Masih Ada Potensi Geothermal di Tempat Lain, Mengapa TNGL yang Diganggu?

Gubernur Aceh Zaini Abdullah, pada 16 Agustus 2016, mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Isinya, permintaan revisi sebagian zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menjadi zona pemanfaatan, dan memberi izin kepada PT. Hitay Panas Energy, perusahaan asal Turki, untuk melakukan eksplorasi panas bumi di wilayah tersebut.

Terkait surat tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Husaini Syamaun, Senin (19/09/2016) menjelaskan, rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kabupaten Gayo Lues itu merupakan bentuk dukungan Pemerintah Aceh terhadap program Strategis Nasional. “Pembangkit listrik ini ramah lingkungan, dibandingkan listrik dengan batubara. Geothermal lebih ramah lingkungan atau biasa disebut energi hijau.”

Husaini mengatakan, Gubernur Aceh mengirimkan surat dukungan pembangunan itu untuk menyahuti pemerintah pusat. Karena lokasi proyek berada di Zona Inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), maka Pemerintah Aceh menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dalam surat tersebut, Pemerintah Aceh hanya meminta agar dilakukan evaluasi untuk perubahan zona inti menjadi zona pemanfaatan yang semua keputusan ada di tangan Menteri LHK. “Bila lokasi rencana proyek boleh diubah menjadi zona pemanfaatan, kami minta diubah. Tetapi, bila hasil evaluasi menunjukkan daerah tersebut tidak diganggu, kami akan menerima.”

Berapa luasan wilayah usulan tersebut? Dalam persentasi yang dilakukan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) Juni 2016, dipaparkan bahwa luas wilayah usulan perubahan zona inti TNGL menjadi zona pemanfaatan sebesar 18.110 hektare. Area potensi untuk satu unit panas bumi di Gunung Kembar, Kabupaten Gayo Lues atau di zona inti TNGL itu nantinya sekitar 7.766 hektare. Sementara luas wilayah yang akan dimanfaatkan untuk perusahaan panas bumi sekitar 50-100 hektare.

Saat ditanya apakah Pemerintah Aceh sudah mengetahui bahwa KLHK menolak rencana tersebut, Husaini mengatakan, dirinya belum mendengar hal itu. “Evaluasi belum dilakukan dan butuh waktu yang tidak sebentar,” paparnya.

Sebagaimana diberitakan Mongabay.com, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Tachrir Fathoni di sela IUCN World Conservation Congress yang bertempat di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat menuturkan, KLHK menolak surat dari Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang meminta sebagian zona inti TNGL diubah menjadi zona pemanfaatan. “Menteri LHK telah menerima surat tersebut. Dari hasil sosialisasi dan konsultasi publik, terlihat usulan terkait zonasi tersebut banyak pertentangan sehingga harus dihentikan,” jelasnya.

Kawasan ekosistem Leuser merupakan wilayah penting bagi kehidupan gajah, harimau, badak, dan orangutan sumatera. Masyarakat yang hidup di wilayah sekitar tersebut juga memanfaatkan air yang merupakan bagian penting dari kehidupan mereka.
Kawasan Ekosistem Leuser merupakan wilayah penting bagi kehidupan gajah, harimau, badak, dan orangutan sumatera. Masyarakat yang hidup di wilayah sekitar tersebut juga memanfaatkan air yang merupakan bagian penting dari kehidupan mereka. Foto: Rhett Butler

Sikap

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Efendi Isma mengatakan, mereka mendukung KLHK yang menolak permintaan perubahan zona inti TNGL menjadi zona pemanfaatan. “Perubahan akan mengancam langsung hutan di hulu sebagai sumber air masyarakat.”

Menurut Efendi, permintaan tersebut memang harus ditolak, karena secara ekologis akan mempengaruhi zona-zona lainnya. Ketika suatu kawasan diubah, akan diikuti pembangunan infrastruktur dengan alasan demi kepentingan masyarakat. “KPHA meminta Pemerintah Aceh tidak “lebay” untuk perubahan zona inti tersebut. Masih banyak sumber panas bumi di Aceh yang dapat dikelola tanpa harus merubah zonasi taman nasional.”

KPHA berharap, penolakan tersebut diikuti program penyelamatan hutan secara komprehensif. “Hutan Aceh rusak, yang menderita bukan hanya satwa langka dan dilindungi, tapi juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya,” ujar Efendi.

Ketua Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Farwiza Farhan mengatakan, telah mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terkait pembangunan infrastruktur di hutan Aceh.

Dalam surat tertanggal 25 Agustus 2016, dituliskan HAkA sangat prihatin dengan beberapa rencana pembangunan tersebut. Salah satu proyek yang dilaporkan adalah rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi oleh PT. Hitay Panas Energy, dekat Gunung Wailup. Tepatnya, di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser bagian Timur, yang merupakan situs UNESCO Tropical Rainforest Heritage Site (TRHS).

“Lokasi tersebut daerah paling penting bagi konservasi fauna besar (gajah, badak, harimau, dan orangutan), tempat sata ini mencari sumber air.”

Farwiza menyebutkan, masih ada daerah lain yang bisa dibangun proyek geothermal tanpa harus menganggu TNGL. “Proyek panas bumi di Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, potensinya 165 MW dan energi panas bumi di Gunung Burni Telong, Kabupaten Bener Meriah, juga sangat berprospek. Kenapa bukan daerah itu saja yang dimanfaatkan? Kalau dua daerah itu yang dibangun, kami dukung,” ungkapnya.

Surat Gubernur Aceh yang ditujukan ke Menteri LHK untuk merevisi zona inti TNGL. Sumber: KPHA
Surat Gubernur Aceh yang ditujukan ke Menteri LHK untuk merevisi zona inti TNGL. Sumber: KPHA
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,