Tercemar Berat, Pesisir Makassar Tak Lagi Kondusif

Abdul Rahman Bando menatap miris pemandangan di depannya. Genangan sampah plastik yang seperti tak hentinya berdatangan, meski beragam upaya pembersihan telah dilakukan. Kontras dengan kemewahan dan keindahannya, pesisir Pantai Losari tampak begitu kumuh dengan air berwarna hijau pekat.

“Setiap hari seperti ini, sudah dibersihkan lalu datang lagi sampah dari berbagai penjuru seperti tak ada habisnya. Kita sudah kerahkan tiga armada pembersih pantai, namun sepertinya tak cukup banyak membersihkan sampah yang ada,” ungkap Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan (DKP3) Kota Makassar ini kepada Mongabay ketika meninjau lokasi di pesisir Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (19/09/2016).

Rahman terlihat cukup frustasi melihat kondisi sampah belum bisa tertangani dengan baik dan di sisi lain belum ada kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga laut dan pesisir.

“Harus ada kesadaran kolektif masyarakat bahwa pelestarian ekosistem laut itu tidak hanya dilakukan dan dibutuhkan oleh nelayan yang beraktivitas di laut, namun juga bagi yang tinggal di darat. Coba lihat sampah-sampah di Losari ini sebagian besar merupakan hasil buangan orang-orang di darat dibanding dari yang terbawa arus.”

Sebagai salah satu pusat hiburan warga, Pantai Losari memang selalu padat dikunjungi warga di malam hari dan hari libur. Meski telah disiapkan tempat sampah, namun sebagian pengunjung tetap membuang sampah sembarang dan ada yang langsung membuang ke laut.

“Berapa pun kekuatan kami membersihkan laut ini tidak akan mampu mengimbangi jumlah penduduk yang membuang sampah dari daratan,” tambah Rahman.

Pemkot Makassar, Sulsel menyiapkan 3 unit armada perahu yang disebut Pattasa’ki, namun jumlah armada ini belum cukup efektif menyelesaikan masalah sampah di pantai Losari. Foto: Wahyu Chandra
Pemkot Makassar, Sulsel menyiapkan 3 unit armada perahu yang disebut Pattasa’ki, namun jumlah armada ini belum cukup efektif menyelesaikan masalah sampah di pantai Losari. Foto: Wahyu Chandra

Dalam sehari, jumlah rata-rata sampah yang terangkat dari Pantai Losari bisa mencapai setengah ton. Pemkot Makassar melalui DKP3 sendiri telah membuat jaring yang dibuat seperti kantung atau bubu, untuk memerangkap sampah sejak tiga minggu lalu. Hasilnya sangat efektif meminimalkan sampah dari muara kanal menuju Pantai Losari.

“Dulu kita hanya bikin jaring tapi hanya menahan saja, jadi kalau arusnya pasang maka akan terdorong lagi ke kanal, kalau surut sampah-sampah itu akan datang lagi ke Pantai Losari. Dengan jaring perangkap ini sampahnya tertahan di tengah jaring sehingga bisa segera diangkat.”

Hanya saja, menurut Rahman, penggunaan jaring ini meski efektif, namun bukanlah solusi akhir dan hanya sebagai langkah antisipasi bersifat sementara. Penanganan sampah ini tetap membutuhkan perhatian semua pihak yang saling bersinergi, termasuk membangun kesadaran kolektif warga.

“Harapan kita orang yang tinggal di darat punya kesadaran bahwa kita tak boleh membuang sampah begitu saja, karena ketika tidak tertangani maka prosesnya lambat laun akan sampai ke laut. Ketika datang hujan maka sampah itu pertama-tama akan turun ke drainase, ketika airnya naik maka akan sampai ke kanal. Begitu sampai ke kanal, dalam hitungan jam sampah-sampah itu akan sampai ke laut.”

Menurut Rahman, kondisi dasar Pantai Losari di dasar jauh lebih parah lagi karena dipenuhi oleh tumpukan sampah plastik yang telah menahun dan menumpuk.

“Terbukti baru-baru kita lakukan ada eskavator ampibi, naik semua sampah-sampah plastik yang mengendap di dasar laut. Jumlahnya banyak sekali.”

Pengerukan ke dasar laut di kawasan pantai Losari, Kota Makassar, menggunakan eskavator ampibi mendapati volume sampah yang mengendap di dasar laut cukup besar yang diperkirakan sudah menahun. Foto: Wahyu Chandra
Pengerukan ke dasar laut di kawasan pantai Losari, Kota Makassar, menggunakan eskavator ampibi mendapati volume sampah yang mengendap di dasar laut cukup besar yang diperkirakan sudah menahun. Foto: Wahyu Chandra

Sampah plastik sendiri biasanya mulai bermunculan di permukaan di siang hari, ketika suhu air meningkat.

