Perompakan Nelayan di Selat Karimata, Dalam Tiga Bulan Kerugian Capai Rp16,5 miliar  

Keamanan di tengah laut ternyata masih menjadi permasalahan serius dan belum tertangani dengan baik hingga kini. Walaupun, Pemerintah Indonesia melalui berbagai instansinya sudah mengerahkan pasukan untuk mengamankan lautnya dari ancaman kejahatan ataupun kedaulatan negara.

Fakta tersebut dirasakan oleh sedikitnya 400 nelayan dari berbagai daerah di Indonesia yang biasa melaut dan menangkap rajungan di Selat Karimata, Provinsi Lampung. Ratusan nelayan tersebut langsung mendatangi kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Istana Negara pada Selasa (23/8/2016) untuk menggelar aksi unjuk rasa.

Aksi tersebut dilakukan, karena ratusan nelayan yang sebagian di antaranya berasal dari Muara Karang (Jakarta Utara), Cirebon, Indramayu, Tegal, dan Karawang itu, sering mendapat aksi kriminal berupa perompakan di tengah laut. Biasanya, para perompak tidak hanya menjarah hasil tangkapan, namun juga uang yang ada di kapal.

Koordinator Aksi yang juga Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan, dalam tiga bulan terakhir ini, para nelayan yang mencari rajungan di perairan tersebut harus berjuang dengan maut jika ingin hasil tangkapannya selamat dan dijual untuk mendapatkan rupiah yang layak.

“Namun, kenyataannya, dalam tiga bulan ini sudah ada 86 kali perompakan dan itu terjadi di Selat Karimata. Perompak biasanya menggunakan kapal jenis speed lidah dan dikabarkan membawa senjata api juga,” ujar dia.

Karena mendapat tekanan dari perompak yang dilengkapi dengan senjata api, Halim menjelaskan, akhirnya nelayan hanya bisa bertahan dan menyerahkan hasil tangkapannya kepada perompak. Kejadian itu terus berulang karena tidak ada pengamanan yang jelas dari aparat hukum di sekitar perairan tersebut.

“Kami menuntut agar Pemerintah bisa bergerak cepat untuk melakukan penyelamatan dan mengamankan kawasan perairan yang biasa digunakan oleh para nelayan. Tidak hanya di Selat Karimata saja, tapi juga di seluruh Indonesia,” ucap dia.

Lebih rinci, Halim mendesak Pemerintah RI untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Menindak tegas pelaku perompakan dan oknum aparat keamanan yang terlibat;
  2. Meningkatkan jumlah hari pengawasan dan koordinasi lintas aparat keamanan laut (Badan Keamanan Laut, Satuan Kerja PSDKP KKP, TNI Angkatan Laut, dan Polisi Air dan Udara Kepolisian Republik Indonesia) guna memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat nelayan tradisional/skala kecil yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di perairan Indonesia; dan
  3. Memastikan dijalankannya mandat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Sementara, Budi Laksana, nelayan yang juga tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia, membeberkan bahwa kerugian negara dalam setiap bulan bisa mencapai Rp6 miliar lebih. Jumlah ini diperoleh dari hitungan setiap perahu memperoleh 6 kuintal atau setara dengan Rp37.000 per kilogram. Itu artinya, kata dia, kerugian nelayan sedikitnya mencapai Rp5,5 miliar.

“Dengan kata lain, dalam tiga bulan ini, kerugian sedikitnya sudah mencapai Rp16,5 miliar,” sebut dia.

Kirim Tim ke Lampung

Terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tindakan kriminal yang dialami ratusan nelayan yang menangkap rajungan di Selat Karimata, Lampung, memang harus segera dihentikan. Hal itu, karena bisa mengancam keselamatan dan mata pencaharian nelayan.

Untuk bisa segera menyelesaikan permasalahan tersebut, Susi sudah mengutus Sekretaris Jenderal Sjarief Widjaja ke Lampung langsung untuk menemui Kepala Polda Lampung dan membahas masalah tersebut. Kepergian Sjarief tersebut diharapkan bisa menyelesaikan masalah tersebut dan memberi rasa aman untuk nelayan.

“Besok beliau akan berangkat,” ungkap Susi.

Di Lampung nanti, Susi menjanjikan akan ada tim gabungan yang terdiri dari sejumlah unsur untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Timgab tersebut diharapkan bisa bekerja baik dan mencari duduk perkara yang sebenarnya dalam permasalahan tersebut.

Susi memaparkan, hingga saat ini tercatat sudah lebih dari 86 kali terjadi kasus perampasan dengan ancaman senjata rakitan (pistol dan senjata) dengan bertopeng, yang merampas hasil tangkapan, dalam kurun waktu  tiga bulan terakhir.

Kata dia, pihak nelayan sudah melaporkan ke berbagai pihak, termasuk kepada aparat keamanan, namun belum mendapatkan solusi yang baik. Lokasi-lokasi yang cukup rawan termasuk di sekitar Pulau Sabira, Pulau Kelapa, lalu masuk hingga ke pesisir Lampung. Kerugian nelayan dari setiap perampasan tidak kurang dari Rp 25 juta per kapal.

Selain memastikan ada perlindungan kepada nelayan, Susi mengungkapkan, nelayan yang datang ke KKP pada Selasa pagi, juga meminta kejelasan terkait anjloknya harga kepiting dari harga Rp90.000 menjadi Rp30.000 per kilogram.

“Kami juga mengirimkan tim untuk mengetahui kenapa bisa terjadi penurunan harga seperti itu. Itu yang kami lakukan,” jelas dia.

“KKP menyarankan agar nelayan aktif berkoordinasi dengan pihak pemda sehingga dalam melakukan aktifitasnya, bisa lebih efektif,” tambah dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,