Konservasi Hiu Paus Perlukan Data Populasi dan Pola Migrasi. Untuk Apa?

Meski sejak 2013 Indonesia sudah menetapkan perlindungan penuh terhadap hiu paus (RhyncodonTypus) dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013, namun hingga hari pemanfaatan hewan tersebut masih terus dilakukan. Salah satunya, pemanfaatan untuk sektor pariwisata.

Namun, pemanfaatan tersebut meski menarik minat banyak orang, menurut Direktur Konservasi dan Keanerakagaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKHL KKP) Andi Rusandi harus diperhatikan secara seksama terkait infformasi tentang status populasi dan pola migrasi hiu paus.

“Salah satu permasalahan mendasar yang penting dalam pengelolaan hiu paus adalah keterbatasan data dan informasi tentang status populasi dan pola migrasinya, sehingga diperlukan dukungan banyak pihak dalam pelaksanaannya,” ucap dia kepada Mongabay akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, Andi menekankan, informasi lengkap terkait spesies ini perlu banyak diketahui oleh semua pihak yang ingin mengembangkan ekowisata hiu paus. Tujuannya sudah jelas, yaitu mendukung pelestarian dan pengelolaan ekowisata berbasis hiu paus di Indonesia.

Intinya, menurut Andi, pengembangan ekowisata hiu paus di Indonesia harus menekankan aspek konservasi yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan hewan. Untuk keperluan itu, KKP sendiri sudah menerbitkan buku “Pedoman Wisata Hiu Paus” yang bisa dijadikan panduan bagi siapapun.

“Pedoman tersebut bisa jadi panduan, terutama untuk menghindari interaksi langsung dari para pengunjung dengan hiu paus. Pedoman ini perlu terus disosialisasikan,” tutur dia.

Seekor hiu paus yang diselamatkan dari jaring di perairan Raja Ampat Papua beberapa waktu lalu. Spesies ini kini mendapat status perlindungan resmi dari pemerintah RI lewat peraturan setingkat menteri. Foto: CI/Mark Edmann
Seekor hiu paus yang diselamatkan dari jaring di perairan Raja Ampat Papua beberapa waktu lalu. Spesies ini kini mendapat status perlindungan resmi dari pemerintah RI lewat peraturan setingkat menteri. Foto: CI/Mark Edmann

Sementara itu kepala Subdirektorat Perlindungan dan Pelestarian Keanekeragaman Hayati Direktorat KKHL KKP Syamsul Bahri Lubis menjelaskan, agar populasi dan jalur migrasi hiu paus bisa tetap terpantau, perlu ada monitoring terhadap hewan tersebut.

“Kegiatan monitoring populasi hiu paus merupakan hal yang sangat penting sebagai upaya pelestarian jenis ikan terbesar di dunia ini,” sebut dia.

Syamsul menambahkan bahwa Rencana Aksi Nasional Hiu dan Pari 2016-2020 telah disusun dalam rangka upaya konservasi hiu paus. Pihaknya juga tengah menggagas upaya pengaturan konservasi untuk jenis ikan hiu secara keseluruhan.

Dokumentasi Hiu Paus

Untuk memantau populasi dan gerakan migrasi Hiu Paus, Consevarion International (CI) Indonesia sejak Desember 2015 mulai mendokumentasikan pergerakan dari hiu paus yang diamati di kawasan Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) yang ada di Pulau Papua dan mencakup Kabupaten Nabire, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Kaimana di Provinsi Papua Barat.

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International
Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International

Di BLBK, CI Indonesia memusatkan dokumentasi dari Pulau Yap ke selatan Palung Mariana yang selama ini dikenal sebagai palung terdalam di dunia dengan kedalaman 10.994 meter. Dari pengamatan tersebut, CI Indonesia berhasil mendokumentasikan pergerakan hiu paus yang kemudian bisa diamati oleh masyarakat luas dengan menggunakan aplikasi khusus pelacak hiu paus yang sengaja diluncurkan CI pada Juni 2016.

Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw menjelaskan, pemantauan pergerakan hiu paus penting dilakukan, karena hewan tersebut adalah satu dari jenis ikan yang informasi biologis, perilaku, dan kehidupannya sangat sedikit diketahui.

“Oleh karena itu, untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah spesies kharismarik ini, kami melakukan beberapa hal antara lain: pemasangan tag satelit untuk mengamati pergerakan hiu paus di kawasan BLKB, dan pembuatan database photo id di website BLKB,” papar dia.

