Pesan Peduli Alam dari Band Nosstress

“Ini serius… Tentang Bumi ini, Alam ini… Dan kebun di depan rumahku.Tentang pohon pisang…Tentang rumput liar…Tentang capung…tentang burung…Tentang kenyataan bahwa semuanya tak seindah dulu.Kita harus menanam kembali… Hijau saat ini dan nanti… Kita harus menanam kembali…Satu saja sangat berarti untukmu. Tanam saja. Tanam sajalah. Alam sehat, tanggung jawab.”

Sepenggal lirik lagu berjudul “Tanam Saja” karya grup band Bali Nosstress, mengajak semua merefleksikan kondisi alam yang makin tertekan. Mereka juga mengajak aksi konkrit menghijaukan kembali lewat menanam.

Nosstress terbentuk diawali pertemanan di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 2007. Mereka sesama penyuka musik. Awalnya, mereka membawakan lagu orang lain, lalu mencipta sendiri. Album pertama berjudul “Perspektif Bodoh” pada 2011. Band akuistik beraliran folks dengan personil Nyoman Angga, Gunawarma Kupit, dan Cok Bagus Pemayun, ini menjadikan musik buat bersenang-senang.

Lewat lirik dan lagu, Nosstress menyederhanakan kritik, optimisme, dan kepedulian terhadap lingkungan dalam cerita keseharian sekitar. Saya berkesempatan mewawancarai mereka ketika manggung di Solo belum lama ini. Berikut petikan wawancaranya:

Mengapa lagu-lagu Nosstress mengangkat persoalan lingkungan?

Dari dulu kami tak pernah men-setting menjadi band buat menyuarakan lingkungan. Kebetulan kami membuat lagu tak bisa berpikir lebih jauh dari lingkungan sekitar. Apa yang terjadi, saat ini banyak ketidakadilan lingkungan baik skala kecil maupun besar. Tak langsung kami membuat lagu tentang persoalan ini. Seperti beberapa lagu kami berjudul Tanam Saja, Ini Judulnya Belakangan. Untuk lagu lain, walau tak bicara langsung tentang lingkungan, semua berkaitan.

Bagaimana kalian melihat persoalan lingkungan di Bali?

Banyak persoalan lingkungan di Bali. Paling besar, penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa. Budaya Bali terancam hilang jika Teluk Benoa diuruk.

Pariwisata di Bali juga ikut berperan merusak interaksi sosial dan budaya masyarakat, terutama lingkungan. Pariwisata di Bali membuat masyarakat cenderung lebih individual, padahal masyarakat Bali dikenal saling gotong- royong.

Perubahan sangat kelihatan dari segi lingkungan. Semasa kami kecil, udara dingin. Iklim tak se-ekstrim sekarang. Sudah sangat berbeda. Saat ini banyak resort, perhotelan bahkan melebihi batas, hingga kini terus dibangun. Terlalu banyak bangunan dan hotel, dampak besar nanti Bali kehilangan sumber air. Investor hanya investasi dan dapat keuntungan cepat,  jangka panjang orang-orang Bali-lah yang akan merasakan dampak buruk.

Band Nosstress, banyak membawakan maupun menciptakan lagu-lagu soal lingkungan. Foto: dokumen Nosstress
Band Nosstress, banyak membawakan maupun menciptakan lagu-lagu soal lingkungan. Foto: dokumen Nosstress

Nosstress terlibat penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, Mengapa?

Kita hidup berangkat dari berinteraksi bersama banyak komunitas. Ketika kami merasa ada suatu perjuangan sama menjaga alam Bali, sudah semestinya ikut. Tidak ada motif apa-apa. Karena ada ketidakadilan rencana reklamasi Teluk Benoa.

Kami membela alam yang selama ini menjadi tempat tinggal kami. Ketika orang bertanya, kenapa perlu makan? Karena kita mau hidup. Mengapa ikut tolak reklamasi? karena kami hidup, perlu lingkungan sehat. Kami harus bergerak bersama lewat cara yang kami bisa. Fakta, reklamasi Teluk Benoa ditolak berbagai lapisan masyarakat Bali, baik kelompok masyarakat adat, akademisi, musisi dan seniman serta organisasi masyarakat sipil bahkan organisasi bidang pariwisata.

Mengacu data ForBALI, reklamasi Teluk Benoa akan mengubah arus air laut hingga memperparah abrasi seperti di Semawang, Tanjung Benoa, Sanur, Lebih (Gianyar), dan pantai lain sekitar. Rencana pengerukan laut di Sawangan untuk reklamasi Teluk Benoa juga mengorbankan lingkungan laut di ujung selatan Bali. Pembangunan fasilitas pariwisata di atas lahan reklamasi jelas tak stabil. Bali terlalu penuh dengan pembangunan pariwisata. Reklamasi Teluk Benoa hanya memperparah ketidakseimbangan pembangunan di Bali.

Aksi penolakan rencana reklamasi tampaknya ada balasan, misal, dengan perusakan baliho tolak reklamasi. Bagaimana Nosstress melihat masalah ini?

Dari awal proyek reklamasi diawali kebohongan, ketidakjujuran dan kelicikan. Segala hal mulai kecurangan dan kelicikan. Mereka akan melakukan segala hal untuk menutup-nutupi itu. Salah satu menggunakan cara licik juga, seperti membungkam aspirasi rakyat lewat perusakan baliho. Aksi perusakan itu malah makin menyulut kawan-kawan tolak reklamasi keras melawan. Artinya, ketika merusak satu  baliho, kami pasang berkali lipat.

Bagaimana Nosstress melihat sikap pemerintah Bali?

Karakter pemimpin dan pemerintah di Bali kacau, walau ada yang punya niat membela alam tetapi minoritas. Pemerintah tak pernah berpikir, reklamasi pantai punya daya rusak pada ekosistem pesisir dan laut antara perubahan pola sedimentasi akibat perubahan garis pantai dan hidrologi. Ekosistem mangrove di pesisir pantai reklamasi atau kawasan sekitar juga akan rusak. Reklamasi ini model pembangunan yang harus dikaji menyeluruh. Ini menujukkan pemerintah tak mau belajar dari sejarah reklamasi sebelumnya seperti di Pulau Serangan, Bali.

Pemimpin di Bali abai menerapkan prinsip Tri Hita Karana. Padahal prinsip ini penting. Bagaimana hidup harus menyeimbangkan seberapa kita memberi dan menerima, baik kepada manusia, alam dan pencipta. Tri Hita Karana membawa pesan tentang harmoni kehidupan. Dampaknya semua kebijakan dimanipulasi, hubungan baik dengan Tuhan, seperti tempat ibadah sebesar-besarnya, namun merusak alam.

Apa harapan Nosstress terhadap pemerintah Bali guna menekan perusakan alam?

Kami tk punya harapan terhadap pemerintah. Yang kami gantungkan hanya suara rakyat makin kuat bersatu melawan kebijakan rakus. Seperti perjuangan tolak reklamasi, dulu dari sedikit orang, sekarang perlawanan makin besar dan tak bisa dibendung. Jika memang masih punya hati nurani, setop kebijakan merusak alam Bali.

Pesan Nosstress kepada masyarakat, dan penggemar?

Secara prinsip, kami tak menuangkan pesan apapun kepada siapapun. Dari dulu kami lakukan apa yang baik. Ketika orang melihat kegiatan kami positif, mungkin mereka mau meniru. Tntinya, kita harus berkarya dulu yang bagus, orang akan melihat. Jika itu bagus, mereka ikut. Jadi kepedulian terhadap apapun termasuk lingkungan, terbentuk atas dasar keinginan diri sendiri.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,