Opini: Keberhasilan Peningkatan Populasi Badak Sumatera Itu Nyata

Lahirnya badak sumatera betina ke dua, 12 Mei 2016, yang berjarak empat tahun dari kelahiran badak jantan pertama, Andatu, merupakan kabar gembira. Juga, pembuktian nyata Indonesia, khususnya SRS-YABI (Yayasan Badak Indonesia) di Way Kambas, Lampung, yang mampu “mengembangbiakkan” badak sumatera dengan bantuan teknologi reproduksi, guna menambah populasi satwa bercula dua ini di dunia.

Prestasi ini bukan datang dengan sendirinya. Butuh waktu panjang, mulai dari dibangunnya Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung (1996), hingga Andatu lahir di 2012, dari pasangan Andalas dan Ratu.

Awal 1998, adalah awal dipeliharanya tiga ekor badak di SRS yaitu Torgamba (jantan), Bina dan Dusun yang keduanya betina. Tiga badak ini merupakan bagian dari upaya Program Penyelamatan Badak Sumatera ke Kebun Binatang di Indonesia, Malaysia, Eropa, dan Amerika antara 1985-1992.

Melalui program tersebut, dari 1985-1992, ada 18 badak sumatera yang ditangkap dari habitat liarnya di Riau dan Bengkulu untuk dipelihara di kebun binatang di Indonesia dan luar negeri itu. Namun, hingga tahun 2000, tercatat sebanyak 13 ekor badak yang berada di sejumlah kebun binatang tersebut mati. Dari lima badak tersisa itu, tiga ekor (Torgamba, Bina, dan Dusun) dikirim ke SRS, dan dua sisanya yang berada di Amerika Serikat (Ipuh dan Emi) berhasil berkembang biak.

Ratu bersama anak ke duanya berkelamin betina. Foto: Stephen Belcher/Canon/IRF/YABI
Ratu bersama anak ke duanya berkelamin betina. Foto: Stephen Belcher/Canon/IRF/YABI

Torgamba adalah badak pertama yang ditangkap di hutan Riau, 25 November 1985, dan menghuni 12 tahun di Kebun Binatang Howletts and Port Lympne, Inggris, sebelum dipulangkan ke Indonesia lagi. Bina ditangkap pada 17 Mei 1991 di Bengkulu, dan berada di Taman Safari Indonesia tujuh tahun lamanya. Sedangkan Dusun, badak asal Malaysia yang ditangkap 9 September 1986, merupakan pertukaran dengan badak jantan dari Riau. Sebelumnya, ia tinggal di Kebun Binatang Ragunan selama 11 tahun.

Tiga badak penghuni baru SRS tersebut, nyatanya tidak semua memiliki kesehatan reproduksi yang baik. Hanya Bina yang diketahui fisiologi reproduksinya sehat, sementara Torgamba dan Dusun mengalami gangguan berat.

Dusun mempunyai penyakit degeneratif senilitas dan sudah tidak menunjukkan aktivitas seksual secara hormonal. Dusun mati pada 7 Februari 2001.  Sedangkan Torgamba, belakangan diketahui menderita oligozoospermia, yaitu jumlah sel spermatozoa yang sangat sedikit dan bergerak tidak normal. Dapat dikatakan, mandul. Walaupun puluhan kali dilakukan  perkawinan antara Torgamba dengan Bina, sejak 2002, akan tetapi kehamilan pada Bina tidak kunjung terjadi. Torgamba mati pada 24 April 2011.

Kelahiran pertama

Tahun 2005, SRS kembali kedatangan penghuni baru. Dua badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) betina yang secara reproduksi sehat.

Dua ekor badak betina yang diselamatkan dari konflik dengan masyarakat. Adalah Ratu, yang diperkirakan berumur lima tahun, yang masuk Desa Labuhah Ratu, pada September 2005. Desa ini jaraknya hanya dua kilometer dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Sedangkan November 2005, Rosa yang berumur empat tahun, yang sering keluar masuk permukiman penduduk di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), diselamatkan juga ke SRS. Rosa, selama dua tahun diperkirakan wara-wiri di wilayah masyarakat itu.

