Kawanan Monyet Hitam Ini Mulai Turun ke Jalan, Ada Apa?

monyet1-Grumphy menikmati jagung rebus di pinggir jalanGrumphy menikmati jagung rebus di pinggir jalan. Foto: Eko Rusdianto

Selasa (16/8/16), Jack, tenaga konservasi dari Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) memegang tongkat kayu. Berjalan kaki di sepanjang Jalan Maros–Bone, via Camba, mengawasi puluhan monyet hitam Sulawesi Selatan (Macaca maura).

Dia begitu tekun, meminta pada setiap pengendara, baik mobil dan motor tak berhenti memberi makan pada monyet-monyet itu.

Monyet itu, bergerombol, duduk santai di pinggir jalan beraspal. Ketika kendaraan melintas, mata dan kepala mereka awas, menunggu lemparan makanan.

Kera bernama Grumphy duduk manis, ada jagung rebus dalam genggaman dimakan dengan lahap.

“Tadi itu pengendara lewat, buang jagung,” kata Jack.

Macaca maura, penghuni hutan karst TN Babul, satwa endemik Sulawesi. Di Indonesia, Macaca ada 12 spesies, tujuh di Sulawesi.

Menyaksikan Macaca turun ke jalan bukanlah tontonan menarik. Duduk berjejer seperti peminta-minta. Padahal dalam hutan karst makanan utama seperti buah dan beberapa ficus melimpah.

Mereka ke jalan, kata Kamajaya Saghir staf konservasi TN Babul, mulai Maret 2016 hingga sekarang.

“Kita tak tahu mengapa seperti ini. Kemungkinan terbiasa dengan ada orang memberi makan,” katanya.

Fenomena turun monyet ke jalan, tak anyal membuat beberapa pelintas tertarik memberi makan.

Haro (60), pawang monyet di TN Babul sejak 1980 menyampaikan keprihatinan masalah ini. “Saya sedih lihat monyet-monyet turun jalan. Ada banyak kekhawatiran, bisa saja tertabrak, atau mencelakakan orang,” katanya.

monyet4-Spanduk himbauan yang dipasang di sepanjang tempat turun Macaca mauraSpanduk imbauan dipasang di sepanjang tempat turun Macaca maura. Foto: Eko Rusdianto

Dalam beberapa kali perjumpaan antara tim TN Babul, ditemukan beberapa pengendara sengaja datang membawa makanan. Dari mulai bertandan-tandan pisang, makanan ringan seperti kerupuk, roti hingga jagung.

“Saat ketemu langsung, kami sampaikan jika makanan monyet-monyet ini bukan itu. Ini akan membuat monyet tergantung dan malas mencari makanan lagi,” kata Haro.

Kelompok monyet turun ke jalan adalah kelompok B. Sebelumnya kelompok C juga turun ke jalan, namun belum masif.

Petugas TN Babul tak perlu waktu lama menggiring kembali ke hutan.

“Tiap hari teman-teman menghalau monyet itu. Dibuat bunyi-bunyi seperti petasan,” kata Haro.

Ada soal lain kala kelompok B bandel. Dugaan Haro, ada dua pejantan pendatang memasuki kelompok B.

Jocker, monyet besar dengan bekas luka di bagian mulut. Pejantan lain Grumphy. Mereka diyakini mengajari kelompok B bermain dan menunggu makanan di pinggir jalan.

Jocker dan Grumphy, pernah menjadi pemimpin kelompok B. “Saya kira dua pejantan ini, pernah dipelihara manusia. Jadi jinak, kalau dihalau tetap tak mau pergi. Berbeda dengan yang lain, jika dihalau cepat lari.”

 

 

Jinak

Sejak Maret-Agustus 2016, tim TN Babul belum berhasil menghalau kawanan monyet ke habitat asli. Karena keseringan mendapatkan makanan dari pelintas, kawanan menjadi makin agresif.

Hendra, anak Haro, juga staf TN Babul dan pawang monyet kesulitan menghalau satwa ini. “Kami berdiri sepanjang hari meminta pengendara setop memberi makan monyet, ada yang mengerti, ada tak peduli,” katanya.

Era selfie dan wefie ini, orang-orang membawa handphone. “Mereka pelankan mobil lalu buang makanan, monyet datang, terus mereka foto untuk kesenangan,” ucap Hendra.

Hendra, bahkan sekali waktu dikejar kawanan ketika menemani beberapa peneliti.

“Seorang peneliti buka tas ambil buku dan pulpen. Monyet pikir akan beri makanan, jadi mereka mengejar.”

Kamajaya menilai, memberi makan monyet sembarangan, bisa menyebabkan satwa terancam baik  dari penyakit sampai ketergantungan pada manusia.

“Beberapa kali monyet-monyet ini bahkan berani mengambil topi orang yang melintas,” katanya.

Satu Macaca maura di tepian jalan menanti pengendara melempar makanan. Foto: Eko Rusdianto
Satu Macaca maura di tepian jalan menanti pengendara melempar makanan. Foto: Eko Rusdianto
Salah satu ficus makanan utama Macaca. Dalam bahasa setempat pohon dikenal dengan nama duajeng. Foto: Eko Rusdianto
Salah satu ficus makanan utama Macaca. Dalam bahasa setempat pohon dikenal dengan nama duajeng. Foto: Eko Rusdianto
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,