Liputan Natuna : Beruntungnya Natuna Dibuatkan Fasilitas Berstandar Internasional (Bagian 3)

Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang membangun sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di 15 lokasi di seluruh Indonesia, salah satunya Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Tulisan ketiga ini merupakan tulisan berseri dari Mongabay yang datang meliput ke Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau, pada awal September 2016. Liputan untuk melihat kondisi perikanan disana dan dampak pembangunan SKPT.

***

Ranai di pagi hari, rupanya tak sepanas di siang hari. Posisinya yang berada persis di bibir pantai, menjadikan ibu kota Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau itu menjadi sedikit lebih sejuk. Bahkan, bisa dikatakan dingin, seperti udara di kawasan pegunungan.

Pagi itu, Senin (05/9/2016), Mongabay bangun lebih pagi untuk mempersiapkan diri berangkat ke Selat Lampa yang berjarak sekitar 30 kilmeter.  Meski jauh, namun perjalanan tersebut katanya tidak akan memakan waktu lama. Kata teman saya di Natuna, mungkin hanya butuh sekitar 20 menit saja.

Merasa sudah siap, saya dan dua orang teman akhirnya langsung memulai perjalanan ke Selat Lampa. Seperti sudah diceritakan, perjalanan memang tidak ada hambatan sama sekali. Meski cukup jauh, namun jalanan di Natuna masih jarang dilalui kendaraan dan kondisinya sudah mulus beraspal dengan rute lurus seperti jalan tol.

Benar saja, perkiraan waktu tempuh 20 menit akhirnya terbukti juga. Turun dari kendaraan, saya langsung mengarahkan kaki ke lokasi proyek pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Selat Lampa. Di lokasi tersebut, dibangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna yang dibiayai secara simultan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Begitu menjejakkan kaki di atas lokasi proyek, saya langsung mengambil kesimpulan bahwa itu dibangun di atas lahan reklamasi. Dugaan tersebut muncul, karena permukaan tanahnya berbeda dengan permukaan tanah yang dilewati oleh kendaraan kami saat masuk ke dalam sini. Dan, memang benar, itu adalah reklamasi.

Kebenaran itu kemudian diungkapkan Feri, salah satu pekerja di lokasi tersebut. Dari mulut pria 35 tahun yang berasal dari Desa Stumuk Kecamatan Pulau Tiga itu, diketahui kalau lahan reklamasi yang sekarang ada masih belum final. Katanya, masih akan ada bentukan reklamasi lainnya.

“Infonya memang demikian. Tapi saya tidak tahu berapa luasnya yang akan direklamasi lagi,” tutur pria yang mengaku asli suku Melayu itu.

Saat jeda berbicara dengan Feri, mata terarah pada sejumlah proyek yang sedang dikebut pembangunannya di atas lahan reklamasi tersebut. Mongabay melihat ada sedikitnya empat proyek berbeda yang dibangun di atas satu lahan.

Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari

Saat ditanya, Feri langsung menjelaskan tentang sejumah proyek yang sedang dibangun tersebut. Dia menyebut, ada pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI), bangunan perkantoran, stasiun pengisian bahan bakar solar, dan juga bangunan ruangan berpendingin (cold storage).

“Katanya, masih akan banyak dibangun lagi di sini, tapi saya tidak tahu persisnya apa saja,” ungkap dia.

Saya penasaran, apa yang digembargemborkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang proyek di Natuna ternyata belum terbukti. Kemudian, saya bergeser ke arah kiri dari proyek pembangunan. Di sana, ada pelabuhan laut Selat Lampa yang menjadi pelabuhan penyeberangan untuk kapal-kapal kecil maupun besar dari dan ke Natuna.

Dari pelabuhan tersebut, masyarakat bisa bepergian ke pulau-pulau terdekat seperti Pulau Tiga yang letaknya memang sangat dekat. Biasanya, masyarakat menggunakan kapal kecil yang biasa disebut “Pompong”. Selain kapal kecil, di sana juga biasa berlabuh kapal besar yang datang dari Jakarta atau Surabaya.

Dari pelabuhan Selat Lampa, terlihat juga ada depot Pertamina yang menjadi titik utama suplai bahan bakar minyak (BBM) ke Natuna. Kehadiran dua fasilitas penting tersebut, membuat posisi Selat Lampa memiliki peran penting. Tambahan juga, Selat Lampa dipilih jadi lokasi utama SKPT Natuna, karena bisa terlindung jika sedang ada cuaca buruk.

