Polda Lampung Sebut Baru Dua Perompakan di Selat Karimata

Walaupun ada laporan dari sekitar 400 nelayan tentang aksi perompakan yang sering terjadi dalam tiga bulan terakhir di perairan Selat Karimata, Provinsi Lampung, namun aparat Kepolisian Daerah Lampung saat ini baru mendeteksi ada dua kejadian saja. Informasi tersebut terungkap saat tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertemu langsung dengan Kepala Polda Lampung Brigjen Ike Erwin.

Tim KKP yang dipimpin langsung Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, mengungkapkan, hingga saat ini memang baru dua kasus yang dilaporkan secara resmi ke Polda Lampung. Karenanya, meski ada laporan dari ratusan nelayan, yang terdeteksi baru dua kasus saja.

“Saat ini, dari dua laporan yang ada, satu laporan sudah berhasil ditindaklanjuti dan lima orang sudah ditahan karena menjadi tersangka dalam perompakan,” ujar Zulficar di Jakarta, Rabu (24/8/2016).

Zulficar mengatakan, meski sudah ada laporan langsung dari 400  nelayan yang mendatangi kantor KKP, tetapi hingga kini di Lampung belum ada laporan secara resminya kepada Polda Lampung ataupun ke Lantanal atau Pengkalan Utama TNI AL, maupun Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.

“Belum ada laporan lagi dari nelayan,” sebut dia.

Saat bertemu di Lampung, Zulicar merinci, pihak Polda Lampung langsung menggelar presentasi status keamanan di perairan Lampung dan memberi gambaran bagaimana kejahatan di laut terjadi. Dari pemaparan tersebut, memang baru dua kasus saja yang terungkap resmi.

Karena hingga sekarang tidak ada laporan, Zulficar menyebutkan, Polda Lampung meminta para nelayan, utamanya yang menjadi korban perompakan, untuk segera melaporkan aksi kriminal tersebut. Dengan demikian, berikutnya Polda Lampung bisa mengusut tuntas kasus tersebut.

Aktivis Greenpeace menuliskan kata ‘pirate’ pada kapal illegal di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia pada November 2011. Kapal itu merupakan kapal pencuri ikan (IUU Fishing) dengan jaring purse seine yang tidak terdapat nama di lambung kapalnya. Foto : Greenpeace
Aktivis Greenpeace menuliskan kata ‘pirate’ pada kapal illegal di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia pada November 2011. Kapal itu merupakan kapal pencuri ikan (IUU Fishing) dengan jaring purse seine yang tidak terdapat nama di lambung kapalnya. Foto : Greenpeace

Rekomendasi

Setelah pertemuan digelar, Polda Lampung kemudian mengeluarkan rekomendasi yang disepakati bersama KKP. Rekomendasi tersebut yaitu :

  1. Mengaktifkan Call Center atau Hotline, sehingga nelayan bisa langsung mengontak bila mengalami gangguan atau persoalan di laut;
  2. Melakukan pemetaan bersama kerawanan lokasi-lokasi, baik di wilayah Lampung, maupun provinsi dan lokasi sekitarnya yang disinyalir cukup rawan untuk kasus perompakan maupun kasus terkait lain;
  3. Menyiapkan dan melakukan patroli terkoordinasi dan Operasi Bersama di perairan Lampung dan sekitarnya dengan dipimpin oleh Satgas 115 dengan melibatkan Polda dan unsur terkait. Operasi Bersama selain untuk memantau kasus perompakan, juga untuk menertibkan praktek-praktek destructive fishing menggunakan bom ikan yang masih cukup tinggi, dan hal terkait lainnya;
  4. Mendorong agar nelayan-nelayan andon dari Pantura yang menangkap di wilayah Lampung, aktif mengurus surat izin penangkapan ikan (SIPI) Andon ke Dinas KP, sehingga diketahui dan terdata. Pihak Polda/aparat keamanan juga bisa membantu pengamanan sesuai kebutuhan;
  5. Rajungan hasil tangkapan sebaiknya dijual di sekitar Lampung sesuai ketentuan. Harga relatif bagus, dan beberapa UPI (unit pengolahan ikan) yang ada di Lampung selalu siap menerima. Untuk menjamin agar kualitas rajungan yang ditangkap bagus dan layak ekspor, sehingga harganya tinggi, nelayan diharapkan bisa melakukan penanganan yang lebih baik;
  6. Polda menjamin bahwa nelayan aman melaut sepanjang juga melengkapi diri dengan dokumen perizinan yang disyaratkan.

Dari rekomendasi tersebut, Zulficar melihat, Polda Lampung sudah sangat siap untuk menangani kasus perompakan. Polda Lampung, dipastikan akan bertindak tegas kepada pelaku perompakan yang ada di wilayahnya.

“Untuk itu berharap koordinasi yang lebih intensif dengan pihak terkait, juga input aktif nelayan sendiri,” tandas dia.

Aktivis Greenpeace menuliskan kata ‘stop pirate fishing’ pada sebuah kapal illegal. Foto : Greenpeace
Aktivis Greenpeace menuliskan kata ‘stop pirate fishing’ pada sebuah kapal illegal. Foto : Greenpeace

Sebelumnya, diberitakan bahwa, nelayan diprediksi mengalami kerugian hingga Rp16,5 miliar akibat aksi perompakan yang menyerang mereka saat sedang mencari rajungan di perairan Selat Karimata. Menurut Budi Laksana dari Serikat Nelayan Indonesia, angka tersebut didapat dengan menghitung kerugian per bulan Rp6 miliar.

“Jumlah ini diperoleh dari hitungan setiap perahu memperoleh 6 kuintal atau setara dengan Rp37.000 per kilogram. Itu artinya, kerugian nelayan sedikitnya mencapai Rp5,5 miliar. Dengan kata lain, dalam tiga bulan sedikitnya rugi Rp16,5 miliar,” jelas dia.

Di sisi lain, bagi Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, aksi perompakan yang terjadi dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan situasi yang darurat. Menurutnya, harus ada perlindungan yang lebih jauh kepada para nelayan yang sedang mencari ikan ataupun rajungan di laut, khususnya di Selat Karimata.

KIARA juga mengeluarkan rekomendasi, yaitu :

  1. Menindaktegas pelaku perompakan dan oknum aparat keamanan yang terlibat;
  2. Meningkatkan jumlah hari pengawasan dan koordinasi lintas aparat keamanan laut (Badan Keamanan Laut, Satuan Kerja PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, dan Polisi Air dan Udara Kepolisian Republik Indonesia guna memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat nelayan tradisional/skala kecil yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di perairan Indonesia; dan
  3. Memastikan dijalankannya mandat Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,