Begini Pemberdayaan Nelayan Sekaligus Pelestarian Mangrove Dengan Ekominawisata di Lantebung. Seperti Apa?

Suasana Kampung Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pagi itu agak berbeda. Seluruh warga dengan pakaian terbaik memenuhi jalan. Anak sekolah berseragam berderet rapi memegang bendera merah putih kecil.

Mereka berbangga hati karena pagi itu akan dilakukan penanaman sekaligus peresmian kawasan Mangrove Center Makassar Lantebung oleh Walikota Makassar, akhir minggu kemarin. Lokasi itu juga disiapkan sebagai kawasan Ekominawisata Bahari Kota Makassar. Seratusan nelayan dan warga sekitar pun berdatangan dari penjuru kampung karena kebetulan bertepatan dengan hari Jumat, hari dimana mereka tak melaut.

Peresmian Mangrove Center ini sendiri dilakukan di sebuah bangunan kayu yang berada tepat di pinggir pantai, yang disebut Pondok Informasi. Bangunan bantuan dari Program Coastal Community Development Program International Fund for Agricultural Development (CCD-IFAD), dicapai 170 meter menyusuri jalanan kayu selebar semeter. Sekelilingnya terlihat belasan perahu nelayan yang ditambatkan.

Di tengah riuhnya acara penyambutan dan peresmian tersebut, belasan perahu dengan ribuan bibit mangrove (propagul) di atasnya bergerak perlahan menuju kawasan pesisir yang ditumbuhi mangrove. Para nelayan ini akan menanam sekitar 20 ribu bibit mangrove di sekitar kawasan tersebut.

Kawasan mangrove yang akan dijadikan sebagai kawasan wisata pesisir ini adalah hamparan mangrove sepanjang 3 km, dengan ketebalan sudah mencapai 50 meter. Mangrove yang tumbuh saat ini tingginya beragam, antara 1-3 meter, yang mulai ditanam sejak 2010 lalu.

Menurut Selmi, Penyuluh Perikanan dan Kelautan setempat, yang telah mendampingi proses penanaman mangrove ini sejak awal, di awal penanaman mereka hanya menanam sekitar 3000 bibit mangrove. Karena pertumbuhan terlihat bagus maka upaya penanaman terus dilakukan setiap tahunnya. Kini jumlah mangrove yang sudah ditanam mencapai 100 ribu pohon.

“Kalau ditambah dengan yang ditanam hari ini sekitar 20 ribu bibit, maka totalnya sudah sekitar 100 ribu. Kami memang menanam secara bertahap dengan melihat kondisi laut yang ada. Paling bagus memang jika ditanam sekarang ini antara Agustus – September,” tambahnya.

Ketika Mongabay menyusuri kawasan mangrove dengan perahu mesin nelayan, memang terlihat panjang mangrove sudah sangat jauh memanjang, dengan dua jenis mangrove yang dominan, yaitu Avicennia sp (api-api) dan sejenis Rhizophora apiculate.

“Kalau di bagian dalam kita tanam Api-api. Di bagian luarnya kita tanam Bakau. Nanti di sekitar sini kita akan tanami lagi Api-api mengelilingi,” jelas Selmi sambil menunjuk lokasi yang dimaksud.

Aktivitas nelayan juga terlihat tidak terganggu dengan adanya penanaman mangrove tersebut. Di beberapa titik malah terlihat jaring-jaring ikan yang dipasang memanjang tanpa saling menganggu dengan aktivitas penanaman mangrove yang ada.

Menurut Selmi, antara pemerintah dan masyarakat setempat memang telah terjalin kesepahaman dalam menghijaukan kawasan tersebut. Selama enam tahun penanaman mangrove di dilakukan dengan melibatkan warga sekitar, khususnya nelayan-nelayan anggota kelompok. Mereka lah yang mengumpulkan bibit, menanam dan sekaligus menjaga mangrove tersebut.

“Kita memang ada biaya pengumpulan bibit dan penanaman, namun jumlahnya sedikit dibanding apa yang mereka berikan. Kalau kita minta 10 ribu bibit, biasanya mereka menanam sampai 15 ribu bibit. Jadi swadaya masyarakat sangat besar di sini.”

Pemerintah sendiri, menurut Selmi, menargetkan ketebalan mangrove yang bisa ditanam bisa mencapai 200 meter, namun semuanya tergantung pada kondisi pesisir yang ada.

Poin penting dalam program penanaman ini, tambah Selmi, adalah dukungan masyarakat yang besar dan tidak adanya penolakan karena klaim kawasan, sebagaimana banyak terjadi di daerah lain.

“Di sini tak ada yang namanya kavling-kavling lahan, tak ada warga yang tiba-tiba mengaku sebagai pemilik lahan karena sejak awal mereka sadar bahwa wilayah pesisir ini adalah milik negara,” tambahnya.

Majid (45), salah seorang nelayan yang terlibat dalam penanaman ini sejak awal mengaku tertarik ikut terlibat karena adanya rasa perduli pada kondisi pesisir di daerah tersebut.

“Kalau ada mangrove maka bisa menahan ombak, selama ini memang di sini kosong. Kita juga diberitahu banyak manfaatnya jika mangrove dijaga,” katanya.

