Kenapa Masih Ada Perdagangan Koral Hias di Indonesia?

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyesalkan masih adanya transaksi perdagangan koral atau batu karang untuk kebutuhan akuarium hias di Indonesia dan juga negara lain. Aktivitas tersebut, dinilai KIARA bisa mengancam keberlangsungan ekosistem pesisir yang saat ini ada.

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim mengatakan, hingga saat ini perdagangan koral hias masih marak dilakukan oleh sejumlah orang maupun perusahaan. Aktivitas tersebut masih terus berlangsung, karena pasarnya masih ada dan memberi nilai keuntungan yang tidak sedikit.

“Terumbu karang untuk keperluan hias masih diperjualbelikan,” ungkap dia menegaskan tentang aktivitas perdagangan koral hias.

terumbu karang

Jika tidak ada langkah penanganan lebih serius dari Pemerintah, Halim meyakini, perdagangan koral hias akan semakin masif dan itu berdampak pada ekosistem pesisir yang menjadi tempat berkembangbiak terumbu karang. Dia berpendapat, dengan kondisi sekarang, sudah seharusnya ada upaya pemulihan terumbu karang yang di lokasi-lokasi tertentu.

“Jual beli koral sedikit banyak berdampak pada kelestarian ekosistem pesisir jika tidak dibarengi dengan upaya pemulihannya,” jelas dia.

Jika ekosistem pesisir sudah rusak, Halim menyebutkan, ada resiko yang lebih besar lagi akan dihadapi oleh Indonesia, yaitu tersendatnya perkembangbiakan sumber daya ikan yang ada di laut. Apabila itu terjadi, maka ancaman penurunan produksi perikanan dan kelautan sudah pasti akan dihadapi Indonesia.

Di Indonesia sendiri, menurut Halim, aktivitas perdagangan terumbu karang untuk kebutuhan akuarium hias, sebagian besar terjadi di Bali untuk kemudian diekspor ke Singapura.

Ancaman Susi Pudjiastuti

Masih maraknya aktivitas perdagangan terumbu karang untuk kebutuhan akurarium hias di Indonesia, mengundang keprihatinan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dia mengancam akan menindak tegas siapapun yang terbukti sudah memperjualbelikan terumbu karang yang berasal dari lautan Indonesia.

“Pemanfaatan pemindahan koral untuk bahan bangunan, souvenir dan lain-lain. Jadi kalau masih ada usaha baik dari dalam negeri dan luar negeri perdagangan karang-karang untuk akuarium itu seharusnya ditutup dan dilarang,” ucap dia.

Karena itu, Susi meminta kepada siapapun untuk tidak memperjualbelikan terumbu karang untuk keperluan apapun, apalagi itu itu akuarium hias. Menurutnya, jika masih ada yang berani melanggar, dia berjanji akan menindaknya dengan menutup usahanya secara langsung.

Karena praktik jual beli terumbu karang merupakan aktivitas negatif yang merugikan laut Indonesia, Susi mengaku akan mengirimkan surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengeluarkan larangan praktik jual beli terumbu karang untuk kebutuhan apapun.

“Ini kita akan menyurati kepada Kementerian Lingkungan Hidup, karang untuk lingkungan hidup tidak boleh diperdagangkan lagi,” kata dia.

Karena berdampak negatif, Susi menyebut bahwa perdagangan terumbu karang sudah masuk dalam kategori daftar negatif untuk investasi. Itu artinya, siapapun yang ingin berinvestasi dinyatakan tidak boleh lagi.

Selain terumbu karang, Susi memaparkan, daftar negatif investasi di sektor kelautan dan perikanan, adalah pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam. “Yang sekarang ini masih tertutup banyak pengangkatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, itu masuk dalam negatif,” sebut dia.

“Pemanfaatan atau pengambilan Koral/Karang dari Alam Untuk: Bahan Bangunan/Kapur/Kalsium, Akuarium, dan Souvenir/Perhiasan, serta Koral Hidup atau Koral Mati (recent death coral)  dari Alam itu masuk dalam daftar negatif investasi,” jelas dia.

Untuk diketahui, aktivitas perdagangan terumbu karang sudah sejak tahun 1970-an berjalan di Indonesia. Terumbu karang yang diperjualbelikan, adalah terumbu karang yang diduga diambil langsung dari laut atau terumbu karang liar.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP sendiri sebelumnya pernah mengakui bahwa ekspor terumbu karang hingga saat ini masih terus terjadi. Namun, mereka berdalih tidak bisa mencegahnya karena tidak ada regulasi yang bisa melarang aktivitas bisnis tersebut.

KKP menyebut pihak yang paling berhak dan memiliki wewenang banyak untuk mengatur regulasi perdagangan terumbu karang, adalah KLHK. Kementerian tersebut, adalah pemilik dan pelaksana regulasi untuk pemeliharaan dan pengembangan terumbu karang di Indonesia.

Dari literasi yang dikumpulkan, hingga saat ini, baru 81 jenis karang hias di Indonesia yang sudah diperjualbelikan dari total 569 jenis karang yang ada di Indonesia. Adapun, dari jumlah yang ada tersebut, untuk ekspor ada 49 jenis karang hias yang direkomendasikan dari hasil propagasi (budidaya).

Sementara, karang hias dari jenis polip besar seperti Cynarinalacrymalis, Scolymiaspp dan Tracyphylliageoffroyi, selama ini masih mengambil langsung dari laut.

Karang polip besar merupakan karang yang memiliki ukuran coralite (mulut) besar. Karang ini ciri khasnya memiliki warna lebih menarik dan biasanya tumbuh pada perairan yang agak dalam. Karenanya, perlu upaya lebih besar untuk mendapatkan karang jenis tersebut.

Selama ini, permintaan dan harga karang berpolip besar di pasar ekspor sangat tinggi, sementara tingkat populasinya di alam tidak sebanyak polip ukuran kecil.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,