Selain dua langkah tersebut, Victor menyebut, CI Indonesia juga melakukan kerja sama dengan Akuarium Georgia di Atlanta, Amerika Serikat dalam pengembangan pengetahuan ilmiah tentang hiu paus di Indonesia, khususnya untuk mengkaji tingkat gangguan dari aktivitas pariwisata terhadap kesehatan hiu paus.

“CI telah membangun kerjasama dengan Akuarium Georgia untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah tentang hiu paus di Indonesia, khususnya untuk meninjau faktor kesehatan hiu paus guna menghasilkan informasi dasar tentang kesehatannya dan memastikan kelangsungan hidup hiu paus selama kegiatan tagging,” tambah dia.

Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih Ben Gurion Sarov mengakui koleksi data terkait hiu paus selama ini memang masih sangat terbatas. Padahal, hewan laut tersebut sudah sejak lama menjadi magnet pariwisata laut bagi Indonesia.

“Padahal, pengamatan terhadap hiu paus sudah dilakukan sejak 2011, namun informasinya masih sangat sedikit dan terbatas,” jelas dia.

Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap illegal dilepasliarkan kembali ke laut dari karamba jaring apung milik PT. Air Biru Maluku, di dekat Pulau Kasumba, Maluku. Sebelumnya, aparat menggerebeg tempat tersebut. Foto : Paul Hilton / WCS
Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap illegal dilepasliarkan kembali ke laut dari karamba jaring apung milik PT. Air Biru Maluku, di dekat Pulau Kasumba, Maluku. Sebelumnya, aparat menggerebeg tempat tersebut. Foto : Paul Hilton / WCS

Sekedar diketahui, hiu paus adalah ikan terbesar di dunia dan diyakini oleh para peneliti dapat tumbuh mencapai panjang 18 meter dengan berat lebih dari 20 ton. Keberadaan ikan ini dianggap penting oleh dunia internasional sehingga diperingati secara internasional setiap 30 Agustus sebagai hari hiu paus internasional.

Secara internasional, populasi hiu paus rawan ancaman kepunahan (dalam konvensi internasional CITES masuk dalam Apendiks II), karena ikan ini banyak diburu untuk sirip dan minyaknya. Padahal, nilai pemanfaatan spesies ini melalui pengembangan wisata bahari jauh lebih besar, bila spesies ini dipertahankan hidup di habitat aslinya.

Di Indonesia, potensi pengembangan ekowisata berbasis hiu paus sangat besar peluangnya. Apalagi, jika berkaca pada hasil di negara lain, ekowisata ini berpotensi cukup menjanjikan. Sebagai contoh, Maladewa mencatat pemasukan sebesar USD 7,6 juta pada 2012 dan USD 9,4 juta pada 2013 dari pembelanjaan langsung wisatawan di Kawasan Konservasi Laut South Ari.

Fakta Terkini tentang Hiu Paus

  1. Mayoritas hiu paus diTeluk Cenderawasih menghabiskan waktu di perairan Kwatisore. Namun sejak Desember 2015, beberapa pergerakan baru teramati antara lain satu penyelaman ke palung laut terdalam dunia, satu pergerakan melewati Palau hingga ke Pesisir timur Filipina di Pulau Mindanao, dan pergerakan dua ekor Hiu paus melalui bagian “kepala” dari Kepala Burung Papua hingga ke perairan Raja Ampat.
  1. Informasi biologis dan reproduksi hiu paus belum banyak diketahui. Hiu paus umumnya hanya memangsa ikan-ikan kecil (ikan puri), krustaseaplanktonik, telur ikan di beberapa lokasi agregasi. Hiu paus makan dengan cara menyaring mangsanya menggunakan lima pasang insang. Hiu paus seringkali dijumpai makan dengan berenang dengan membuka mulutnya atau secara aktif menyedot air laut yang kemudian dikeluarkan lagi melalui insangnya.
  1. Seperti di wilayah agregasi-agregasi lainnya di dunia, hiu paus di Indonesia yang berkumpul di perairan dangkal, didominasi oleh jenis kelamin jantan yang belum dewasa. Lokasi-lokasi agregasi ini kemudian dimanfaatkan para wisatawan yang mencari kesempatan untuk berenang bersama hiu paus.
  1. Kemunculan hiu paus di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo membuktikan manfaat besar ekowisata berbasis hiu paus bagi masyarakat. Namun, tata cara pariwisata berbasis hiu paus perlu diperhatikan untuk memastikan kegiatan pariwisata yang tidak mengganggu perilaku hiu paus dan memberi manfaat berkelanjutan.
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,