Rujito, Dulu Pemburu, Kini Pelindung Penyu di Pesisir Bantul

Rumah itu hancur. Tinggal puing-puing. Rujito menatap reruntuhan rumah yang dua tahun lalu masih dia tempati. Pada 2013, rumah itu hancur terkena terjangan ombak dampak Pantai Samas, Bantul, mengalami abrasi. Kala itu, lebih 20 rumah hancur, termasuk kolam konservasi penyu yang dibangun Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB).

“Abrasi membuat rumah kami hilang, termasuk kolam konservasi penyu. Belum ada bantuan pemerintah untuk rumah-rumah kami yang kena bencana, termasuk pembangunan kembali kolam konservasi penyu,” katanya, ditemui akhir Juli lalu.

Hari itu, Rujito, baru pulang dari ladang, sekitar 500 meter dari bibir pantai. Dia menanam cabai, terkadang bawang dan tomat.

Dulu, pria berambut ikal memutih ini pemburu penyu. Saat tak melaut, dia bersama teman-teman sering nongkrong di pinggir laut, menunggu penyu naik ke pantai untuk bertelur.

Sebelumnya,  warga pesisir mayoritas nelayan, ketika musim sulit atau paceklik penyu buat konsumsi dan dijual, dari telur, daging dan karakas (cangkang). Warga bahkan dapat membaca situasi alam kapan penyu naik bertelur.

”Biasa kami tangkap penyu setelah bertelur. Daging kami ambil, kepala kami buang lagi ke laut, terutama ketika paceklik,” katanya.

Rujito memeriksa telur penyu di kolam penetasan. Foto: Tommy Apriando
Rujito memeriksa telur penyu di kolam penetasan. Foto: Tommy Apriando

Itu kisah dulu. Rujito berubah ketika dia diajak berdiskusi dengan sejumlah pihak, terutama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. Dia jadi tahu, penyu dilindungi.

Akhirnya, 2000-an, dia membentuk  FKPB. Forum ini beranggotakan kelompok-kelompok nelayan di Pantai Samas, Bantul.

Kegiatan tersibuk mereka kala itu ketika penyu mendarat dan bertelur pada bulan-bulan Juni sampai September. Mereka memindahkan telur-telur penyu ke area penetasan. Selanjutnya, tukik yang menetas akan dipindahkan dan dipelihara ke kolam pembesaran. Barulah, dalam waktu tertentu tukik-tukik akan dilepaskan kembali ke laut.

Hingga kini, sudah melepasliarkan 5.300 lebih penyu dan tukik (penyu anakan) kembali ke habitat. Setiap pelepasliaran di Pesisir Pantai Samas, selalu bersama dengan BKSDA, Reispirasi dan elemen masyarakat lain.

Menurut dia, di hamparan Pantai Samas, ada empat jenis penyu biasa bertelur, yakni penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).

Rujito menceritakan, biasa angin cukup tenang, ombak tak begitu kuat dan tercium bau sedikit amis. Di darat, suara burung dan anjing jadi pertanda. Waktu rutin penyu mendarat bertelur hingga Agustus. Penyu biasa bertelur atau mendarat adalah penyu lekang. Penyu hijau, belimbing,  jarang mendarat.

“Kolam konservasi hanya tempat transit sementara tukik sebelum dilepasliarkan. Penyu harus dikembalikan ke habitat, populasi terus terancam. Kami juga memberikan porsi untuk pendidikan, terutama penelitian,” ucap Rujito.

Selain melestarikan penyu, kolam konservasi di Pantai Samas juga dikelola menjadi obyek wisata dan tempat pendidikan bagi banyak pihak. Para turis domestik dan asing sering berkunjung ke sana mengamati perilaku penyu. Mahasiswa dan pelajar dari sejumlah wilayah di Yogyakarta, katanya, kerap belajar kehidupan penyu di Samas.

Forum Konservasi Penyu Bantul. Foto: Tommy Apriando
Forum Konservasi Penyu Bantul. Foto: Tommy Apriando

Beberapa tahun terakhir, pelepasliaran tukik di Pantai Samas menjadi atraksi menarik banyak orang.

“Ini bukan tempat penangkaran penyu. Kami tak menangkarkan penyu. Tempat ini untuk menyelamatkan penyu yang biasa terdampar atau terjerat jaring nelayan.”

Tamu berkunjung, katanya, ada yang sekadar melihat tempat penyelamatan penyu. Ada tamu datang mau ikut menyelamatkan telur penyu saat mendarat bertelur. Tak jarang, tamu untuk penelitian bahkan menggelar acara pelepasan tukik.

Biasanya, mereka datang ke tempat ini sepanjang tahun,terutama saat musim penyu bertelur. “Mereka tak hanya dari Yogyakarta dan kota-kota terdekat, juga dari luar negeri. Kunjungan teramai pada Mei sampai Agustus, saat penyu mendarat dan bertelur,” katanya.

