Kalimantan Barat yang Masih Dihantui Kebakaran Hutan dan Lahan. Mengapa?

Ramalan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, Indonesia berpotensi mengalami fenomena cuaca La Nina menjelang Juli hingga September 2016 setelah El Nino dalam kondisi netral pada April. Datangnya La Nina relatif lebih baik, lantaran masih disertai intensitas hujan sedang. Hal yang berbeda tahun lalu, curah hujan hingga akhir November sangat sedikit.

Pada 2015, paparan pemerintah Kalimantan Barat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pada rapat koordinasi penanggulangan bencana Karhutla di Indonesia, cukup menggelitik. Adalah TTA Nyarong, Kepala BPBD Kalbar, yang menyatakan mengenai  Satgas Doa. “Mekanisme apapun, yang paling cepat mematikan api adalah hujan. Jadi, kita bentuk Satgas Doa,” ujarnya, disambut riuh peserta rapat, baru-baru ini.

Terobosan sudah dilakukan guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Penggunaan trichoderma, mikroorganisme pembusuk tanaman yang dapat digunakan sekaligus sebagai pupuk, pelatihan Bhabinkamtibmas untuk membuat trichoderma yang akan diturunkan kepada petani-petani di daerah, informasi jejaring menggunakan smartphone, hingga membangun Desa Siaga Api. Tetapi, karhutla masih terjadi.

“Sebanyak 576 orang pelaku pembakaran ditangani TNI/Polri,” ungkap Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jumlah ini terdiri dari 7 orang ditangkap oleh Kodim 576/MPH, 30 orang oleh Kodim 1205/SKW, 2 orang oleh Kodim 1203/KTP, 386 orang oleh Kodim 1204/SGU, 48 orang oleh Kodim 1205/STG, 68 orang oleh Kodim 1206/PSB, dan 35 orang oleh Kodim 1207/BS.

Para pelaku ada yang dikenakan wajib lapor, membuat pernyataan, hingga ditahan. Pihak kepolisian membenarkan data tersebut. Rincinya, kasus karhutla tahun 2016, hingga Agustus sebanyak 147 kasus. Ratusan kasus ini tengah dalam proses penyelidikan. Sementara tujuh kasus lainnya sudah tahap penyidikan.

Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Suhadi SW, menyatakan dari tujuh kasus tersebut enam orang ditetapkan tersangka, sedang satu kasus diterbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara, karena tidak memenuhi cukup bukti. “Pemilahan kasus juga mengacu pada aturan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masyarakat boleh membakar, tidak lebih dua hektar,” katanya. Setelah ditemukan, areal kebakaran kurang dari dua hektar, masyarakat hanya diwajibkan untuk menandatangani surat pernyataan.

Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, saat rapat koordinasi kebakaran hutan dan lahan di Polda Kalbar Agustus lalu, menyatakan, peladang tradisional tidak dapat membakar lahan hingga berhektar-hektar. “Mereka itu berladang di gunung. Bukan di lahan gambut. Jadi api tidak mudah menyebar. Tidak menyebabkan kabut asap,” ujarnya.

Penyebab kebakaran lahan, kata dia, adalah pembukaan lahan pertanian baru di kawasan gambut. “Sekarang ini, lahan gambut yang banyak terbakar di wilayah Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan Ketapang.”

Cornelis menyatakan, hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat menggantikan metoda tebang-bakar bagi peladang tradisional. Menggunakan mekanisasi mesin, biayanya tidak terjangkau peladang tradisional. “Melalui program Kementerian Pertanian RI, peladang tradisonal diharapkan beralih ke lahan sawah. Tahun ini, dicanangkan cetak sawah seluas 18.500 hektare di wilayah Kalbar.”

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat merupakan persoalan besar yang terus terjadi hingga saat ini. Foto: Rhett Butler

Basis data

Saat transit di Pontianak, sebelum melanjutkan kunjungan kerja ke Makassar, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, menyatakan, pemerintah daerah harus mempunyai basis data terkait masyarakat adat di daerahnya. Lantaran, polisi sering dituding mengkriminalisasi masyarakat adat.

Tito mengharapkan, semua pemerintah daerah lebih pro aktif dalam menghadapi kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya. “Masyarakat harus dibantu dengan teknologi pertanian, edukasi, serta dampingan. Pemerintah daerah harus berani membuat terobosan mengatasi masalah guna memobilisasi kekuatan yang ada.”

Banyaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara yang dikeluarkan polri dari kasus-kasus yang melibatkan korporasi, karena tidak mencukupi alat bukti. Meski begitu, perusahaan pembakar lahan harus ditindak tegas.Sepanjang bisa dibuktikan, korporasi pelaku pembakaran lahan, harus ditangkap dan diproses,” katanya.

Ada yang menarik dari pernyataan Tito saat itu. Dia menyatakan, membuka diri terhadap organisasi sipil kemasyarakatan, yang dapat membantu penyidik polisi, meringkus korporasi pelaku pembakaran lahan. “Saya pikir bagus sekali kalau mereka punya data yang lengkap dan akurat. Boleh disampaikan ke Mabes Polri, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya.

Katak pohon yang hidup di hutan Kalimantan merupakan salah satu keragaman hayati yang penting dalam ekosistem alam. Foto: Rhett Butler

Rehabilitasi

Manager Program SETAPAK-JARI Indonesia Borneo Barat, Faisal Riza mengatakan, luas kebakaran hutan di Kalimantan Barat mencapai 167.691 hektare. Kemampuan pemadaman hanya sekitar 761,4 hektar (0,45% dari total luas yang terbakar), meskipun akhirnya dapat terpadamkan seluas 166.929,6 hektar (99%) dengan melibatkan banyak pihak.

Agar bencana tidak terulang, rehabilitasi paska bencana dan rencana pencegahan kebakaran perlu dilakukan. Pemerintah juga harus punya perencanaan strategis guna meminimalisir potensi dan dampak kebakaran lahan di Kalbar.

Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2008, Pemerintah Daerah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan paska bencana melalui koordinasi BPBD. Komitmen daerah menangani masalah kebakaran hutan dan lahan, dapat dilihat dari proporsi anggaran terkait hal itu. “Pemerintah terlalu abai, lantaran anggarannya kecil,” katanya.

Data JARI Indonesia Borneo Barat, dari APBD 2016, terdapat alokasi anggaran terkait isu karhutla untuk tiga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yakni BPBD, Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Kehutanan.

Unit Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (UPKHL) di Dinas Kehutanan mendapatkan kucuran dana sebesar Rp2,6 miliar. Namun, hanya Rp1.847.008.000 atau sekitar 20 persen dari anggaran yang diperuntukkan untuk belanja program Karhutla.

Sedangkan BLH Kalbar mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp435 juta. Dana tersebut dipergunakan untuk peningkatan internal dan pengumpulan data, sosialisasi kampanye, serta dana untuk koordinasi keterlibatan SKPD. “BLH hanya menyalurkan dana 11 persen dari alokasi belanja untuk aktivitas pemadaman,” kata Faisal.

TTA Nyarong sendiri menyatakan, institusinya tidak mendapatkan alokasi anggaran dari APBD Kalbar. “Kalbar sampai 29 Agustus 2016, diberi bantuan dari BNPB sebesar Rp309 juta. Garis besarnya, untuk TNI AU (Rp43 juta), aktivasi posko (Rp50 juta), dan patroli serta pemadaman darat (Rp97 juta). Sedangkan rapat koordinasi Rp30 juta, sementara sisanya untuk sosialisasi dan lain-lain.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,