Mereka Memilih Kampanye Peduli Gambut dan Orangutan Lewat Musikalisasi Puisi di Lahan Bekas Terbakar

Gambut bukan hanya api
Gambut adalah air, udara dan rumah bagi semua makhluknya
Gambut merangkai sejarah bangsa ini

Para leluhur Berjaya berkah menjaga gambut
Seperti Sriwijaya memakmurkan Asia Tenggara
Gambut bukan hanya kita

Gambut adalah bumi yang hari ini mencemaskan anak cucu kita
Kita yang lupa sehingga menjadi batu di dasar gambut
Batu-batu api seperti bara neraka

(Taufik Wijaya)

Sore itu, suara tetabuhan jimbe, gitar dan didjiredu bersahutan merangkai harmonisasi musik yang syahdu. Tepat di atas lahan gambut kawasan Tangkiling KM 26 Palangkaraya, beberapa orang sahut menyahut memainkan alat musik tersebut.

Seorang diantara mereka membacakan puisi karya Taufik Wijaya, dengan beberapa gubahan menjadi perpaduan lagu yang terasa khidmat.

Gerimis turun cukup deras, namun semangat tak padam. Suara Abdul Hafiz Amrullah, sang vokalis, justru semakin terdengar nyaring.

Bukan tanpa alasan sekelompok orang yang tergabung dalam Shouts of Wurmbii (SOW) yang dibentuk oleh Rumah Talenta itu memainkan musik di lahan gambut bekas terbakar tahun lalu tersebut.

Dengan aksi tersebut, mereka berharap bisa menggugah banyak orang akan pentingnya menjaga gambut dari ancaman terbakar.

“Aksi hari ini adalah untuk mengkampanyekan dan mengingatkan mengenai pentingnya gambut. Kita juga sebagai masyarakat gambut ingin mengingatkan bahwa sekarang gambut dipandang sebelah mata. Karena ternyata kalau kita telisik lagi gambut adalah akar dari kehidupan,” jelas Hafiz, Sabtu (24/9/16).

Jika biasanya banyak aktivis melakukan aksi di depan Gedung DPR, Istana Negara dan kantor Pemerintahan lainnya, maka tidak bagi mereka. Justru mereka sengaja memilih lahan gambut bekas terbakar sebagai lokasi aksi.

“Kami memilih  lokasi di lahan gambut yang terbakar karena ini cocok untuk merepresentasikan kehancuran gambut. Bahwa gambut terbakar sebenarnya disini ada peran manusianya yang abai tentang gambut,” katanya.

Meski tak banyak orang yang melihat aksi mereka, namun bukan berarti apa yang disuarakan tak akan terdengar oleh banyak orang.

Guna menyampaikan pesan dari aksi tersebut, mereka mendokumentasikan aksi tersebut dengan membuat sebuah video.

Nantinya video tersebut akan disebar melalui jaringan sosial media. Mereka percaya, bahwa isu yang disampaikan melalui sosial media dan menjadi viral, akan membawa dampak yang jauh lebih luas.

Apalagi aksi di lahan gambut juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada banyak orang melalui tayangan visual bahwa kondisinya kini sudah rusak parah. Perlu perhatian serius dari banyak kalangan.

“Kita melihat sebenarnya sekarang di media sosial lebih ngefek untuk mengangkat suara dan mengkampanyekan sesuatu. Jadi targetnya ini akan kita publikasikan ke media sosial dan kita sebar. Kita menawarkan bentuk kampanye lain yang mungkin dampaknya bisa lebih meluas ke masyarakat, bisa lebih diterima. Melalui musikalisasi puisi,” paparnya.

Ia berharap masyarakat yang belum sadar pentingnya gambut menjadi tercerahkan. Bahwa gambut harus dijaga kelestariannya dan tidak dibakar serampangan.

Dalam kesempatan sama, Dedi Siswanto, dari UNOPS (The United Nations Office for Project Services) mengatakan, lewat aksi tersebut diharap masyarakat tidak lupa dengan peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut tahun 2015.

Kala itu, kebakaran besar mengakibatkan asap yang sangat tebal dan mengganggu banyak hal. Ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, lahan gambut bekas terbakar tahun lalu yang dijadikan lokasi aksi merupakan kawasan yang sengaja dibakar untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit. Dengan aksi di lokasi tersebut, diharap masyarakat bisa mendapatkan  gambaran utuh mengenai kerusakan gambut akibat pembakaran secara serampangan.

“Ini akan lebih mengingatkan lagi bahwa kalau kita melakukan pembakaran yang tidak terkendali. Yang sembarangan dan tidak mengindahkan bahwa gambut itu penting untuk kita jaga. Gambut adalah akar budaya. Semoga apa yang kita lakukan ini akan kembali mengangkat kejayaan gambut,” pungkasnya.

Shout of Wurmbii membawakan karya-karya mereka tentang pentingnya pelestarian orangutan di Nyaru Menteng. Foto: Indra Nugraha
Shout of Wurmbii membawakan karya-karya mereka tentang pentingnya pelestarian orangutan di Nyaru Menteng. Foto: Indra Nugraha

Sebelum aksi di lahan gambut, mereka juga melakukan hal serupa di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng yang dikelola oleh Yayasan BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation). Hafiz mengatakan, lokasi tersebut sengaja dipilih untuk mengkampanyekan pentingnya pelestarian orangutan.

Menurutnya publik perlu tahu bahwa orangutan banyak di sana, bukan karena mereka sengaja ditangkarkan, tapi targetnya untuk dilepasliarkan kembali karena hilangnya habitat mereka.

“Orangutan statusnya terancam dan satu level lagi mendekati kepunahan. Itu bukan prestasi tapi  peringatan buat kita. Harus sadar bahwa orangutan itu penting,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,