Boleh Ikut Kursus Bahasa Inggris, Bayarnya Pakai Sampah Ya..

Persoalan sampah plastik sejak dulu menjadi persoalan utama peradaban. Sampah plastik yang bertambah banyak, produksi plastik yang berlebih dan sikap masyarakat yang tidak peduli dengan lingkungan membuat sampah plastik bertebaran dimana-mana.

Lingkungan yang bebas sampah tampaknya menjadi impian dari Nando Watu, anak muda peduli lingkungan asal Desa Detusoko, Kabupaten Ende. Nando yang juga alumnus dari Miami Dade College di Florida USA sekarang menetap di Ende.

Dia merasa bahwa kepedulian tentang lingkungan bebas sampah harus dimulai dari anak muda. Kaum muda diharapkan menjadi contoh dan pelopor dalam keluarga, agen kebersihan dari tingkat desa untuk perlahan mengubah cara berpikir warga dan melaksanakan aksi pemanfaatan kembali sampah untuk keperluan harian.

Untuk itulah ia lalu membuat komunitas Remaja Mandiri Community (RMC), yang peduli lingkungan agar bebas sampah, khususnya sampah plastik di Desa Detusoko, desa asalnya.

Bagi Nando, Flores memiliki keindahan alam dan budaya, namun tak dipungkiri plastik di mana-mana, sampah berserakan. Pemahaman warga masyarakat pun masih sangat minim terkait dampak lingkungan atau pengolahan kembali sampah.

Menurutnya, sikap dapat ditumbuhkan dari perubahan mental yang dapat ditularkan lewat berbagi pengetahuan (sharing knowledge) dan pengalaman langsung. Demikian pula pola hidup dapat ditumbuhkan jika telah menjadi suatu kebiasaan.

Nando beserta komunitasnya lalu mencoba lewat cara yang unik. Di sekretariatnya, mereka memiliki program kursus belajar bahasa Inggris bagi anak-anak usia SD, SMP hingga SMA.

Untuk ikut kursus, mereka tidak memungut biaya, tetapi sebagai gantinya peserta wajib mengumpulkan sampah yang mereka kumpulkan selama seminggu untuk kemudian dibawa saat mengikuti kursus. Secara kolektif, sampah itu kemudian dipilah dan dijual secara kolektif ke bank sampah Ende setelah volumenya dianggap telah mencukupi.

“Para peserta yang ingin belajar bahasa Inggris atau yang mau meminjam buku-buku bacaan di sekretariat RMC wajib membayarnya dengan sampah,” sebut Nando kepada Mongabay Indonesia (05/09) di Detusoko.

Menurutnya hal ini kemudian menimbulkan nilai positif, yaitu kesadaran kepada anak-anak muda yang ada. Mereka lalu mulai tergugah menjaga kebersihan di seputaran desa mereka. Termasuk memunguti sampah di berbagai tempat keramaian di Detusoko. Lingkungan menjad bersih, mereka pun dapat belajar bahasa asing.

Anak-anak SMA sedang belajar cara memanfaatkan limbah plastik sampah sebagai bahan berguna. Foto: Ebed de Rosary
Anak-anak SMA sedang belajar cara memanfaatkan limbah plastik sampah sebagai bahan berguna. Foto: Ebed de Rosary

Dukung Destinasi Wisata yang Bebas Sampah Plastik

Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, Desa Detusoko memang harus bebas dari sampah agar dapat membuat turis betah tinggal di sini.

Lewat momen internasional balap sepeda, Tour de Flores yang menyinggahi desa ini, RMC bersama sekitar 200 anak muda paroki St. Yoseph Detusoko melakukan kampanye gerakan moral “Say no to Plastic” untuk mendukung Flores sebagai daerah destinasi yang ramah lingkungan. Tujuannya jangka panjangnya agar seluruh Flores dapat bebas sampah plastik pada tahun 2025.

Sebagai bukti dukungan, seribu tandatangan pun dibubuhkan oleh anak-anak bersama para pebalap sepeda dan team touring. Puncak acara itu dikemas dalam momen Detusuko Youth Camp.

Dalam kesempatan ini komunitas RMC menggandeng Dinas Pertamanan dan Kebersihan Ende mengadakan kegiatan pelatihan teknologi pengolahan sampah. Peserta yang hadir diajarkan bagaimana mengolah sampah plastik menjadi kerajinan tangan, serta cara pengolahan sampah menjadi pupuk organik.

Gaspar Kozi dari Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kabupaten Ende amat mengapresiasi acara ini. Menurutnya, gerakan “Say no to Plastic” ini merupakan gerakan yang amat kreatif dari anak muda dan harus terus didukung.

“Mari kita mulai sekarang bersama menjalankan kebersihan sampah di sekitar lingkungan kita,” jelasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,