Susi Sarankan Review Perpres Sarbagita Menyangkut Reklamasi Teluk Benoa

Desakan untuk tidak memperpanjang izin lokasi kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dalam proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali, nampaknya tidak akan dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal itu, kewenangan KKP untuk izin lokasi saat ini masih dibatasi oleh aturan yang ada.

Menteri Kelautan dan Perkanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, aturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden No.51/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No.45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan).

Perpres itu merupakan pedoman bagi pengelolaan pengembangan kawasan Bali Selatan/Sarbagita dan alokasi tata ruang di kawasan tersebut. Sehingga setiap permintaan izin pemanfaatan ruang, di kawasan Benoa harus mengacu pada Perpres 51/2014.

“Setiap permintaan izin pemanfaatan ruang / lokasi, disetujui / diterbitkan apabila sesuai dengan pedoman teknis dalam Perpres 51/2014. Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud Perpres No.51/2014 bukan merupakan izin pelaksanaan kegiatan reklamasi,” kata Susi dalam siaran pers yang diterima Mongabay, Rabu (20/07/2016).

Dia menjelaskan izin pelaksanaan kegiatan reklamasi diterbitkan apabila AMDAL yang mencakup aspek lingkungan hidup, sosial dan budaya telah dilakukan, dan hasilnya menyimpulkan bahwa kegiatan ini layak. Izin (kelayakan) lingkungan yang didasarkan pada hasil Amdal diterbitkan oleh Kementerian yg berwenang berdasarkan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Susi mengatakan KKP tidak memiliki otoritas dan kewenangan untuk memutuskan rencana kegiatan reklamasi Teluk Benoa itu diperbolehkan atau dilarang.

“Kewenangan kita masih di bawah Perpres tersebut. Jadi, memberi ataupun menolak perpanjangan izin lokasi, itu tetap saja akan terjadi perpanjangan otomatis untuk izin lokasi,” ucap dia di Jakarta, Senin (18/7/2016).

Menurut Susi, walaupun izin lokasi akan mendapat perpanjangan pada 25 Agustus mendatang, namun masyarakat harus paham bahwa izin tersebut sifatnya hanya prinsip dan bukan pelaksanaan. Itu artinya, adanya izin lokasi, tidak berarti akan ada izin pelaksanaan untuk reklamasi Teluk Benoa.

“Itu memang garansi yang kita berikan. Karena, masyarakat harus tahu bahwa proses untuk penerbitan izin pelaksanaan reklamasi itu prosesnya harus dari izin lokasi,” ungkap dia.

Jika izin lokasi sudah diterbitkan, Susi menjelaskan, maka pengusaha akan bisa melanjutkan tahapan berikutnya untuk uji analasis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang prosesnya ada di pihak Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK).

“Setelah uji AMDAL, maka tahapan berikutnya adalah izin pelaksanaan. Namun, izin pamungkas ini akan sangat tergantung pada uji AMDAL. Jika memang hasilnya dinyatakan tidak layak, maka tidak akan ada izin,” sebut dia.

Kerusakan hutan mangrove Teluk Benoa, terus terjadi untuk berbagai alih fungsi. Kini, ancaman terbesar di depan mata. Hutan mangrove Teluk Benoa bakal direklamasi menjadi beragam fasilitas pariwisata. Layakkah pariwisata mengorbankan alam? Foto: Anton Muhajir
Kerusakan hutan mangrove Teluk Benoa, terus terjadi untuk berbagai alih fungsi. Kini, ancaman terbesar di depan mata. Hutan mangrove Teluk Benoa bakal direklamasi menjadi beragam fasilitas pariwisata. Layakkah pariwisata mengorbankan alam? Foto: Anton Muhajir

Adapun, agar izin AMDAL bisa keluar, Susi mengungkap bahwa siapa pun yang memiliki rencana proyek, harus bisa memenuhi persyaratan utama, yakni tidak melanggar peraturan yang ada dan tidak merusak lingkungan.

Namun, Susi kemudian memperjelas, meski dari hasil uji AMDAL ternyata ada permasalahan, izin pelaksanaan masih bisa dikeluarkan. Tetapi syaratnya adalah, pengusaha harus memenuhi persyaratan yang kurang dan termasuk harus membangun beragam fasilitas pendukungnya.

“Jika ternyata tidak sanggup dari pengusaha atau investor, ya izin pelaksanaan kita tidak akan keluarkan sama sekali. Selesai,” kata dia.

