Rafflesia, Si Bunga Bangkai yang Mekar di Bukit Baka

Bunga raksasa mekar sempurna di Bukit Baka, Jorong Kuruak, Nagari Salo, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kala saya kesana, Selasa (9/8/16). Kemekaran bunga langka ini tak pelak menjadi perhatian masyarakat sekitar termasuk para peneliti dan jurnalis dari berbagai kota.

Bunga raksasa ini ditemukan pasangan suami istri Nasrul dan Lizawati ketika hendak mengecek bak penampungan air di bukit. Belakangan air ini jadi sumber air minum bagi masyarakat sekitar.

Lizawati kepada Mongabay di lokasi mengatakan, saat itu bersama suami hendak pergi ke hutan melihat penampungan air. Kala istrirahat, Liza melihat benda aneh ukuran cukup besar berwarna kemerah-merahan di balik semak belukar.

“Tadinya, saya kira cuma plastic, ternyata bukan,” katanya.

Liza penasaran lalu menceritakan kepada Nasrul. “Seumur hidup, baru pertama kali saya melihat bunga ini. Bau menyengat, dipenuhi lalat hijau, bentuk ini sama seperti yang saya lihat di buku pelajaran anak SD,” ucap Liza.

Untuk sampai di lokasi ini menempuh jarak 103 kilometer dari Padang. Dari Jorong, jalan kaki sekitar delapan kilometer melewati bukit dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Bukit ini didominasi bambu, jeruk, pala, dan durian.

bunga bangkai3-IMG20160807111706Bunga bangka yang mekar di Bukit Baka, Agam, menjadi pusat perhatian warga. Foto: Vinolia

Untuk mengetahui jenis bunga ini, Hernawati  peneliti rafflesia dari Universitas Muhammadiyah Sumbar juga komunitas hebarium Universitas Andalas Padang mendatangi lokasi.

Dari karakter morfologi, dia menyimpulkan rafllesia ini tergolong Rafllesia arnoldii dengan ukuran lebih kecil dengan diameter bunga sekitar 70 sentimeter, tinggi 20 cm dan berat diperkirakan sembilan kg. Bunga ini memiliki lima kelopak berwarna oranye berbintik-bintik.

Karena tak memiliki akar, daun dan batang, tumbuhan ini tak memiliki kemampuan fotosintesa dan bergantung dalam penyerapan unsur anorganik dan organik kepada inang.

Di dasar bunga, terdapat piringan berduri berisi putik. Bunga berkelamin betina. Serangga seperti lalat merupakan agen penyerbuk karena tertarik bau busuk dari bunga. Di kabupaten Agam, bunga ini sering tumbuh, di Baso, baru kali ini.

Kondisi bunga mulai menghitam, beberapa hari kemudian akan membusuk. “Makin lama tumbuh makin mengeluarkan bau busuk. Itulah yang menyebabkan warga menyebut bunga bangkai.”

Dia mengimbau, agar masyarakat tetap menjaga lingkungan dengan tak menebang atau memotong inang atau tumbuhan akar yang menjadi batang bunga langka ini, agar kelestarian rafflesia terjaga.

Pandangan berbeda diungkapkan Agus Susatya Peneliti Rafflesia dan Amorphophallus dari Universitas Bengkulu. Dari analisis foto-foto kiriman Mongabay, dia mengatakan, rafflesia di bukit Baka, ini lebih mirip Rafflesia tuan-mudae dari Serawak atau Kalimantan.

Hal ini berdasarkan pola bercak dan warna dasar berbeda dengan arnoldii.  “Rafflesia arnoldii mempunyai dua ukuran bercak besar dan kecil, yang kecil mengelilingi yang besar. Rafflesia di Agam relatif sama ukuran. Bercak Rafflesia di Agam berjarak relatif sama satu sama lain. Rafflesia arnoldii, tidak. Warna dasar perigon arnoldii oranye tua, di Agam, merah maroon,” kata melalui surat elektronik kepada Mongabay.

Agus menyimpulkan rafflesia di Agam,  lebih mirip Rafflesia tuan-mudae dari Serawak atau Kalimantan.  Rafflesia tuan-mudae dianggap sebagai varian Rafflesia arnoldii oleh Meijer, ahli rafflesia. Meski begitu untuk identifikasi lebih lanjut, dia akan meneliti specimen lebih detail.

Berdasarkan penelitian, terdapat tiga rafflesia pernah ditemukan di Sumbar ini, yakni Rafflesia arnoldii, Rafflesia gadutensis dan Raflesia haseltii. Khusus R. gadutensis, Yuliza Rahma, peneliti rafflesia dari Universitas Andalas Padang, tahun lalu menemukan bunga ini sedang mekar di Taman Hutan Raya (Tahura) Bung Hatta, Padang.

bunga bangkai6-IMG20160807130309Bunga rafflesia mekar sedang diukur di Bukit Baka. Foto: Vinolia

Rafflesia gadutensis, hanya di Padang, di Gunung Gadut dan Tahura Bung Hatta.

Rafflesia gadutensis, ditemukan W. Meijer pada 1984 di Ulu Gadut. Bunga ini sangat berbeda dengan bunga rafflesia lain. Ia bercorak khas dan ukuran kecil. Bunga berdiameter 40-60 cm, dengan lima kelopak berbintik putih.

Rafflesia ini tumbuh pada inang, liana menjalar tetrastigma lanceolarium, termasuk keluarga vitaceae. Bunga ini diperkirakan memiliki proses tumbuh selama lima tahun dalam fase dari biji, kuncup, bunga dan biji kembali (proses layu).

Saat ini, peneliti masih meneliti bunga langka dengan nama lokal cindawan harimau. Meskipun tak sepopuler R. arnoldii yang banyak diketahui publik, namun informasi dan data biologi dari spesies R. gadutensis  banyak belum tergali hingga kini.

Rafflesia gadutensis, ditemukan hanya di Sumbar. Ketidakmengertian warga terhadap ciri-ciri dari proses dan tempat tumbuh rafflesia ini menyebabkan banyak menebangi tumbuhan inang.

Cagar Alam Rafflesia Arnoldii di Batang Palupuh

Sumbar memiliki Cagar Alam Rafflesia arnoldii di Batang Palupuh, Bukittinggi, Agam. Di cagaralam ini pernah mekar Arnoldii diameter sampai 1,7 meter.

Cagar alam ini memiliki luas 3,40 hektar memiliki fungsi utama sebagai perlindungan habitat bunga raksasa dengan akar ryzanthes. Pada 1997, ada sekitar 14 kelompok tumbuh (putik) rafflesia.  Sebelumnya, tahun 70-80-an di Sumbar ditemukan Rafflesia arnoldii di Bukittinggi.

Masyarakat umum lebih mengetahui Rafflesia arnoldi mekar di Bengkulu. Karena Bengkulu, tetap terjaga dan pemda aktif promosi.

bunga bangkai1-IMG20160807111743Rafflesia sedang mekar penuh. Foto: Vinolia

bunga bangkai4-IMG20160807130840Hernawati peneliti rafflesia dari Universitas Muhammadiyah Sumbar juga komunitas hebarium Universitas Andalas Padang mendatangi lokasi. Foto: Vinolia

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,