SKPT Strategis

Tokoh Perikanan Natuna, Rodhial Huda berpendapat, masyarakat Natuna patut untuk senang karena mendapat hadiah besar dengan dibangunnya SKPT Natuna. Karena, sebagai daerah yang letaknya sangat strategis di simpang Laut Cina Selatan, Natuna membutuhkan fasilitas berkelas dunia untuk memaksimalkan sumber daya kelautan yang ada.

Jika proyek tersebut sudah selesai dibangun, Rodhial berkeyakinan, Natuna akan muncul menjadi daerah yang diperhitungkan di dunia. Selama ini, meski sumber daya laut Natuna sangat kaya, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit.

Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari

“Itu pun, pemanfaatannya banyak dirasakan oleh asing, karena dulu itu di Natuna banyak perikanan tangkap ilegal yang dilakukan oleh Cina, Vietnam, Thailand, dan negara lainnya,” jelas dia.

(Baca : Liputan Natuna : Ironi Pulau Sedanau, dari Kemakmuran ke Keterpurukan, Bagian 2)

Tidak hanya karena akan memaksimal sumber daya kelautan Natuna, Rodhial melihat, kehadiran SKPT Natuna di Selat Lampa juga akan bisa menghidupkan roda perekonomian warga Natuna, khususnya mereka yang bergerak di sektor ekonomi kecil.

“Masalah pemasaran produk perikanan dan kelautan yang selama ini terkendala juga akan terpecahkan jika proyek tersebut selesai,” tandas dia.

Mega Proyek Istimewa

Setelah melihat langsung dan menyaksikan pembangunan di Selat Lampa, Mongabay langsung mencari informasi ke Pemerintah Kabupaten Natuna. Namun, pejabat Pemkab secara bersamaan mengarahkan saya untuk menemui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Natuna Wahyu Nugroho. Akhirnya, janji pun dibuat untuk bertemu.

Selasa  (6/9/2016) siang menjelang petang, akhirnya saya bertemu dengan Wahyu Nugroho. Tanpa basa-basi, Mongabay langsung menanyakan proyek di SKPT Natuna secara rinci. Tanpa menunggu lama, pria keturunan suku Jawa yang sejak lahir di Natuna itu, langsung merinci dengan detil.

“Jadi, SKPT Natuna ini adalah proyek kementerian (KKP). Jadi proyeknya itu memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautan yang ada di Natuna,” ucap Wahyu membuka percakapan.

Keramba budidaya ikan napoleon dan ikan kerapu di Pulau Sedanau Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Ikan napoleon dijual Rp1,2 juta per ekor dan kerapu Rp300 ribu per ekor. Perikanan menjadi sektor ekonomi utama di Natuna. Foto : M Ambari
Keramba budidaya ikan napoleon dan ikan kerapu di Pulau Sedanau Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Ikan napoleon dijual Rp1,2 juta per ekor dan kerapu Rp300 ribu per ekor. Perikanan menjadi sektor ekonomi utama di Natuna. Foto : M Ambari

Dia memaparkan, selain di Selat Lampa yang akan difokuskan untuk perikanan tangkap, SKPT Natuna mencakup juga budidaya perikanan dan rumput laut yang difokuskan di Pulau Sedanau dan Pulau Tiga. Selain itu, ada juga pariwisata yang difokuskan di Pulau Senoa.

Karena ada banyak sub sektor, menurut Wahyu, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dipegang oleh masing-masing Direktorat Jenderal di KKP. Untuk Selat Lampa dipegang oleh Dirjen Perikanan Tangkap, Pulau Tiga dan Pulau Sedanau oleh Dirjen Perikanan Budidaya, dan Pulau Senoa oleh Dirjen Pengelolaan Ruang Laut.

“Namun semua Dirjen saling bersinergi karena semuanya ada di bawah KKP,” jelas dia.

Khusus untuk Selat Lampa, Wahyu mengatakan bahwa saat ini menjadi prioritas yang akan dilaksanakan. Hal itu, karena Selat Lampa akan menjadi titik utama untuk SKPT Natuna. Selain ada PPS Selat Lampa yang berstatus pelabuhan internasional, ada juga berbagai fasilitas lain yang skalanya tak kalah besar.