“Kalau panas air meningkat kira-kira jam 2 siang nanti sampah akan naik ke permukaan. Kalau dingin memang akan tenggelam. Begitu panas, diantar oleh gas-gas yang ada di bawah sampah ini diangkat naik.”

Pemkot Makassar sendiri sejak 2015 lalu telah memiliki tiga armada perahu pembersih laut, yang dinamakan Pattasa’ki, yang semuanya digerakkan di sekitar Pantai Losari. Namun ketiga armada ini tetap saja tak cukup banyak untuk mengimbangi volume buangan sampah dari sejumlah muara-muara kanal dari kota.

Menurut Rahman, tidak hanya Pantai Losari, hampir seluruh wilayah pesisir Makassar sebenarnya mengalami masalah yang sama. Di wilayah Kecamatan Tallo, dimana terdapat muara Sungai Tallo, kondisinya jauh lebih parah. Selain karena ada Sungai Tallo yang besar membawa sampah dari berbagai penjuru, di sana juga terdapat kanal yang berada di antara Pelabuhan Paotere dan Pelelangan Ikan Paotere.

“Itu di sana penduduknya sangat padat, belum lagi buangan limbah dari Kawasan Industri Makassar. Ada beberapa pergudangan yang langsung berhimpitan dengan sungai. Banyak perusahaan termasuk hotel-hotel yang belum memiliki IPAL.”

Solusi jangka panjang masalah ini menurut Rahman adalah perlunya seluruh industri termasuk perhotelan untuk memiliki IPAL. Walikota Makassar sendiri, menurutnya, sudah lebih serius dalam menekankan adanya IPAL ini.

Tercemar berat

Sebuah kajian yang dilakukan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku sebagaimana dilaporkan dalam Status Lingkungan Hidup Ekoregion (SLHE) Mamminasata 2013, menunjukkan bahwa di titik muara Kanal Panampu, laut sekitar PT IKI, Muara sungai Jeneberang, Gussung Tallang dan Pantai Losari, tingkat kecerahannya telah melampaui ambang baku mutu. Selain itu, parameter TSS, BOD5, amonia total dan coliform di beberapa titik juga telah melewati baku mutu.

“Hasil uji tersebut mengindikasikan bahwa air laut di titik tersebut tercemar oleh zat padat tersuspensi, air buangan dan bakteri dan coliform,” ungkap laporan ini.

Kondisi pemukiman di Kelurahan Bulo, Kecamatan Tallo, Makassar, yang kumuh dan tercemar. Belum lagi limbah dari perusahaan di kawasan KIMA yang dikhawatirkan berdampak pada keamanan konsumsi dan kesehatan masyarakat Foto: Wahyu Chandra
Kondisi pemukiman di Kelurahan Bulo, Kecamatan Tallo, Makassar, yang kumuh dan tercemar. Belum lagi limbah dari perusahaan di kawasan KIMA yang dikhawatirkan berdampak pada keamanan konsumsi dan kesehatan masyarakat Foto: Wahyu Chandra

TSS atau Total Padatan Tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.

“Pantai Losari memiliki TSS sebesar 49,2 ppm, di atas ambang batas yang diinginkan yaitu 23 ppm. Nilai TSS Pantai Losari bahkan pernah mencapai 104-456 ppm.”

Menurut Nunuk Sugiyanti, Kepala Seksi Layanan Informasi Konsumen Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Makassar, kondisi pesisir Makassar memang sudah tidak kondusif lagi. Hal ini akan berkonsekuensi besar pada keamanan konsumsi dan tingkat kesehatan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir.

“Kalau kita lihat masyarakat pesisir itu sumber airnya dari air tanah yang pasti akan terkontaminansi dari pembuangan limbah, khususnya dari limbah industri. Jangan heran kalau nanti banyak anak di pesisir itu autis, karena tercemar oleh limbah-limbah tadi. Tidak menutup kemungkinan kita yang membeli ikan yang berasal dari laut yang tercemari juga kena.”

Menurut Yusran Nurdin Massa, Direktur Yayasan Hutan Biru (Blue Forests), dampak pembuangan sampah dan limbah industri ke laut memang berpotensi merusak eksositem pesisir yang ada. Misalnya terjadi algae blooming yang menutupi masuknya cahaya matahari ke badan air. Ekosistem pesisir, seperti padang lamun dan terumbu karang menjadi rusak berat.

Solusi yang paling tepat menurutnya adalah agar pemerintah meningkatkan pengawasan lingkungan, termasuk memberi sanksi bagi industri yang membuang sampah dan limbahnya secara langsung ke laut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,