Global Tiger Day 29 Juli: Perberat Hukuman Pelaku Perdagangan Harimau Sumatera

Sejumlah aktivis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang konservasi alam secara serempak merayakan Hari Harimau Sedunia atau biasa disebut Global Tiger Day. Mengusung tema “perberat hukuman pelaku perdagangan harimau sumatera” mereka mendesak penegak hukum agar menjatuhkan hukuman maksimal yang mampu memberi efek jera kepada pemburu maupun pedagang harimau sumatera dan bagian-bagiannya.

Inisiatif peringatan Global Tiger Day  ini berawal dari keprihatinan terhadap populasi harimau yang terus menurun. Menurut data IUCN, saat ini populasi harimau sumatera di alam hanya tersisa sekitar 441-679 ekor saja.

“Hasil studi terbaru selama lima tahun terakhir menyatakan bahwa harimau sudah tidak terdeteksi lagi di enam dari total 30 kantong habitat di seluruh Sumatera,” ungkap Yoan Dinata, Ketua Forum HarimauKita kepada Mongabay.

Keenam kantong habitat tersebut antara lain Tanah Karo, Parmonangan, Maninjau, Bukit Kaba, Bukit Betabuh-Bukit Sosa dan Asahan. Yoan menjelaskan lebih lanjut bahwa perburuan harimau menjadi penyebab utama, selain hilangnya habitat alaminya.

Dalam kurun 3 tahun terakhir, sedikitnya 58 ekor harimau sumatera diperdagangkan di pasar gelap. Dari ke-58 harimau tersebut, 2 ekor berupa harimau hidup, 14 harimau yang diawetkan, 13 lembar kulit utuh, 70 buah taring harimau dan 8 buah tulang harimau serta bentuk lainnya. Data ini dikompilasi dari hasil investigasi Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program, Fauna & Flora International (FFI) Indonesia Program, Zoological Society of London (ZSL) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Vonis Masih Sangat Rendah

Sayangnya, hingga saat ini hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatera dan bagian tubuhnya masih sangat rendah. Dari data yang dihimpun oleh WCS, rata-rata pelaku hanya divonis beberapa bulan hingga 2,5 tahun saja. Hanya baru tahun 2016 ini saja pelaku perdagangan harimau sumatera di Bengkulu diganjar hukuman 4 tahun penjara dengan denda Rp60 juta, subsider 3 bulan penjara.

Hukuman yang selama ini dijatuhkan kepada para pelaku dinilai belum mampu menimbulkan efek jera. Hal ini disampaikan oleh Dwi Nugroho Adhiasto, praktisi konservasi dari Wildlife Crimes Unit, sebuah unit yang dimiliki WCS yang bergerak khusus untuk memerangi perdagangan satwaliar di Indonesia. Menurutnya, selama ini hukuman maksimal yang tercantum dalam UU nomor 5 tahun 1990 belum efektif. Terbukti dari rata-rata vonis masih kurang dari separuh hukuman maksimal.

“Selama ini tuntutan jaksa masih sangat rendah, sehingga menyebabkan vonis hakim cenderung di bawah tuntutan jaksa. Meskipun, dalam beberapa  kasus, vonis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa,” ungkapnya.

Kulit harimau dan tulang belulang. Foto: Ayat S Karokaro
Kulit harimau dan tulang belulang. Foto: Ayat S Karokaro

Lebih lanjut, Adhiasto menjelaskan bahwa penyebab rendahnya tuntutan lebih disebabkan karena interpretasi jaksa yang berbeda-beda. Ada yang menganggap barang bukti yang terlalu sedikit, ada juga karena alasan kemanusiaan karena pelaku adalah orang miskin. Menurutnya, jika harimau yang sudah jelas-jelas terancam punah dan memiliki nilai sangat tinggi di perdagangan ilegal saja tuntutannya rendah, bisa dilihat bagaimana tuntutan untuk satwaliar lain yang tidak sepopuler harimau.

Terkait berapa tahun hukuman maksimal yang ideal, Adhiasto sendiri lebih mengkritisi tentang efek jera dibanding lama masa tahanan. Dia mencontohkan negara-negara di Eropa yang lebih maju sistem hukumnya dibanding Indonesia. Biasanya mereka menerapkan denda yang sangat besar, namun masih memberi keleluasaan bagi terpidana untuk tetap bisa berinteraksi dengan masyarakat tanpa kehilangan ikatan sosial.

Menurutnya, denda yang sangat besar cenderung lebih memberikan efek jera dibanding dengan hukuman penjara dalam waktu yang lama. Bahkan, hukuman penjara seringkali memberikan efek yang kurang baik bagi pelaku itu sendiri maupun upaya pelestarian satwaliar. Kecenderungan mengulangi perbuatan justru semakin meningkat jika seseorang terputus interaksi dengan masyarakat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu dirancang berbagai alternatif hukuman seperti apa yang lebih memberi efek jera.

“Belajar dari kasus yang ada, jika orang menjalani hukuman yang sangat lama, mereka justru cenderung akan mengulangi perbuatannya akibat terlalu lama terputus interaksinya dengan masyarakat. Akibatnya, dia tidak memiliki peluang lain kecuali melakukan kembali kebiasaannya sebelum di penjara,” tegas Adhiasto.

Kampanye Sebagai Wujud Kepedulian Masyarakat

Sejak tahun 2011, setiap tahunnya Forum HarimauKita (FHK) melalui jaringan relawan TigerHeart merayakan Global Tiger Day dengan tema yang beragam.  Tahun ini perayaan didukung oleh Kementerian Lingkungan Hi

dup dan Kehutanan serta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan seperti WCS-IP (Wildlife Conservation Society – Indonesia Program), ZSL (Zoological Society of London), WWF (World Wildlife Fund), FFI (Fauna & Flora International), YLI (Yayasan Leuser Indonesia), dan FKL (Forum Konservasi Leuser).

Tahun 2016 ini, terdapat 8 kota yang turut merayakan peringatan yang jatuh pada 29 Juli. Kedelapan kota tersebut yaitu Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Padang, Jakarta dan Purwokerto.

Alksi di Global Tiger Day di Jambi dari para anak-anak TK sampai SMA. Foto: Lili Rambe
Alksi di Global Tiger Day di Jambi dari para anak-anak TK sampai SMA. Foto: Lili Rambe

Dengan rangkaian acara yang inovatif dan edukatif, seperti lomba mewarnai dan menggambar, dukungan partisipatif lewat cap tangan, mural harimau, talkshow dan lain sebagainnya yang melibatkan masyarakat luas di delapan kota di Indonesia.

Global Tiger Day tahun ini diharapkan dapat menjadi sebuah pengingat bagi pemerintah untuk segera merevisi regulasi terhadap perlindungan satwa yang tertuang pada UU No. 5/1990 tersebut serta menyampaikan pesan kepada masyarakat luas akan pentingnya menjaga kelestarian harimau sumatera di Indonesia.

Selain itu acara ini juga mengajak masyarakat untuk ikut serta berperan aktif dalam pelestarian harimau sumatra dengan melaporkan kepada aparat terkait jika mengetahui adanya kegiatan perburuan dan perdagangan harimau sumatra dan /atau bagian-bagiannya.

“Hal terpenting yang bisa kita lakukan untuk menekan perburuan dan perdagangan harimau sumatera adalah dengan mendorong penegak hukum agar memperberat hukuman agar timbul efek jera bagi para pelaku perburuan dan perdagangan harimau sumatera. Hal ini akan terus kami sampaikan kepada masyarakat,”tutup Yoan Dinata.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,