Saran Revisi Perpres

Dengan makin menguatnya penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, terutama di kalangan masyarakat Bali, maka KKP mengusulkan segera dilakukan review ulang Perpres 51/2014 oleh tim independen yang didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan dengan memperhatikan dinamika publik (sejalan dengan UU 32/2009 dan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang);

“Selama masa review, maka seluruh upaya pengembangan Teluk Benoa ditangguhkan sampai menunggu hasil review ditetapkan. Selama masa review, dilakukan komunikasi intensif dengan berbagai pihak terkait,” jelas Susi

Masyarakat Jangan Salah Paham

Susi Pudjiastuti mengaku paham dengan kekhawatiran masyarakat umum, utamanya yang ada di Bali, berkaitan dengan proyek reklamasi Teluk Benoa. Namun, dia mengingatkan, saat ini proyek tersebut masih tahap awal dan tidak ada garansi kalau proyek tersebut akan dilaksanakan nantinya.

“Saya minta jangan dipelintir-pelintir. Karena memang ada izin lokasi, tidak berarti akan ada izin pelaksanaan. Jadi masyarakat tidak perlu takut,” ucap dia.

Karena izin lokasi adalah konsekuensi dari Perpres Nomor 51 Tahun 2014, Susi meminta semua pihak untuk bisa memahami bahwa yang sedang terjadi adalah proses dasar dan alamiah dari sebuah proyek pembangunan.

“Justru, kalau saya tidak memberi izin lokasi lagi, saya nanti menyalahi aturan dan saya dikira sentimen pada pengusaha. Izin lokasi akan diberikan kepada siapa pun yang ingin melakukan uji AMDAL,” jelas dia.

Aksi Band Superman Is Dead tak terlihat dikerubung massa aksi deklarasi desa Sanur-Intaran-Penyaringan yang meminta Presiden Jokowi membatlkan Perpres tentang Sarbagita dan Teluk Benoa. Foto : Luh De Suriyani
Aksi Band Superman Is Dead tak terlihat dikerubung massa aksi deklarasi desa Sanur-Intaran-Penyaringan yang meminta Presiden Jokowi membatlkan Perpres tentang Sarbagita dan Teluk Benoa. Foto : Luh De Suriyani

Sebelumnya, Koordinator Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi yang juga Bendesa Adat Kuta Wayan Suarsa mendesak KKP untuk menolak perpanjangan izin lokasi yang akan berlaku hingga dua tahun ke depan. Penolakan tersebut menjadi sangat penting, karena izin lokasi akan berdampak signifikan ke depannya.

“Kita sudah paham bahwa izin lokasi ini menjadi cikal bakal dari izin pelaksanaan reklamasi di Teluk Benoa. Karenanya kita tolak dan kita desak KKP untuk tidak memperpanjangnya. Ini menjadi harga mati bagi kami,” ungkap dia saat bertemu Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Wayan Suarsa, dengan ditolaknya izin lokasi, maka ke depan kondisi Bali akan lebih kondusif lagi. Namun, jika sebaliknya, maka Bali akan kembali bergejolak karena masyarakat Bali sama sekali tidak menginginkan reklamasi.

“Buat apa membuat rencana yang tidak diinginkan oleh masyarakat Bali sama sekali. Buat apa membuat pulau yang di atasnya dibangun hotel, jika di pulau Bali saja masih ada ribuan hotel yang bisa dipakai,” jelas dia.

Wayan Suarsa kemudian mengingatkan kepada semua, jika ada yang meragukan apa yang dilakukan seandainya izin lokasi ditolak, dengan tegas dia mengatakan bahwa Teluk Benoa akan langsung dibersihkan. Jawaban tersebut sekaligus untuk membantah anggapan bahwa penolakan reklamasi Teluk Benoa itu mengada-ada.

“Kami tidak mengada-ada. Ini harga mati. Kalau aspirasi kami tidak diperhatikan, maka kami akan turun ke jalan lebih banyak lagi,” tandas dia.

Wayan Suarsa sendiri mengklaim datang ke Jakarta mewakili 63.835 kepala keluarga (KK) yang hidup di sekitar Teluk Benoa.

Sementara Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali yang juga Koordinator Forum Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) Wilayah Bali Wayan Gendo Suardana meminta ketegasan dari KKP dan juga Pemerintah Pusat untuk menyikapi persoalan rencana reklamasi di Teluk Benoa dengan lebih seksama.

“Jangan sampai kasus Teluk Jakarta terulang lagi di Teluk Benoa. Karenanya, mumpung ini masih awal, maka kita akan menolaknya dengan keras. Kita harus bisa mendesak Pemerintah,” pungkas dia.

Selain Wayan Suarsa dan Wayan Gendo, rombongan juga diikuti 2 perwakilan mewakili desa adat dan tokoh Bali.  Antara lain  Bendasa Adat Kelan, Bendesa Adat, Serangan, Bendesa Adat Sanur), Direktur Eksekutif Walhi Bali Suriadi Darmoko, dan Khalisa Khalid dari WALHI.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,