Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, 10 Individu Orangutan Ini Dilepasliarkan

Sebanyak 10 individu orangutan, kini kembali ke alam liar setelah menjalani masa rehabilitasi di Pusat Reintroduksi Orangutan yang dikelola oleh BOSF di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Mereka terdiri dari enam orangutan betina dan empat orangutan jantan yang enam diantaranya merupakan tiga pasang ibu dan anak.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR) di Kabupaten Katingan, untuk pertama kalinya dipilih sebagai lokasi pelepasliaran orangutan tersebut. Apa yang mendasarinya?

Sejak 2012, BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) telah melepasliarkan orangutan sebanyak 167 individu di Hutan Lindung Batikap, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Jumlah tersebut, hampir mendekati batas daya dukung (carrying capacity) untuk orangutan rehabilitan, yang maksimal 200 individu. BOSF dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga bebeberapa instansi terkait, terus mencari habitat baru untuk lokasi pelepasliaran. Akhirnya, disepakati di kawasan TNBBR.

“Saat ini, masih ada sekitar 700 orangutan di dua pusat rehabilitasi kami. Tahun lalu, akibat peristiwa kebakaran hutan dan lahan, kami menerima 19 orangutan baru. Kita wajib mencari lokasi pelepasliaran yang layak, baik, dan aman. TNBBR adalah salah satunya,” tutur Jamartin Sihite, CEO BOSF, Sabtu (13/8/16).

Jamartin mengharapkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah untuk membantu menyediakan areal perlindungan orangutan. Serta, penguatan upaya penegakan hukum atas perusakan habitat orangutan. “Orangutan Action Plan menargetkan untuk melepasliarkan semua orangutan rehabilitan ke alam liar di 2015. Kondisi ini tentu saja menuntut pemerintah dan masyarakat untuk lebih peduli  pada upaya konservasi orangutan.”

10 kandidat orangutan yang akan dilepasliarkan. Foto: BOSF
10 kandidat orangutan yang akan dilepasliarkan. Foto: BOSF

Video rilis orangutan TNBBBR

Menurut Jamartin, konservasi orangutan dan habitatnya hanya bisa dicapai melalui kerja sama erat dan dukungan semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. BOSF  berusaha menjalin kerja sama dengan pemerintah  di semua tingkat, antara lain KLHK, BKSDA Kalteng, TNBBR, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Katingan.

“Pelepasliaran ini didukung oleh USAID LESTARI, bekerja sama dengan mitra lain seperti masyarakat Kabupaten Katingan, donor perseorangan, organisasi mitra dan organisasi konservasi di seluruh dunia yang peduli upaya pelestarian orangutan di Indonesia. Yayasan BOS sangat berterima kasih atas dukungan PT. Kayu Waja dan mengajak kalangan pebisnis secara umum untuk memenuhi tanggung jawab lingkungan guna tercapainya upaya konservasi dan pelestarian alam di Indonesia.”

Lokasi ideal

Monterado Fridman, Koordinator Divisi Komunikasi dan Edukasi BOSF Nyaru Menteng saat ditemui beberapa waktu lalu mengatakan, sebelum pelepasliaran orangutan di TNBBR dilakukan, pihak BOSF sudah melakukan  rencana awal dan survei habitat di lokasi tersebut dua tahun. Tujuannya, memastikan apakah TNBBR layak dijadikan tempat pelepasliaran atau tidak.

“Kita memastikan ketersediaan pakan alam bagi orangutan, kemudian tingkat keterancaman orangutan. Apakah ada aktivitas manusia di sekitar kawasan hutan yang mengancam atau tidak. Juga kelayakan geologi. Hasil survei menunjukkan, kawasan tersebut layak dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan,” kata lelaki yang akrab disapa Agung tersebut.

Pengangkutan kandang yang berisi orangutan ke titik release. Foto: BOSF
Pengangkutan kandang yang berisi orangutan ke titik release. Foto: BOSF

Untuk menentukan lokasi pelepasliaran, perlu dipastikan beberapa hal. Sebut saja ketinggian di bawah 900 m dpl, stok pakan alami yang cukup, tidak ada atau sedikitnya populasi orangutan liar di wilayah tersebut dan aman dari kemungkinan eksploitasi di masa depan.

Agung mengatakan, kawasan seluas 70 ribu hektare di TNBBR tersebut, bisa digunakan untuk lokasi pelepasliaran orangutan. Sementara luas TNBBR sendiri, untuk wilayah Kalimantan Barat (70.500 hektare) dan di Kalimantan Tengah (110.590 hektare).

Pelepasliaran ini sedianya direncanakan Juli, namun terkendala administrasi sementara rencana kerja dengan pengelola TNBBR sudah disusun sejak lama. “Ada 13 individu, tapi yang paling siap 10 individu. Ini pelepasliaran tahap pertama, tidak bisa sekaligus dalam jumlah besar. Targetnya 300 orangutan yang dilepasliarkan di TNBBR.”

Terkait kapasitas orangutan di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yang saat ini ada 500 individu, Agung mengatakan, sudah dipikirkan solusi sementara untuk membeli pulau atau sewa dari masyarakat. “Kami mengelola tiga pulau yaitu Kaca, Palas, dan Pengamat, untuk menyiapkan kandidat orangutan yang akan dilepasliarkan. Mereka akan menempati pulau tersebut satu tahun hingga benar-benar siap kembali ke alam.”

Orangutan dilepasliarkan ke alam liar yang merupakan rumahnya. Foto: BOSF
Orangutan dilepasliarkan ke alam liar yang merupakan rumahnya. Foto: BOSF

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tachrir Fathoni mengatakan, orangutan merupakan primata yang populasinya saat ini terancam punah. Perlu kerja keras semua pihak untuk melestarikannya.

“Habitat mereka berkurang akibat alih fungsi hutan dan ulah manusia yang memelihara, memperdagangkan, atau konflik. Saat ini, masih banyak orangutan yang mendiami  pusat rehabilitasi di Sumatera dan Kalimantan yang harus  dikembalikan ke alam liar begitu mereka siap.”

Di kesempatan yang sama, Bupati Katingan Ahmad Yantenglie mengatakan, Cagar Alam Bukit Raya yang terletak di Kabupaten Katingan merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya sekaligus kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Kawasan ini ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.

“Ini pengakuan internasional dan wajib kita pertahankan. Pelepasliaran orangutan ke wilayah kami merupakan upaya luar biasa dalam melestarikan kekayaan alam Kabupaten Katingan. Dengan sepenuh hati, kami membantu,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,