparat keamanan di lokasi tahu persis terjadi pemukulan. Dalam tayangan video yang didokumentasikan, jelas ada pembiaran dari kepolisan.“Saat itu yang menggunakan baju tolak reklamasi sekitar 10 orang, mengalami pemukulan dua orang.”

Dia berharap Komnas HAM memantau serius proyek reklamasi Teluk Benoa, supaya tak ada intimidasi ataupun pengekangan kebebasan berekspresi dan pemukulan.

I Made Ariel Suardana, Tim Advokasi ForBali mengatakan, laporan ke Komnas HAM terkait banyak pemberangusan, penurunan, penghilangan baliho Bali Tolak Reklamasi. Termasuk intimidasi dan ancaman psikologis. “Kami juga sertakan rangakaian kronologis dan rekaman video delapan adegan.”

Dia meminta Komnas HAM segera menyelidiki pelanggaran HAM ini. Dia berharap, Komnas HAM bisa memberikan rekomendasi agar pelaku mendapatkan sanksi baik pidana maupun administratif berupa pemecatan.

“Dalam pemukulan dan pemaksaan pelepasan atribut atau baju, ada tindakan aktif oleh orang-orang memakai baju bertuliskaan Turn Back Crime.  Apakah mereka dari TNI, Polri atau bahkan preman? Kami serahkan kepada Komnas HAM. Jika dari TNI atau Polri, harusnya dapat ditindak pidana maupun administratif.”

Dia yakin, pelarangan ini oleh aparat Negara.  Apalagi, setiap perdebatan, selalu dia mengatakan ada perintah atasan. “Kami yakin, tindakan ini terstruktur atas perintah dan komando.”

Juru bicara Walhi Nasional Khalisah Khalid mengatakan, Komnas HAM harus konsen dan memberikan perhatian pada kasus ini selain proyek reklamasi Benoa sendiri yang banyak indikasi pelanggaran HAM. “Ini sistematis buat membungkam suara kritis masyarakat menolak reklamasi.”

Kejadian ini, katanya, bukan kali pertama. Intimidatif, katanya, seringkali terjadi, misal, Presiden datang ke Bali. Dia merasa aneh karena aparat dan pemerintah daerah seakan-akan meutupi aksi kritis masyarakat menolak reklamasi. Seolah, katanya,  ingin menunjukkan kepada Presiden bahwa di Bali tak ada penolakan reklamasi Benoa.

“Padahal nyata upaya perlawanan masyarakat makin masif di hampir semua bendesa adat. Ini lucu, era terbuka, para pihak itu mencoba membohongi Presiden. Kami sudah menyampaikan ini ke semua institusi negara termasuk Presiden,” ujar dia.

eta perbandingan antara kedua Perpres yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum masa kepemimpinan berakhir, yang memberikan lampu hijau reklamasi Teluk Benoa. Sumber: ForBali

Kini sudah ada pernyataan resmi 38 bendesa adat menolak reklamasi Benoa. Mereka dari Badung, Denpasar, Gianyar dan Karangasem. Di hamper semua wilayah Bali, penolakan juga dilakukan organisasi pemuda adat.

Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Siane Indriani mengatakan, hal krusial dalam reklamasi di Teluk Benoa dimulai kala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengeluarkan Perpres 51 tahun 2014. SBY mengubah Teluk Benoa dari awal kawasan konservasi menjadi pemanfaatan hingga memungkinkan masuk reklamasi.

Masyarakat Bali, katanya,  menganggap Benoa, wilayah sangat penting. Sosialisasipun tak terbuka dan hanya sebagian. “Walaupun dijelaskan reklamasi akan memberikan dampak ekonomi tetapi belum clear mengapa wilayah konservasi jadi pemanfaatan. Kalau alasan ada pendangkalan, tol dan pelabuhan, kan harusnya mengapa dibangun? Kalau memang konservasi, seharusnya kembalikan lagi.”

Tambah lucu lagi kala muncul istilah revitalisasi yang ternyata pengembangan kawasan wisata modern. Ada beberapa hal membuat masyarakat taka man dengan Bali sebagai kawasan adat dan budaya, tempat suci upacara melasti. Belum lagi, katanya,  masyarakat Bali khawatir reklamasi akan mempengaruhi ekonomi masyarakat karena akan banyak tenaga asing masuk.

Dari sisi lingkungan hidup, katanya,  juga berpotensi merusak. “Kita menunggu hasil Amdal, semula bakal selesai April atau Mei, sampai sekarang belum selesai. Saya sudah turun ke lapangan beberapa kali bertemu masyarakat adat.” Dia khawatir, kala reklamasi berjalan, khawatir terjadi konflik horizontal antara orang-orang pro dan kontra. “Ini ada semacam gerakan yang kalau tak disikapi serius oleh pemerintah pusat, konflik horizontal bisa terjadi.”

Dalam jangka panjang juga ada kekhawatiran. Selama 30 tahun kawasan itu dikuasai swasta. Kondisi ini akan berpengaruh pada keamanan. Bisa saja,  katanya, kawasan reklamasi itu jadi jalur narkoba masuk.

Dia sudah bertemu Gubernur Bali. Gubernur mengatakan, kalau reklamasi kebijakan pusat. Gubernur bilang, pemda tak punya kewenangan lagi.  “Katanya itu kewenangan Presiden. Kami meminta Presiden tegas. Kami ingin reklamasi dikaji ulang. Kalau masyarakat merasakan manfaat, tentu mereka mendukung. Kalau tak membawa manfaat, ya otomatis menolak,” kata Siane.

Dia meminta,  pemerintah mengajak masyarakat berdialog terbuka mengenai kebijakan ini. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat kalah karena investor. Komnas HAM, katanya,  akan fokus memantau berbagai proyek reklamasi. Tak hanya Bali, juga daerah lain seperti Manado dan Jakarta.

Para aktivis lingkungan yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali, melaporkan kasus intimidasi dan pemukulan mereka ke Komnas HAM. Foto: Indra Nugraha
Para aktivis lingkungan yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali, melaporkan kasus intimidasi dan pemukulan mereka ke Komnas HAM. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,