Alam Lestari, Harapan Nyata Pegiat Lingkungan di Hari Kemerdekaan Indonesia

Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 pada 17 Agustus 2016, kali ini dilaksanakan berbeda. Upacara bendera dilakukan di atas perahu, yang berlokasi di muara Sungai Surabaya, kawasan ekosistem hutan mangrove Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur.

Puluhan pegiat dan pemerhati lingkungan seperti Komunitas Nol Sampah, Burung Pantai Indonesia, Nelayan Tambak Truno Djoyo, serta Rek Ayo Rek mengikuti acara tersebut. Secara khidmat, mereka  memberi hormat pada Sang Merah Putih yang diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Hermawan Some dari Komunitas Nol Sampah, menuturkan upacara bendera di atas perahu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan tingginya pencemaran air Sungai Surabaya, baik oleh industri maupun masyarakat. “Ini perlu menjadi perhatian semua pihak terutama Pemerintah Kota Surabaya.”

Keberadan hutan mangrove dan sungai di Wonoroejo, pantai timur Surabaya, harus disadari sebagai pelindung Kota Surabaya dari abrasi maupun gelombang tinggi air laut.

Ekosistem mangrove ini, lanjut Hermawan, merupakan habitat hidup ratusan jenis satwa khususnya burung. Serta menjadi salah satu tempat persinggahan burung migran dari berbagai negara dan benua. “Ada ratusan jenis burung di sini, juga satwa liar lainnya. Mereka butuh perlindungan kita agar tetap merdeka.”

Iwan Londo, pengamat burung dari komunitas Burung Pantai Indonesia menuturkan, upacara yang berbeda ini bertujuan mengajak semua orang untuk mewujudkan kemerdekaan bagi lingkungannya masing-masing. “Semoga makin banyak pemuda yang memiliki jiwa nasionalis, sekaligus cinta lingkungan.”

Aktivis dan pengamat burung migran ini mendesak adanya perlindungan ekosistem hutan mangrove dan sungai Wonorejo, dari ancaman kerusakan yang diakibatkan keserakahan dan ketidakpedulian manusia.

Menurutnya, saat ini sebagian lahan di sekitar wilayah tersebut banyak beralih fungsi menjadi permukiman. “Kalau sudah jadi perumahan, burung-burung migran tidak akan singgah lagi. Dari tahun 2000-an hingga sekarang, tempat ini paling ideal untuk burung pengembara.”

Ketua Komunitas Rek Ayo Rek, Herman Rivai berharap, semakin banyak masyarakat yang mendukung gerakan peduli lingkungan, demi kehidupan yang lebih baik. “Kita menyemangati teman-teman aktivis lingkungan dengan upacara di sungai, harapannya semakin banyak yang tergerak untuk melestarikan lingkungan.”

Upacara bendera di area persawahan yang diikuti berbagai komunitas muda-mudi di Magetan. Foto: Komunitas Perpustakaan Dbuku
Upacara bendera di area persawahan yang diikuti berbagai komunitas muda-mudi di Magetan. Foto: Komunitas Perpustakaan Dbuku

Upacara di tengah Sawah

Di Magetan, Jawa Timur, sejumlah kelompok masyarakat memperingati hari kemerdekaan dengan menggelar upacara bendera di area persawahan. Komunitas yang bergabung itu adalah Wong Magetan Peduli (WMP), Kelas Inspirasi, Tembang Pitoe, Blogger Magetan, Dulur Magetan Penuh Kenangan (DMPK), Magetan Hypnotist Community (Mahico), Perpustakaan Dbuku, Komunitas Perantau Asal Magetan (Kompag), Komunitas Seruling Etan (KSE), dan lainnya.

Berlatar Gunung Lawu, puluhan pemuda tersebut memenuhi area persawahan yang baru selesai dipanen, di Dusun Pandak, Desa Cepoko, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Bendera Merah Putih dikibarkan pada sebatang bambu sebagai tiang bendera, dan seluruh peserta upacara memberikan hormat sepanjang lagu Indonesia Raya berkumandang.

“Kami sebut ini upacara rakyat, dilakukan oleh rakyat dengan cara kerakyatan. Semua sederhana dan apa adanya. Tapi kami serius dan gembira merayakannya,” ujar Jojo Prasetyo, Koordinator Upacara.

Dipilihnya persawahan sebagai lokasi upacara, kata Jojo, karena makin sedikit generasi muda yang mau menekuni pekerjaan sebagai petani. Profesi petani dianggap kelas bawah dan tidak menarik untuk digeluti. “Turun ke sawah dan ladang saat ini dianggat tidak keren. Padahal pertanian adalah soko guru kedaulatan pangan kita.”

Minimnya minat generasi muda untuk menjadi petani, mengakibatkan berkurangnya lahan garapan efektif, sehingga mengancam produktivitas pangan. “Padahal negeri kita ini subur. Siapa yang akan menanami kalau bukan kita sendiri,” lanjutnya.

Peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-71 itu diakhiri dengan potong tumpeng dan makan bersama di tepi sawah. Ungkapan syukur atas alam Indonesia yang subur.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,