Secara ekonomi, mulai tumbuhnya mangrove di kawasan tersebut perlahan berdampak pada pendapatan nelayan. Hamparan mangrove itu ternyata menjadi tempat bertelurnya kepiting rajungan dan kepiting bakau.

Menurut Majid, meski di daerah tersebut dulunya sudah banyak ditemukan kepiting, namun ukurannya kecil dan tak banyak. Sekarang perubahan besar telah terjadi, khususnya dalam dua tahun terakhir.

“Sekarang sudah mulai banyak dan besar-besar. Kita tak usah jauh-jauh lagi mencari karena di sekitar sini sudah banyak,” katanya.

Tracking mangrove yang dibangun baru sekitar 170 meter. Diharapkan pada tahun 2017 mendatang panjangnya akan mencapai beberapa kilometer yang membentang sepanjang pesisir utara Kota Makassar. Tracking ini juga berfungsi dermaga bagi nelayan setempat. Foto: Wahyu Chandra
Tracking mangrove yang dibangun baru sekitar 170 meter. Diharapkan pada tahun 2017 mendatang panjangnya akan mencapai beberapa kilometer yang membentang sepanjang pesisir utara Kota Makassar. Tracking ini juga berfungsi dermaga bagi nelayan setempat. Foto: Wahyu Chandra

Kadir (46), nelayan lainnya, mengakui dalam sehari bisa mendapatkan hingga 3 kg kepiting rajungan, yang dijualnya dengan harga Rp18 ribu per kg. Di tahun sebelumnya bahkan setengahnya pun ia tidak bisa peroleh. “Boleh dikata kita sedikit terbantu dengan adanya mangrove ini. Ikan-ikan pun sudah mulai banyak karena mangrove sebagai tempat bertelur terjaga dengan baik,” tambah Kadir.

Kadir berharap, keberadaan wisata mangrove di daerah mereka itu nanti bisa menambah penghasilan warga dari jasa-jasa yang mereka berikan, seperti sewa perahu, menjual ikan dan produk-produk hasil laut lainnya yang diusahakan istri-istri mereka.

Menurut Abdul Rahman Bando, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan (DKP3) Kota Makassar, kegiatan hari itu masih merupakan awal dari rencana pembangunan kawasan wisata tersebut yang ditargetkan akan siap pada tahun 2017. Fasilitas yang ada pun masih sangat terbatas pada Pondok Informasi dan jalanan Tracking Mangrove sepanjang 170 meter. Ide untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata bahari berangkat dari kondisi mangrove di daerah tersebut yang terjaga dengan baik.

“Jadi saya memadukan kegiatan-kegiatan kelompok binaan program CCD IFAD. Kita punya banyak kelompok dampingan di sini dengan fokus yang berbeda, ada yang khusus untuk pelestarian sumber daya alam, infrastruktur dan usaha ekonomi berbasis pesisir. Ini yang kami kolaborasikan menjadi satu. Kita berharap Ini akan menjadi destinasi wisata baru berbasis lingkungan di Kota Makassar,” katanya.

Tracking mangrove yang akan dibangun nantinya akan memanjang sepanjang pesisir utara Makassar. Pengunjung bisa bersantai menikmati udara yang sejuk dan menikmati kuliner khas serta memancing.

“Di tracking ini nantinya akan dibangun gazebo setiap jarak 200 meter. Jadi ini akan panjang sekali melintas beberapa kelurahan dan bahkan kecamatan pesisir di Kota Makassar ini.”

Demi mencapai mimpi tersebut, maka tugas Pemerintah Kota kemudian adalah memperbaiki kondisi mangrove yang ada. Upaya ini dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitarnya.

“Coba lihat tracking yang kita sudah bangun, ternyata kemudian bisa menjadi petty atau dermaga tempat ditambatkannya perahu-perahu nelayan. Selama ini kan nelayan hanya menambatkan perahu-perahu mereka di pohon-pohon mangrove. Ibu-ibunya juga kita bantu melalui usaha-usaha kelompok, mereka bisa jual hasilnya pada pengunjung yang datang nantinya.”

Pembangunan kawasan wisata mangrove ini memang besar dan tak sepenuhnya bisa dibiayai oleh program CCD IFAD, sehingga Rahman berharap ini nantinya bisa dibiayai oleh APBD Kota Makassar.

“Kita tadi dengar Pak Walikota merasa senang dan berjanji akan mendukung penuh program ini. Kita akan terus yakinkan Pak Walikota akan pentingnya pembangunan kawasan wisata ini tidak hanya akan penting secara lingkungan tetapi juga berkontirbusi pada peningkatan kesejahteraan nelayan.”

Dalam acara peresmian Mangrove Center ini, Walikota Makassar, Danny Pomanto, bersama sejumlah aparat pemerintah dan tokoh masyarakat sempat melakukan penanaman mangrove secara simbolik. Dalam sambutannya, ia berjanji akan mendukung penuh pembangunan kawasan wisata tersebut.

“Jika masyarakat siap maka kami dari pemerintah pun akan siap mendukung. Ini nantinya bukan hanya untuk Makassar saja tapi juga untuk nasional,” ungkap Danny sambil berjanji akan segera berkunjung ke tempat itu lagi.

Menurutnya, penanaman pohon mangrove di kawasan itu penting sebagai perisai alam di daerah pesisir terhadap ancaman abrasi dan tsunami yang dapat terjadi secara alamiah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,