Terumbu Karang di Indonesia Kondisinya Krusial. Ada Apa?

Indonesia berkomitmen untuk terus menjadi pemimpin dalam pengelolaan dan penyelamatan terumbu karang yang ada di kawasan segitiga karang (coral triangle) yang meliputi enam negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Timor Timur, dan Kepulauan Solomon. Langkah itu dinilai akan menyelamatkan terumbu karang di seluruh dunia.

Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi saat membuka kegiatan pertemuan konsultasi tentang terumbu karang dunia yang digelar di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (28/06/2016).

“Sekarang itu terumbu karang sudah masuk dalam tahap krusial. Jika tidak dikelola dengan baik, maka ancaman kepunahan pada terumbu karang akan tidak bisa dihindari lagi,” ungkap dia.

Brahmantya mengatakan, hasil riset menjelaskan bahwa terumbu karang yang ada di Indonesia terancam akan punah pada 2050, bila tanpa usaha yang jelas. Usaha yang dimaksud, adalah bagaimana menjaga dan mengelola terumbu karang dalam pengelolaan berkelanjutan.

“Kami paham bahwa hanya itu yang bisa kami lakukan untuk menjaga terumbu karang tetap bagus,” ucap dia.

Lebih lanjut Brahmantya menuturkan, dalam melakukan pengelolaan terumbu karang, pihaknya harus menghadapi beragam masalah pelik. Di antaranya adalah, metode perikanan tangkap yang tidak berkelanjutan, polusi yang ada di daratan maupun perairan, buruknya kualitas air yang ada di kawasan perairan, deforestasi, dan juga meningkatnya suhu udara yang ada di samudera.

“Kondisi itu ikut memengaruhi perkembangan terumbu karang. Saat ini, karena suhu yang terus meningkat, pemutihan karang sudah tidak bisa dicegah lagi,” jelas dia.

Seperti diketahui, sebagai negara kepulauan dengan 17.504 pulau, luas terumbu karang di Indonesia mencapai 75.000 km persegi atau mencapai 14 persen dari total terumbu karang yang ada di dunia. Dengan fakta tersebut, Indonesia kini menempatkan terumbu karang sebagai ekosistem kelautan yang penting.

Sejak lama, keberadaan terumbu karang sudah menjadi penyokong kehidupan untuk banyak spesies ekosistem laut. Termasuk, ada 250 juta jiwa yang bergantung pada pantai yang memanjang hingga 6 juta kilometer persegi di wilayah Asia Pasifik.

Tindak Lanjut Pertemuan Nairobi

Pertemuan yang digelar di Manado, menjadi tindak lanjut dari pertemuan serupa yang digelar pada 23-27 Maret lalu di Nairobi, Kenya. Pertemuan tersebut melaksanakan Sidang Umum PBB Bidang Lingkungan kedua (United Nations Environment Assembly/UNEA-2). Pertemuan di Nairobi tersebut melahirkan resolusi pengelolaan terumbu karang berkelanjutan (coral reefs sustainable management)

Di Manado, Indonesia bekerja sama dengan United Nations Enviroment Programme (UNEP) dan menghadirkan delegasi dari 61 negara.

Dirjen PRL Brahmantya Satyamurti Poerwadi menjelaskan,pelaksanaan pertemuan ini sangat strategis karena hasilnya akan menjadi sebuah rekomendasi, arahan dan panduan bagi UNEP dalam langkah dan tindak lanjut UNEA-2.

Ada dua pembahasan dalam pertemuan di Manado tersebut, yaitu tentang pemutihan karang (coral bleaching) dan tentang sampah di laut. Dua bahasan tersebut akan dicarikan rekomendasi untuk menjadi solusi dalam penanganan kedua isu tersebut.

Koordinator UNEP Pacific Office Sefania Nawdara dalam kesempatan yang sama menjelaskan, terumbu karang harus dikelola dengan baik, karena itu berkaitan erat dengan masalah keamanan pangan (food security) di seluruh dunia.

Kondisi terumbu karang yang telah memutih di perairan Pulau Merak pada (24/416). Foto: Club Diving Universitas Bung Hatta Padang, Indrawadi Mantari
Kondisi terumbu karang yang telah memutih di perairan Pulau Merak pada (24/416). Foto: Club Diving Universitas Bung Hatta Padang, Indrawadi Mantari

Menurut dia, banyak kejadian luar biasa di seluruh dunia yang diakibatkan pada keracunan pangan. Untuk itu, diperlukan penanganan yang komprehensif agar keamanan pangan bisa terjamin bagi siapa pun dan dalam kondisi apa pun.

“Pencegahan itu sangat perlu dilakukan. Karenanya harus ada pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan,” jelas dia.

Berkaitan dengan kejadian yang terjadi saat ini, seperti pemutihan karang dan sampah yang terus bertambah di laut, menurut Sefania, itu juga harus diatasi bersama dan dicarikan solusi komprehensif.

Karena, dia mengungkapkan, untuk pemutihan karang, itu berkaitan dengan banyak hal dan itu saling keterkaitan antara satu dengan yang lain. Salah satunya, adalah suhu udara di bumi yang meningkat dan mengakibatkan pemutihan terumbu karang.

Sementara itu, Staf Ahli KKP Suseno Sukoyono mengatakan, permasalahan yang terjadi di laut saat ini, memang harus menjadi perhatian semua pihak. Karena, laut adalah tempat untuk banyak orang mengais rejeki.

Salah satu yang menjadi sorotan dalam permasalahan di laut, kata dia, adalah pemutihan terumbu karang yang diakibatkan adanya kenaikan suhu di permukaan air laut. Selain itu, masalah sampah juga hingga kini belum ditemukan solusi yang pas untuk mengatasinya.

“Dua permasalahan tersebut berkaitan erat dengan perilaku manusia yang ada di darat maupun sedang di laut. Karena itu, jika kita ingin mengatasi persoalan tersebut, maka kita harus libatkan manusia,” jelas dia.

Karena manusia berperan penting, Suseno menambahkan, untuk mengelola terumbu karang, diperlukan juga keterlibatan manusia. Selain manusia, faktor lain yang ikut berperan dalam mengelola terumbu karang, adalah pendanaan.

“Di Indonesia, hingga kini belum ada aturan khusus untuk pendanan lingkungan. Dalam anggaran pun, lingkungan itu masih menjadi bidang pilihan dan bukan yang utama,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,