Dalam mengkonservasi, Rujito mengingat benar aturan hukum. Katanya, berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Nomor 716/Kpts-Um/10/1980, penyu lekang berstatus dilindungi.

Ancaman hidup penyu, katanya, antara lain pencurian telur dan tertangkap baik sengaja dan tidak oleh jaring nelayan, dan kehilangan habitat atau perubahan fungsi habitat peneluran.

Selain itu, katanya,  banyak kawasan pesisir berubah menjadi pemukiman atau fasilitas pariwisata maupun reklamasi pantai.

Mengenai penyebab penurunan populasi penyu, Rujito mengutip survei ProFauna Indonesia  di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Malang, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Lampung.

Hasil penelitian itu menyebutkan, setidaknya 50 restoran di Indonesia menyuguhkan aneka menu daging satwa liar termasuk penyu. Selain itu, telur penyu dijualbelikan, kulit untuk cinderamata, dan penyu hijau diformalin dan diperdagangkan ke luar negeri.

Rujito juga menjelaskan soal ukuran dewasa penyu lekang. Untuk panjang karapas berkisar 62-70 cm, berat 35-45 kg.

Menurut Rujito, di Samas, ada sejumlah vegetasi disukai penyu, misal pandan, rumput, dan kacang-kacangan.

Dia memberi harapan, melindungi satwa bisa melalui apapun, termasuk ikut menjaga habitat terbebas dari sampah, terutama plastik.

Rutinitas itu Rujito lakukan setiap hari, di sela pekerjaan sebagai nelayan. Dia mencari jika ada penyu terdampar karena sakit. Bila tak menemukan penyu sakit, pria 50 tahun itu pergi ke kolam di samping rumah. Di sana, ada sejumlah penyu yang dirawat.

Mereka yang ingin berpartisipasi dalam pelepasliaran tukik di Pantai Samas. Foto: Tommy Apriando
Mereka yang ingin berpartisipasi dalam pelepasliaran tukik di Pantai Samas. Foto: Tommy Apriando

Upaya ini bukan tanpa tantangan. Dia bilang, mereka kesulitan dana perawatan untuk konservasi, tak ada bantuan pemerintah.

“Kami pakai dana sumbangan masyarakat atau pribadi. Itu semua tak masalah. Karena kami tak ingin penyu hilang. Penyu harus lestari,” katanya.

Bukan itu saja. Cuaca juga menjadi kendala tersendiri. Saat paceklik ikan atau ombak besar, Rujito, tak bisa melaut. Penyu yang dia rawat ikut kelaparan.

Tak jarang penyu yang dilepaskan belum mampu merespon bau air laut hingga harus kembali dirawat sampai benar-benar siap lepas ke habitat. Dia senang melakukan ini. Rujito tak pernah lelah berupaya menjaga kelestarian penyu.

Berkat upaya konservasi ini, Rujito, dua kali mendapatkan penghargaan Kalpataru, pada 2007 dan 2016. Lebih 21 penghargaan telah dia terima.

“Itu semua makin menyemangati saya membagikan ilmu kepada siapa saja tentang penyelamatan penyu,” katanya.

Penghargaan ini, katanya, merupakan peran seluruh anggota FKPB dan masyarakat sekitar Pantai Samas dalam pelestarian penyu.

Tukik lekang, kala pelepasliaran di Pantai Samas. Foto: Tommy Apriando
Tukik lekang, kala pelepasliaran di Pantai Samas. Foto: Tommy Apriando

Ancaman abrasi dan tambak

Ancaman Pesisir Pantai Samas, Bantul, antara lain abrasi dan pembukaan tambak. Pada 2013, abrasi merusak puluhan rumah warga, dan kolam konservasi. Kini, pertanian lahan pasir dan persawahan di Pesisir Samas, juga terancam alih fungsi menjadi tambak udang sekitar 20 hektar. Selama ini,  sekitar 100 keluarga menggantungkan hidup pada pertanian lahan pasir dan sawah.

Rujito juga bertani di lahan pasir. Dia bilang, kini warga terbelah antara mendukung dan menolak tambak. Banyak masyarakat belum paham dampak tambak, pemerintahpun belum memberikan sosialisasi.

“Jika lahan tambak itu tak produktif pertanian, tak masalah. Jangan lahan produktif,” katanya. Dia juga meminta, pemerintah sosialisasi ke masyarakat pro dan kontra tambak, hingga tahu dampak positif dan negatif.

“Kami juga ingin tahu, apakah lahan tambak berdampak pada pesisir pantai, karena pesisir pantai menjadi lokasi penyu mendarat dan bertelur. Jika tambak berdampak negatif harusnya pemerintah melarang,” katanya.

Menjaga satwa, terutama langka dan dilindungi, perlu peran serta dan kepedulian masyarakat, tentu keseriusan pemerintah. Rujito cs sudah melakukan upaya pelestarian ini.

“Usia saya mungkin tak lama lagi, akan saya dedikasikan untuk menyelamatkan penyu.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,