Terlarang Tetap Marak, Nelayan Tradisional Tanjung Balai-Asahan Bakar Kapal-kapal Pukat Harimau

Biasanya,  Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan dan jajaran yang meledakkan kapal pencuri ikan dan perusak biota laut. Di Tanjung Balai, Sumatera Utara, berbeda.  Ratusan nelayan tradisional Tanjung Balai-Asahan, pada Sabtu (10/9/16) membakar kapal pukat trawl (harimau)  yang tengah menangkap ikan. Para nelayan tradisional ini kesal, alat tangkap terlarang tetapi marak beroperasi dan tak ada penegakan hukum.

Tak tanggung-tanggung, empat kapal dibakar. Dua dibakar di Perairan Asahan, tepatnya di Line Satu Lampu Putih Bagan Asahan Perairan Asahan, Asahan, dua lagi di Tangkahan, Tanjung Balai.

Data Polres Tanjung Balai, dua kapal pukat trawl dibakar di Line Satu Lampu Putih Bagan Asahan adalah KM. Bintang Harapan 1 dan KM. Bintang Harapan 2.  Dua lagi, kapal pukat harimau KM. Rose milik Regen dan kapal KM. Bintang Laut milik Ome, keduanya warga Tanjung Balai.

AKBP Ayeb Wahyu Gunawan, Kapolres Tanjungbalai, Minggu (11/9/16) mengatakan, aksi pembakaran ini bermula saat ratusan nelayan tradisional Tanjung Balai-Asahan sweeping kapal pukat harimau di Perairan Beting Bulu Simandulang, Labuhan Batu Utara. Mereka mendapati empat kapal mengambil ikan dan biota laut menggunakan pukat tarik dua.

Para nelayan tradisional kesal karena kapal-kapal ini beroperasi tanpa memperhitungkan kerusakan biota laut akibat alat tangkap tak ramah lingkungan. Kapal yang mereka amankan dibawa ke perairan Asahan dan dibakar.

“Dalam dua kapal di Line Satu Lampu Putih, ada sembilan ABK. Mereka diturunkan di Pelabuhan Panton Bagan Asahan, diberi ongkos pulang ke Simandulang. Kami bersama Danlanal Tanjung Balai Asahan dan Satpolair mencoba menenangkan situasi. Baru pukul 21.30 situasi berhasil diamankan. Massa membubarkan diri. Pembakaran sore hari, ” katanya.

Anak-anak melihat puing kapal pukat harimau yang dibakar nelayan . Foto: Ayat S Karokaro
Anak-anak melihat puing kapal pukat harimau yang dibakar nelayan . Foto: Ayat S Karokaro

Apa penyebab nelayan tradisional membakar empat kapal harimau ini? Kepada Mongabay Zainal Arifin, nelayan jaring puput perwakilan nelayan tradisional Tanjung Balai-Asahan, Minggu siang mengatakan, mereka kesal karena aktivitas kapal pukat trawl menyebabkan kerusakan laut makin parah. “Ini tak boleh lagi dibiarkan begitu saja.”

Salah satu penyebab kehancuran laut Tanjung Balai-Asahan karena masih boleh kapal pukat trawl beroperasi. Mereka,  nelayan tradisional pakai alat tangkap sederhana. Cara kerja kapal pukat ini membabat habis isi makhluk hidup dalam laut.

“Terumbu karang yang seharusnya tempat ikan bertelur dan berkembangbiak, biota laut lain, juga rusak parah,” katanya.

Parahnya lagi, kapal pukat trawl ini menjalankan aksi hingga ke dekat pesisir pantai. Ikan-ikan yang seharusnya bisa dijaring nelayan tradisional sudah tak ada lagi. Mereka makin jengah, akhirnya bertindak dengan sweeping dan membakar kapal pukat yang mereka temukan.

“Saya bukan nelayan paham hukum, tetapi untuk pelestarian laut kami jangan diajari. Yang kami bingungkan, kenapa orang macam kami yang tak ada sekolah peduli dengan lingkungan laut karena dirusak pukat-pukat ini. Kenapa terus dibiarkan kapal-kapal itu beroperasi dan merusak biota laut. Ada apa ini?” kata Zainal.

Mereka memberi tenggang waktu satu bulan agar ada tindakan tegas terhadap perusak laut menggunakan kapal pukat seperti yang mereka bakar. Jika tidak, katanya, nelayan tak akan menjamin jika pembakaran terulang kembali.