Jumlah penghuni SRS pun bertambah lagi. Tahun 2007, Andalas (badak jantan) usia 5,5 tahun yang berada di Kebun Binatang Los Angeles, Amerika Serikat, dipulangkan ke Indonesia. Saat itu, Andalas yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, 2001, belum mencapai kematangan seksual.

Andalas merupakan anak pertama dari pasangan Ipuh (jantan) dan Emi (betina) asal Bengkulu yang dikirim ke Amerika pada 1991. Ipuh dan Emi secara keseluruhan memiliki tiga anak yaitu Andalas, Suci (betina), dan Harapan yang semuanya lahir di Cincinnati. Suci yang yang lahir di 2004, mati pada 31 Maret 2014.  Sedangkan Ipuh juga sudah mati pada 2013, dan Emi mati pada September 2009.

Kematangan seksual Andalas, terjadi beberapa bulan kemudian setelah kedatangannya ke SRS, namun ia belum memiliki perilaku bercumbu (courtship behavior) yang baik. Sehingga, masih membutuhkan waktu lagi untuk terjadinya perkawinan.

Akhirnya perkawinan Andalas dengan Ratu menghasilkan keturunan. Kehamilan anak pertama yang terjadi pada 2011 itu, harus dibantu dengan tambahan hormon penguat kehamilan karena pada kehamilan sebelumnya, gugur dua kali di 2010.  23 Juni 2012, setelah 14 tahun SRS berjalan, Andatu lahir. Sehat.

Penting untuk diketahui, kunci keberhasilan perkawinan Ratu dan Andalas adalah pada penentuan waktu yang tepat saat menggabungkan mereka. Jika waktunya tidak akurat, atau saat betina tidak dalam kondisi reseptif terhadap jantan, keduanya akan menghindar. Paling fatal adalah terjadinya agresivitas dan perkelahian. Betina mengalami masa berahi hanya 24 jam setiap 20-24 hari, yang kondisinya dipantau dengan alat ultrasonografi.

Ratu yang merupakan badak sumatera asli Way kambas mempunyai perilaku perkawinan yang baik, dan cocok berinteraksi dengan Andalas yang merupakan jantan muda yang masih banyak belajar saat perkawinan pertama. Selain itu, penilaian perilaku penggabungan badak juga sangat penting, sehingga perkawinan dapat terjadi. Bukan perkelahian yang terjadi di antara keduanya.

Pemeriksaan kehamilan Ratu untuk anak ke duanya menggunakan USG oleh dokter hewan SRS, Zulfi Arsan. Foto: YABI

Kelahiran ke dua

Kabar gembira berlanjut. 12 Mei 2016 lalu, lahir lagi badak betina dari pasangan yang sama, Andalas dan Ratu. Tentu saja, kami terus berusaha untuk dapat menambah kelahiran badak di SRS sejak program ini berjalan.

Di awal, kami menggunakan penilaian fisik terhadap tanda-tanda berahi dan perilaku seksual badak betina saat berahi, tujuannya untuk menentukan waktu penggabungan dengan jantan. Selanjutnya, kami mempunyai dan menggunakan alat ultrasonografi guna memantau indung telur, yang sangat membantu menentukan waktu yang tepat untuk penggabungan. Dengan adanya dua kelahiran ini, sudah pasti kami mempunyai protokol yang dapat diadopsi untuk melakukan pengembangbiakan badak sumatera.

Selain perkawinan alami, kami juga melakukan teknik inseminasi buatan pada betina lain, hanya saja kehamilan dari inseminasi ini belum terjadi.

Kelahiran badak betina ke dua ini, tentunya tak lepas dari pengalaman kehamilan Ratu yang pertama. Kegagalan dan keberhasilan, kami jadikan acuan untuk menjaga kehamilan tersebut sehingga lancar tanpa didahului keguguran. Selain itu, kami juga mendapat masukan dari para pakar reproduksi baik dari dalam maupun luar negeri yang telah berhasil mengembangbiakkan badak sumatera.

