Kala Telur Penyu Dijual Bebas di Tengah Kota Medan

Namanya Yani BR, tinggal di Kabanjahe, tak jauh dari Gunung Sinabung, Karo, Sumatera Utara. Selama setahun ini, dia berjualan telur penyu di pusat Kota Medan. Tepatnya, Jl Sudirman.

Selama sekitar setahun ini, dia tak pernah tertangkap petugas, baik kepolisian, BKSDA, maupun Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Padahal,  dia berdagang telur di dekat rumah dinas Gubernur Sumut. Juga tak jauh dari rumah dinas Pangdam I/BB dan Walikota Medan.

Selasa (20/9/16), saya mencoba menghampiri dan berbincang dengan ibu penjual telur penyu ini. Dia tampak membawa anaknya yang berusia tiga tahun.

Sebelum saya, ada beberapa rekan jurnalis dan dilarang mendekat atau mengambil foto. Tak jauh dari tempat dia berdagang, ada dua orang pria mengintai, satu suami Yani.

Dia mengaku baru menjualkan ratusan butir telur. Yani hanya menjualkan barang milik orang lain.

Setiap tiga hari sekali, pagi hari,  Yani menunggu paket telur penyu diantar. Jika tidak, suaminya menjemput di loket bus antarkota antarprovinsi di Jalan Sisingamangaraja, Medan.

Telur penyu yang dijual di tepi jalan di Kota Medan, Rp7.000-8.000 per butir. Foto: Ayat S Karokaro
Telur penyu yang dijual di tepi jalan di Kota Medan, Rp7.000-8.000 per butir. Foto: Ayat S Karokaro

Pemilik dan Yani, berbagi hasil. Jika seluruh terjual, hasil dibagi dua dengan pemasok. Jumlah telur bervariasi, mulai 70-100 per tiga hari sekali, harga jual Rp7.000-Rp8.000 per butir.

Ketika ditanya darimana asal telur penyu, Yani bilang pemasok dapat dari Aceh dan Bagan Siapiapi, dekat perbatasan Riau-Sumut.

Dia sudah ada langganan. Yang menarik, pembeli telur penyu banyak turis dari Malaysia datang ke Medan.  Mereka beli 20-30 butir buat konsumsi di Medan.

“Saat liburan, turis dari Malaysia pasti singgah beli telur penyu. Ada juga dari China tetapi mereka beli sikit.”

Dia tahu,  kalau jual telur penyu dilarang tetapi rela menantang risiko ini demi memenuhi kepeluan hidup sehari-hari.

“Aku harus jual ini buat belanja dapur bang, kalau gak gitu mana bisa kami beli susu anak.”

 

Usut pemasok

ProFauna, menyayangkan ini bisa terjadi di Kota Medan. Apalagi lokasi dekat dengan pusat pemerintahan.

Rosek Nursahid, dari ProFauna, Rabu siang (21/9/16) mengatakan, kasus seperti ini sebenarnya bukan saja terjadi di Sumut, tetapi daerah lain, seperti Berau, Kalimantan Timur. Perdagangan telur penyu, katanya, seakan bebas, bahkan sampai dijual di SD, SMP, hingga SMA.

Pembeli tentu pengendara yang lalu lalang. Ada juga pelanggan juga para turis. Foto: Ayat S Karokaro
Pembeli tentu pengendara yang lalu lalang. Ada juga pelanggan juga para turis. Foto: Ayat S Karokaro

Ketika memberikan informasi bahwa menjual dan mengambil telur penyu tak bolek, ternyata banyak aparat penegak hukum tak paham.  Dia menduga, kondisi serupa terjadi di Medan.

“Mereka pikir yang dilarang mengambil dan memburu penyu. Pandangan ini harus diluruskan. Pemerintah jelas harus mengedukasi masyarakat,” katanya seraya mengatakan, miris kala itu terjadi di dekat rumah dinas pemerintah.

ProFauna mengkritisi kinerja BKSDA, cenderung banyak membiarkan perdagangan telur penyu. “Banyak pedagang burung dan lain-lain tak diamankan.”

Dia mencontohkan, jalan menuju Berastagi, banyak menemukan pedagang satwa dilindungi seperti kukang begitu bebas.

“Aparat baru bertindak ketika ramai di media massa dan media sosial, serta dihebohkan organisasi masyarakat sipil baru bergerak. Selama ini, tak proaktif lebih cepat.”

Rantai perdagangan satwa liar, katanya, kerab melibatkan orang ekonomi lemah dan pendidikan rendah terutama ibu-ibu dan nenek tua.

Berdasarkan catatan ProFauna, seperti perdagangan satwa dari Sumatera menuju Jawa, dari Palembang, Jambi ke Lampung, melibatkan ibu tua sebagai kurir.

Mereka, katanya, dititipkan satwa liar dalam kardus, dan hanya diberi uang untuk membawa titipan. Di Jawa Barat juga terjadi. Pelaku menitipkan satwa dalam rumah ibu-ibu.

“Ini pola-pola yang dibaca dan dilakukan jaringan perdagangan satwa liar dengan memanfaatkan ibu-ibu dan orang tua. Mereka dianggap tak mencurigakan, dan iba. Akhirnya, hukum susah usut sampai ke akar.”

Khusus pedagang telur penyu di Medan, katanya, tak bisa langsung proses hukum. Proses hukum ada tahapan.

“Apakah betul pedagang ibu-ibu itu memahami? Apakah ada upaya BKSDA, Gakum, dan kepolisian sosialisasi?”

ProFauna mendesak usut dan tindak tegas pemasok. Kala sudah sosialisasi, atau pemberian penjelasan kepada si ibu tetapi tak diindahkan, katanya, barulah proses hukum.

“Pengalaman kami sering aparat menindak hukum, tetapi menangkap hanya kroco-kroco. Bos, pemasok dan jaringan besar lain termasuk pengumpul tak terungkap. Yang utama membongkar skala besar,” katanya.

Sedang Hotmauli Sianturi, Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BKSDA Sumut), mengatakan,  tindakan pedagang telur penyu salah besar.

“Ini tak boleh, melanggar UU. Saya terkejut sekali informasi anda, telur penyu tak boleh diambil apalagi diperdagangkan,” katanya.

Dia langsung memerintahkan anggota bergerak. Selain pengusutan hingga ke akar, mereka akan meningkatkan sosialisasi ke masyarakat.

Menjual telur penyu itu dilarang UU, tetapi tetap saja ada yang melakukan, di tengah kota pula dan aman-aman saja. Foto: Ayat S Karokaro
Menjual telur penyu itu dilarang UU, tetapi tetap saja ada yang melakukan, di tengah kota pula dan aman-aman saja. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,