Zainal mengatakan, patroli laut penegak hukum di Perairan Tanjung Balai-Asahan, sia-sia, karena setiap operasi selalu gagal, tak membuahkan hasil.

Dia tak heran karena ada oknum petugas selalu membocorkan operasi. Setiap tim patroli gabungan menjalankan tugas ke wilayah barat, oknum petugas memberitahukan agar kapal pukat mencari ikan ke timur. Begitu sebaliknya. “Tak aneh mengapa setiap patroli selalu gagal dan tak membuahkan hasil.”

Dia bilang, ada oknum menjadi mata-mata dan dapat setoran dari pengusaha kapal pukat harimau.

“Kami lihat sendiri, setiap melintas di area patroli, jaring tangguk diulur, uang dimasukkan dan aksipun lancar. Kami sudah muak dengan ini. Setiap mengadu selalu bilang ia nanti kita dalami.  Tak ada aksi nyata. Maka ini aksi nyata, kami sweeping. Dapat kapal tuh, langsung dibakar. Supaya anda semua tahu, kami bisa dapat dan mereka yang dilengkapi kapal cepat dan canggih tak pernah berhasil,” ucap Zainal, geram.

Kapal pukat harimau yang dibakar nelayan. Foto: Ayat S Karokaro
Kapal pukat harimau yang dibakar nelayan. Foto: Ayat S Karokaro

Mereka sebenarnya tak mau berbuat seperti ini kalau penegakan hukum terhadap kapal pukat harimau berjalan. “Haruskah kami terus bergerak dan mengadili sendiri seperti ini? Tentu tidak, karena negara Indonesia kita ini negara hukum.”

Dia mau hukum berjalan, bukan sebaliknya bisa dipermainkan. “Tak ada jaminan ini tidak terulang lagi jika penegak hukum tak serius.”

Kombes Pol Rudi Hartono, Kepala Biro Operasional Karo Ops Polda Sumut, beralasan, kesulitan dalam penanganan pukat harimau karena kapal bergerak dan kucing-kucingan dengan petugas yang jumlahnya terbatas.

Namun, dia bilang juga jumlah kapal pukat trawl banyak, lebih 11.000. Namun, katanya,  bukan berarti para nelayan bisa mengambil tindakan dan main hakim sendiri.

Dia bilang, tak mau diancam nelayan tradisional yang meminta pengusutan tuntas kapal pukat trawl dalam waktu singkat. Rudi berdalih, perlu waktu pemetaan selama satu bulan agar bisa terang dan mengungkap hingga ke bos besar pendana operasi kapal pukat trawl di Tanjung Balai-Asahan.

Selain itu, katanya, ada kendala atau kesulitan mereka karena jumlah polisi 21.000 dan petugas Satpolair Polda Sumut hanya 300. Dengan jumlah kapal hanya ada tiga di Perairan Tanjung Balai-Asahan. Dia menyatakan, kewalahan menjalankan tugas menangkap kapal pukat trawl yang berjumlah ribuan.

“Mari kita bersama-sama menjaga laut dari kerusakan, tetapi bukan main hakim sendiri. Jika ada temuan, silakan lapor. Kita sikat sama-sama. Biar kami yang tangani, ” ucap Rudi.

Menurut dia, Polda menambah kekuatan, mulai Direktorat Reserse Kriminal Umum, Brimob, Direktorat Intelijen akan turun mengusut kasus kapal pukat harimau terus beroperasi. Dia berjanji siap dipindahkan jika tak bisa menyelesaikan masalah ini.

Penyelidikan oknum aparat yang terlibat, katanya, akan menjadi prioritas. Sejauh ini, katanya, ada 100 personil kepolisian dipecat karena menyalahgunakan kewenangan dalam bertugas di Sumut.

Hingga Kamis (15/9/16),  situasi di Perairan Tanjung Balai-Asahan, masih memanas. Ratusan aparat kepolisian gabungan Polres Asahan dan Polres Tanjung Balai, dibantu prajurit Pangkalan Angkatan Laut Tanjung Balai Asahan disiagakan 24 jam penuh. Mereka mengamankan lokasi tempat kejadian perkara pembakaran empat kapal itu.

Tampak kapal patroli Satpol Air menjaga sekitar lokasi pembakaran kapal pukat trawl. Foto: Ayat S Karokaro
Tampak kapal patroli Satpol Air menjaga sekitar lokasi pembakaran kapal pukat trawl. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,