Belimbing Unggul Ngringinrejo, Berkah Menanam dan Menjaga Sungai Bengawan Solo

Deretan pohon belimbing berjajar rapi dengan jarak satu meter, di lahan seluas 24 hektare, di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Rata-rata usia pohon tersebut sudah melewati 10 tahun, di tanam di lahan warga yang letaknya di pinggiran Sungai Bengawan Solo.

Beberapa warga nampak menggarap kebun belimbing itu. Ada yang menyirami air, menyemprot anti hama dari bahan organik, mencangkuli tanah di sekitar pohon untuk kemudian diberi pupuk kandang, hingga membungkus buah belimbing yang mulai besar dengan plastik atau blongsong.

“Buah yang sudah agak besar dibungkus agar tidak kena hama lalat buah atau dimakan codot (kelelawar), selain itu biar buahnya bagus,” kata Agus, seorang penggarap, pekan lalu.

Belimbing di Desa Ngringinrejo ini merupakan produk unggulan di Bojonegoro. Ini tidak lepas dari upaya masyarakat untuk membudidayakan hingga menemukan belimbing varietas unggulan. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga mendukung dengan menjadikan kawasan Desa Ngringinrejo sebagai Agrowisata Belimbing.

“Pemerintah tanggap, sehingga kami dibantu promosi. Kami pun mampu mengembangkan belimbing menjadi beberapa varietas unggulan,” ujar Priyo Sulistyo, Ketua Pengelola Agrowisata Belimbing Ngringinrejo.

Priyo Sulistyo menunjukkan belimbing yang tinggal menunggu waktu untuk dipetik. Foto: Petrus Riski
Priyo Sulistyo menunjukkan belimbing yang tinggal menunggu waktu untuk dipetik. Foto: Petrus Riski

Di area Agrowisata Belimbing Ngringinrejo, berdiri juga bedak atau meja dengan tumpukan buah belimbing. Tujuannya, pemilik lahan atau warga sekitar dapat langsung menjual belimbing miliknya yang sudah matang. “Sudah tiga tahun jualan belimbing di sini, sebelumnya di pasar. Kalau pohon belimbing saya juga punya, ada 46 pohon,” tutur Siti Marfuah, penjual buah belimbing.

Keberadaan Agrowisata Belimbing diakui Siti sangat menguntungkan warga, khususnya petani sekaligus pemilik pohon belimbing. Selain tidak susah payah menjual, penghasilan juga lebih besar.

“Sabtu-Minggu selalu ramai. Penghasilan yang diperoleh bisa sampai satu juta rupiah lebih sesatu hari. Kalau tahun baru, bisa dua juta rupiah,” ujar Siti yang biasa menyiapkan 3 peti atau sekitar 150 kilogram buah belimbing setiap harinya.

Keberhasilan petani Ngringinrejo menemukan varietas unggul, menjadikan harganya tinggi. Untuk belimbing madu ukuran sedang yang manis, per kilogramnya dihargai Rp15 ribu. Sedangkan belimbing super ukuran besar atau setara sepatu orang dewasa, dibandrol Rp10 – 12 ribu per kilogram.

“Kalau dulu dijual ke pasar, harganya sekitar Rp2 – 3 ribu per kilogram, itu pun tidak selalu habis. Kalau di sini ludes,” kata Siti.

Petani belimbing ini sedang merawat tanamannya dengan memberikan pupuk kandang. Foto: Petrus Riski
Petani belimbing ini sedang merawat tanamannya dengan memberikan pupuk kandang. Foto: Petrus Riski

Bengawan Solo

Beberapa warga menanam belimbing sejak 1984 di lahan mereka di pinggiran Sungai Bengawan Solo. Langkah ini diikuti warga lain pada 2008, termasuk desa tetangga seperti Mojo. “Awalnya hanya beberapa orang, semata untuk bisa dijual ke pasar,” kata Priyo.

Seiring berjalan waktu, tanaman belimbing warga semakin banyak dan tumbuh besar, sehingga mampu menjadi pengaman rumah warga yang biasanya terendam air saat sungai meluap. Keberadaan pohon belimbing pun mampu mengikat lumpur dan menjadikan lahan yang ditanami subur.

Sejak itu, Priyo bersama warga selalu melakukan pembersihan di sekitar bantaran Bengawan Solo, khususnya sampah dan barang-barang yang hanyut. “Pohon belimbing bisa menahan erosi, dan kami sadar pentingnya menjaga lingkungan. Adanya pepohonan di pinggir sungai berfungsi sebagai pengaman.”

Menanam pohon belimbing, membuat Priyo dan warga tidak lagi was-was akan banjir. Tidak seperti saat mereka menanam padi dan jagung, hasil panen tidak dapat dinikmati maksimal karena terendam air. “Dulu kami menanam jagung, singkong, dan padi. Kalau jagung dua kali panen, bila diterjang banjir hanya sekali. Dua tahun terakhir ini, kami tidak kebanjiran lagi.”

Bengawan Solo pada 1860-an (litografi berdasarkan lukisan oleh Abraham Salm). Sumber: Wikipedia/Tropenmuseum
Bengawan Solo pada 1860-an (litografi berdasarkan lukisan Abraham Salm). Sumber: Wikipedia/Tropenmuseum

Penghargaan

Kepala Desa Ngringinrejo, Mohammad Safii mengatakan, belimbing telah menjadikan Ngringinrejo sebagai desa percontohan tingkat kabupaten. Bahkan di 2014, Agrowisata Belimbing ini mendapatkan penghargaan Anugerah Wisata 2014 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Berkah dari belimbing, Ngringinrejo terus membangun dan berbenah.

Saat ini, hampir semua warga menanam belimbing, bahkan di halaman atau pekarangan rumah mereka. Tujuannya untuk memenuhi permintaan pasar. “Kami kewalahan meski desa tetangga sudah menanam belimbing seluas 15 hektare.”

Safii berharap, belimbing akan membuat masyarakat sejahtera. Selain itu, warga juga dapat ikut memelihara lingkungan, khususnya di sekitar daerah aliran Bengawan Solo. “Warga sudah tidak khawatir lagi akan banjir. Ekonomi mereka juga meningkat.”

Bupati Bojonegoro, Suyoto, mengatakan, keberadaan belimbing tidak hanya menjadikan Ngringinrejo sebagai unggulan wisata, melainkan juga membuat masyarakat produktif. “Agrowisata Belimbing telah mengungkit produktivitas, sektor jasa naik, produksi dari berkebun juga naik, membuat kita fokus untuk membenahi infrastruktur.”

Kesadaran masyarakat yang mulai menanam belimbing, tidak hanya menciptakan pasar baru dan lapangan pekerjaan baru, namun juga menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya. “Dengan belimbing semua lini ikut terdongkrak, ini pemicu untuk desa lain,” pungkas Suyoto.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,