Langkah Gontai Harimau Sumatera yang Tak Henti Diburu

“Apakah kita rela harimau sumatera punah di alam liar? Apa yang kita lakukan saat ini sangat menentukan hidup matinya harimau sumatera,” ujar Sofi Mardiah, Wildlife Policy Program Manager WCS-Indonesia Program, pada dialog interaktif Global Tiger Day di Universitas Lampung, Selasa (30/08/2016).

Sofi resah. Harimau jawa dan harimau bali telah dinyatakan punah. Kedua harimau ini hanya bisa disaksikan awetannya saja di museum, tidak di alam liar. “Bila masa depan kita adalah hancurnya alam, rusaknya lingkungan, dan hutan yang gundul, harimau sumatera dipastikan berada digerbang kepunahan,” paparnya.

Berdasarkan data Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), diperkirakan populasi total harimau di dunia tidak lebih dari 4.000 individu. Sebarannya mulai dari subkontinen India, daratan Indochina, Siberia, hingga kepulauan di Asia Tenggara. Dari seluruh jumlah tersebut, sekitar 441-679 individu berada di Indonesia, yaitu Sumatera. Pulau yang menjadi satu-satunya habitat harimau sumatera.

Sofi menuturkan, perdagangan satwa liar ilegal mencapai angka luar biasa, Rp9 triliun per tahun. Harimau sumatera salah satu komoditas yang mahal dan dicari karena langka di pasar gelap itu. Dari 29 kasus perdagangan harimau sumatera yang berhasil diinvestigasi Wildlife Crime Unit (WCU) WCS-IP yang diserahkan ke penegak hukum, 20 kasus sudah disidangkan. Vonis tertinggi berupa tiga tahun penjara dengan denda Rp50 juta dan terendah dua bulan penjara, denda Rp5 juta.

“Vonis tersebut nyatanya jauh dari hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta, sesuai UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.”

Sindikat yang rapi dan juga memanfaatkan teknologi membuat perdagangan satwa liar makin moderen. Lima tahun terkahir, internet, dan media sosial merupakan perangkat utama yang digunakan para pebisnis hitam. “WCS-IP berhasil mengajak ditus jual beli online seperti tokobagus.com, bukalapak.com, dan olx.com untuk menolak penjualan satwa liar,” ujar Sofi.

Peranan dokter hewan di daerah sangat dibutuhkan untuk menangani kasus harimau sakit maupun menolong harimau yang terluka akibat konflik dengan manusia. Foto: WCS-IP
Peranan dokter hewan di daerah sangat dibutuhkan untuk menangani kasus harimau sakit maupun menolong harimau yang terluka akibat konflik dengan manusia. Foto: WCS-IP

Timbul Batubara, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), menyatakan pihaknya terus siaga demi terjaganya habitat dan populasi harimau sumatera. Sejak 2012, TNBBS telah mengimplementasikan aplikasi SMART untuk mendukung sistem pengamanan dan patroli yang terintegrasi dan terukur.

“Di 2015, kami menginisiasi pembentukan intensive protection zone (IPZ) atau areal perlindungan intensif seluas 100.137 hektare di bagian tengah TNBBS. IPZ merupakan area yang ditetapkan dengan batas jelas. Tujuannya, untuk pelestarian habitat dan populasi satwa prioritas melalui perlindungan hutan intensif dan terpadu, termasuk penguatan masyarakat sekitar yang bisa  dievaluasi berkala.”

Timbul menuturkan, di 2015 ini ada peningkatan jumlah harimau sumatera hampir dua kali lipat dibandingkan 2002. Kepadatan awal 1,6 individu per 100 kilometer persegi menjadi 3,2 individu per 100 kilometer persegi. “Capaian yang bagus mengingat TNBBS adalah satu dari sedikit kawasan perlindungan yang berhasil meningkatkan populasi harimau di dunia.”

Pengajar jurusan Biologi, FMIPA Universitas Lampung, Elly Lestari Rustiati, berpendapat kehidupan harimau sumatera bergantung pada hutan yang tak lain adalah habitat alaminya beserta ketersedian hewan mangsa.

“Mamalia besar ini harus diselamatkan. Jangan diburu, jangan dibunuh, dan jangan pula dirusak habitatnya. Karismanya menjadi bagian identitas masyarakat Lampung.”

Barung bukti satwa liar dilindungi, termasuk harimau sumatera yang disita pihak Kepolisan dari para penjual di 2015 lalu. Foto: Paul Hilton/WCS
Barung bukti satwa liar dilindungi, termasuk harimau sumatera yang disita Mabes Polri dari para penjual di penghujung 2015 lalu. Foto: Paul Hilton/WCS

Pelatihan dokter

Konflik manusia dengan harimau juga merupakan masalah yang hingga kini tak kunjung reda. TNBBS merupakan bentang alam prioritas yang dijaga untuk pemulihan populasi harimau yang luas wilayahnya mewakili keseluruhan jumlah harimau di Sumatera bagian selatan.

WCS-IP mencatat, sepanjang 2008-2015 telah terjadi konflik sebanyak 113 kali di 23 desa. Satu jiwa meninggal di 2008, dua orang meninggal pada 2011, dan seorang lagi di 2015. Harimau yang mati, satu individu (2008) dan dua individu di 2015. Sementara jumlah ternak yang diterkam harimau sebanyak 292 di sepanjang waktu tersebut.

Konflik tertinggi terjadi di Desa Rajabasa, Sukamaju, Taman Indah, Way Tenumbang (Lampung), Mekarjaya, Hargo Binangun, Tanjung Aur (Bengkulu), dan Pagaragung (Sumatera Selatan).

Mabes Polri memusnahkan puluhan kulit harimau dari penangkapan yang dilakukan 11 Desember 2015 lalu. Foto: Paul Hilton/WCS
Mabes Polri memusnahkan puluhan kulit harimau dari penangkapan yang dilakukan 11 Desember 2015 lalu. Foto: Paul Hilton/WCS

Country Director WCS-IP, Noviar Andayani menyatakan, pelatihan dokter hewan diperlukan untuk mengurangi risiko kematian harimau sumatera akibat konflik dengan manusia. Juga menyiapkan dokter tanggap darurat andai konflik terjadi kembali, sekaligus melakukan relokasi. “Selain menyelamatkan satwa langka, dokter hewan juga diarahkan memantau kesehatan ternak masyarakat sekitar kawasan taman nasional,” ujarnya tertulis kepada Mongabay.

Menurut Noviar, pelatihan dokter hewan merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. 48 Tahun 2008 sekaligus sosialisasi dan pemahaman pedoman penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar. “Beleid itu diterbitkan untuk mengatasi dan mencari solusi dari konflik yang sering terjadi di sekitar habitat satwa liar.”

Pelatihan dokter hewan yang dilaksanakan empat hari sejak 23 Agustus tersebut, bermaterikan kebijakan Permenhut Nomor P.53 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permenhut Nomor P.48 Tahun 2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar, implementasi Permenhut No. 48/2008, prosedur penanganan satwa liar, serta obat dan teknik yang digunakan. Peserta langsung praktik di RS Hewan Prof. Dr. Ir. Rubini Atmawidjaja, Way Kambas, Lampung.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,