Ratu dan Andatu, anak pertamanya di Juni 2012. Foto: YABI

Untuk Ratu, diperkirakan masih bisa memberikan keturunan 4-5 ekor lagi dengan jarak kelahiran 3-4 tahun. Analisa ini berdasarkan umur hidup badak yang mencapai 35 tahun, dan Ratu saat ini berusia 15 tahun. Dan juga, ada kemungkinan perkawinan dilakukan Ratu dengan badak jantan lain. Yaitu Harapan, adiknya Andalas yang lahir tahun 2007 dan telah didatang ke SRS dari Cincinati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, 2 November 2015.

Untuk usia kehamilan badak, berdasarkan data kehamilan lima badak sumatera yang ada, diperkirakan berlangsung 465-475 hari atau sekitar 15 bulan. Dengan kondisi lingkungan SRS yang merupakan habitat badak sumatera dan tata cara pemeliharaan yang membiarkan badak hidup di habitatnya hampir 24 jam setiap hari, kami pikir ada beberapa hal yang bisa dianggap sama dengan kondisi badak di alam. Sebut saja, proses perkawinan, lamanya kehamilan, grafik kenaikan berat badan induk dan konsumsi pakan, hingga proses kelahiran dan perkembangan anak.

Hanya saja, intervensi manusia berupa pemberian hormon pemelihara kehamilan serta pemantauan kehamilan dan kesehatan rutin, tidak bisa dijadikan hal mewakili kondisi di alam.

Torgamba dalam kenangan. Foto: SRS-YABI-TNWK
Torgamba dalam kenangan. Foto: SRS-YABI-TNWK

Potensi

Total, ada tujuh badak yang menghuni SRS yaitu tiga badak jantan (Andalas, Andatu dan Harapan) serta empat badak betina (Ratu, Bina, Rosa, dan adiknya Andatu). SRS memiliki luas sekitar 100 hektare, yang satu badak mendapatkan luasan 20 hektar sebagai ruang jelajahnya. SRS ini dipagar, dijaga, dan dipantau penuh selama 24 jam.

Di SRS, kesehatan badak merupakan upaya terdepan yang terus diperhatikan selain tersedianya makanan yang cukup dengan berbagai variasi. Pemeliharaan yang alami ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan badak dan reproduksinya sehingga mendekati kondisi normal sebagaimana di kehidupan aslinya.

Rangka badak Torgamba. Foto: SRS-YABI-TNWK
Rangka badak Torgamba. Foto: SRS-YABI-TNWK

Saat ini, masih ada dua ekor badak betina dewasa di SRS yang memiliki potensi reproduksi baik, yaitu Rosa yang berumur 15 tahun dan Bina yang berumur 33 tahun. Mereka sudah melakukan perkawinan dengan Andalas, hanya saja belum menghasilkan keturunan. Kami pun berusaha penuh mewujudkan terjadinya kehamilan tersebut.

Perkawinan badak dari keturunan berbeda memang layak dilakukan. Kondisi saat ini adalah, badak jantan yang ada di SRS memiliki kekerabatan: Harapan merupakan adiknya Andalas, dan Andatu anaknya Andalas.

Ini yang menjadi tantangan ke depan, karena perkawinan sedarah ditakutkan akan menimbulkan efek genetik merugikan sehingga, secara tidak langsung menghambat keberlangsungan program pengembangbiakan badak sumatera di SRS. Juga konservasi badak keseluruhan.

Dengan lahirnya dua badak sumatera di SRS, kami yakin keberhasilan ini bisa dijadikan rujukan untuk program pengembangbiakan badak sumatera dengan intervensi manusia. Walau kami juga mengakui masih ada kekurangannya.

Pastinya, bukti itu ada. Nyata!

*Zulfi Arsan, Dokter Hewan Suaka Rhino Sumatera (SRS). E-mail: [email protected]. Tulisan ini opini penulis

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,