Pengadilan Tinggi Palembang Batalkan Putusan Mengenai PT. BMH Sebelumnya. Seperti Apa?

Keputusan Pengadilan Tinggi Palembang yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Palembang 30 Desember 2015, yang menolak gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) terkait perkara kebakaran hutan dan lahan seluas 20 ribu hektare di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan 2014, merupakan kabar gembira bagi para pegiat lingkungan hidup.

“Informasi tersebut jelas merupakan kabar gembira. Ini menandakan adanya peningkatan pemahaman hukum lingkungan di kalangan penegak hukum kita,” kata Dede Shineba, mantan anggota Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) periode 2012-2016, yang kini menjadi Sekretaris Utama Perkumpulan Tanah Air (PeTA), Senin (29/08/2016).

“Putusan ini jelas jauh lebih baik dibandingkan dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Palembang,” ujarnya.

“Namun, keputusan ini tetap tidak menyenangkan, terutama terkait keadilan lingkungan hidup,” lanjutnya.

Hal yang “tidak menyenangkan” tersebut, kata Dede,  pertama, dari cuplikan keputusan tidak disebutkan sita jaminan, sehingga ganti rugi sebesar Rp78 miliar akan sulit direalisasikan. “Tidak alat untuk upaya paksa.”

Kedua, keputusan ini belum bisa dieksekusi sebab baik KLHK maupun PT. BMH masih ada upaya hukum yakni kasasi. “Artinya masih menunggu.”

Di sisi lain, Dede maupun para penggiat lingkungan hidup lainnya masih menunggu salinan lengkap putusan Pengadilan Tinggi Palembang tersebut. “Kita ingin mengetahui dan mempelajari dasar hukum para hakim yang memutuskan ganti rugi sebesar Rp78 miliar lebih, yang jauh lebih kecil dari tuntutan KLHK sebesar Rp7,9 triliun,” ujarnya.

Termasuk pula, mengetahui dasar hakim menolak gugatan provisi KLHK yakni agar PT. BMH menghentikan semua aktivitasnya selama proses hukum berlangsung. “Meskipun, untuk sementara ini keputusan itu cukup menggembirakan, walau tidak menyenangkan,” ujarnya.

Putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 51/PDT/2016/PT.PLG Tahun 2016 ini, dibacakan 12 Agustus 2016 dan diunggah di website Mahkamah Agung pada 22 Agustus 2016. Jenis perkara perdata dengan tingkat proses banding tersebut diketuai oleh Hakim Ketua Mabruq Nur; dua hakim anggota yaitu Agus Hariyadi dan Muzaini Achmad; serta Neva Atina Mona (panitera).

Konsesi PT. BMH di Sumatera Selatan. Perusahaan HTI ini diduga membiarkan atau tak mampu mengatasi lahan konsensinya yang terbakar seluas 20.000 hektare pada 2014 lalu. Foto: Lovina Soenmi

Bersalah

Pakar komunikasi lingkungan Dr. Yenrizal dari UIN Raden Fatah Palembang menilai keputusan Pengadilan Tinggi Palembang itu sebagai bukti jika PT. BMH melakukan kesalahan terkait kebakaran lahan gambut di konsesinya. “Itu kabar gembiranya, sebab preseden buruk dari keputusan PN Palembang lalu, yang menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap negara termasuk aparat penegak hukum bahwa PT. BMH tidak bersalah. Padahal, secara awam atau kasat mata lokasi konsesi PT. BMH memang terbakar.”

“Kini tinggal bagaimana KLHK mampu membuktikan kesalahan PT. BMH tersebut pada tingkat kasasi,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Palembang tidak memenuhi tuntutan KLHK terhadap PT. BMH untuk membayar Rp7,9 triliun sebagai ganti rugi kebakaran lahan gambut. Majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan SH, juga membebani KLHK untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10.200.000.

Sejumlah pihak menilai keputusan tersebut dikarenakan para penegak hukum di PN Palembang tidak paham hukum lingkungan, dan sebagian menilai karena lemahnya dasar atau bukti yang diajukan KLHK.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,