Merabu, Kampung ASIK yang Bukan hanya Penghasil Madu

Udara dingin menyelimuti jalanan kampung yang sunyi. Abai dengan gerimis yang turun sejak dini hari, beberapa orang terlihat bergegas membawa peralatan pancing. Di pojok lapangan desa, rombongan itu bertemu Marjayanti, guru yang juga pengurus Kerima Puri, Kelompok Swadaya Masyarakat di Kampung Merabu yang mengelola ekowisata Kampung Merabu.

Marjayanti telah menyiapkan tiga perahu untuk mengangkut para pemancing itu ke muara Sungai Lesan. Kedatangan tamu membuat Mar, biasa disapa, sibuk. Terlebih di saat pengurus Kerima Puri yang laki-lak pergi ke hutan. Bukan hanya perahu, akomodasi juga harus disediakan.

Kampung Merabu sudah lama dikenal akan madu hutannya, sebelum ekowisata. “Nenek moyang kami (Dayak Lebo) mengajarkan pengolahan pasca-panen yang tidak bersentuhan langsung dengan tangan. Sarang lebah diiris pisau panjang dan madu ditiriskan bukan diperas sehingga awet hingga bertahun,” tutur Mar.

Namun, madu tidak tersedia setiap waktu, panen raya hanya setahun sekali saat pepohonan di hutan berbunga. Dari panen itu, jumlahnya yang mencapai 3.000 liter langsung diserbu pembeli. “Sekarang ini kosong.”

Merabu yang merupakan Kampung ASIK yang menjadi percontohan kampung iklim. Foto: akun Facebook Merabu Kampung Asik
Merabu yang merupakan Kampung ASIK yang menjadi percontohan kampung iklim. Foto: akun Facebook Merabu Kampung Asik

Meski tidak musim madu, Merabu tak lantas sepi pengunjung. Kampung berslogan ASYIK (Aman, Sehat, Indah, dan Kreatif) ini dikenal sebagai wilayah ekowisata yang merupakan percontohan Kampung Iklim. Pemerintahan kampung, organisasi/kelompok sosial dan warga, semuanya berkomitmen untuk menjaga hutan dan memanfaatkannya secara lestari.

“Hutan itu ibarat gudang,” kata Asrani, Ketua Kerima Puri

Gudang yang menyimpan segala kebutuhan masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Hutan menyediakan kayu untuk bangunan rumah, rotan, buah-buahan, tumbuhan,  bahan obat herbal, serta bahan-bahan untuk keperluan upacara adat. “Kami mempunyai hutan desa dan hutan cadangan.”

Menurut Asrani, Kampung Merabu adalah kampung pertama di Kabupaten Berau yang memperoleh pengakuan atas Hutan Desa. Pengakuan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 28/Menhut-II/2014 tanggal 9 Januari 2014, tentang Penetapan Areal Kerja Hutan Desa Merabu seluas 8.245 hektare.

Secara administratif, kampung ini berada di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dengan luas wilayah 22.000 hektare. Kampung ini berbatasan dengan Kampung Panaan (utara), Kampung Merapun (barat dan timur), dan Kabupaten Kutai Timur (selatan). Jumlah penduduknya sekitar 200 orang atau sekitar 55 kepala keluarga.

Pemandangan menawan Merabu yang terkenal akan madu hutannya. Foto: Akun Facebook Merabu Kampung ASIK/Oki Lutfi
Pemandangan menawan Merabu yang terkenal akan madu hutannya. Foto: Akun Facebook Merabu Kampung ASIK/Oki Lutfi

Potensi

Danau Nyadeng adalah danau andalan Kampung Merabu. Luasnya sekitar seperempat hektar yang mengalirkan air jernih dari perbukitan karst di salah satu sisinya. Kedalamannya yang lebih 50 meter membuat permukaan airnya tampak hijau toska.

“Perjalanan sekitar 20 menit dengan perahu kemudian 20 menit jalan kaki,” terang Dedi, pemuda kampung yang tengah menempuh pendidikan di salah satu sekolah tinggi di Tanjung Redep, Ibu Kota Kabupaten Berau.

Terkait Danau Nyadeng, selain tetap dijaga untuk lokasi wisata, perangkat Pemerintah Kampung Merabu dan Kerima Puri juga akan mengembangkannya sebagai produk air minum dalam kemasan.

“Debit airnya besar, bila dimanfaatkan untuk air minum dalam kemasan akan mendatangkan pendapatan yang lebih besar untuk Kampung Merabu,” terang Asrani.

Masyarakat setempat yang membawa hasil buruannya. Foto: Yustinus S. Hardjanto
Masyarakat setempat yang membawa hasil buruannya. Foto: Yustinus S. Hardjanto

Marwan dari Pokja REDD Berau menuturkan Merabu merupakan percontohan untuk Kampung Iklim. Namun, di luar inisiatif yang telah dikembangkan di kampung tersebut, masih ada persoalan yang harus dibenahi. “Sampah plastik masih jadi persoalan, walau sudah ada upaya pemanfaatan untuk kerajinan, namun sisanya masih dibakar.”

Di akhir kunjungan itu, kami menuju Sekretariat Kerima Puri, menemui Marjayanti untuk menyelesaikan administrasi seluruh layanan keramahan dan keindahan Kampung Merabu. Pembayaran untuk penginapan, penyewaan perahu, guide dan porter tersebut telah diatur rapi dalam satu pintu, melalui Kerima Puri sebagaimana aturan yang ditetapkan Kepala Kampung Merabu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,