Semua fasilitas tersebut, dari penjelasan Wahyu, akan dibangun di atas lahan seluas 16,8 hektare. Dari total luas tersebut, saat ini sudah terbangun 5,8 ha yang terdiri dari 2,8 ha kawasan eksisting dan 3 ha kawasan baru hasil reklamasi.

“Akan ada lahan baru hasil reklamasi yang luasnya direncanakan mencapai 11 hektare. Namun, untuk pembangunannya tidak dilakukan tahun ini,” ungkap dia membuka rahasia.

(Baca : Liputan Natuna : Di Selat Lampa, Harapan Warga Natuna Ditambatkan, Bagian 1)

Untuk saat ini, Wahyu bercerita, pembangunan difokuskan di atas lahan 3 ha hasil reklamasi. Di sana, dibangun kios BBM, gedung pengelola bersama, TPI, pusat perbaikan jaring, mesin dan genset cadangan, toilet umum, cold storage berkapasitas 200 ton, BBRO, air bersih, jalan selebar 6 meter yang menjadi jalan masuk ke dalam kompleks Selat Lampa.

Semua fasilitas tersebut, ditargetkan sudah bisa digunakan pada akhir 2016 ini atau bertepatan dengan target beroperasinya Pelabuhan Selat Lampa sebagai akses keluar masuk logistik internasional. Namun, karena pembangunan masih belum tuntas, kapasitas pelabuhan saat beroperasi akhir tahun ini maksimal hanya bisa didarati kapal-kapal bertonase maksimal 200 gros ton (GT) saja.

Untuk fasilitas pelabuhan bertaraf internasional yang direncanakan bisa didarati kapal berukuran maksimal 2.000 ton, Wahyu mengungkapkan, pembangunannya baru akan dilakukan pada 2017. Tentu saja, pembangunan tersebut dimulai dengan melakukan reklamasi 11 ha yang ada di dekat kawasan terbangun sekarang.

Suasana pelabuhan di Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada awal September 2016. KKP sedang membangun sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Natuna untuk mendorong perekonomian dari sektor perikanan laut. Foto : M Ambari
Suasana pelabuhan di Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada awal September 2016. KKP sedang membangun sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Natuna untuk mendorong perekonomian dari sektor perikanan laut. Foto : M Ambari

Selain pelabuhan internasional, mulai tahun depan juga disebutkan akan ada pembangunan fasilitas lain seperti untuk industri pengolahan cold storage  berkapasitas 3.000 ton dan juga sarana permukiman seperti rumah susun. Tapi, kata Wahyu, rencana tersebut masih belum jelas detilnya seperti apa karena itu menjadi kewenangan KKP.

Total, lahan untuk cold storage sudah disiapkan seluas 7.800 meter persegi dan itu ada di atas lahan reklamasi 3 ha.

“Sebelum pembangunan berikutnya dilakukan, kita akan manfaatkan dulu yang sudah terbangun. Jadi, tidak harus menunggu selesai semuanya. Pusat ingin akhir tahun ini sudah beroperasi,” jelas dia.

“Yang jelas, akhir tahun ini ditargetkan sudah bisa bongkar muat di Selat Lampa ini. Meskipun kapasitasnya masih terbatas ya,” tambah dia.

Sinergi Pusat dan Daerah

Sebagai bagian dari proyek 15 SKPT di seluruh Indonesia, keberadaan SKPT Natuna mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah. Baik Pemkab Natuna maupun induknya, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri), sama-sama melihat SKPT Natuna sebagai peluang emas untuk melepaskan diri dari status tertinggal menjadi maju untuk Natuna.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri Raja Ariza mengatakan, meski dari pusat ada dana yang besar, namun pihaknya juga mengucurkan dana untuk SKPT Natuna. Untuk 2016 ini, dana dari Pemprov Kepri dikucurkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang jumlahnya mencapai Rp8,4 miliar dan akan bertambah lagi jika proyek berlanjut pada 2017.

“Proyek di Natuna ini akan bagus untuk pengembangan sektor perikanan dan kelautan di Natuna, dan juga di Kepri. Ini akan menggerakkan roda perekonomian lebih baik lagi,” jelas dia.

Selain dari Provinsi, Raja menyebut, ada dana dari Pemkab Natuna yang besarnya mencapai Rp18,9 miliar dan diambil dari DAK Kab Natuna sebesar Rp1,9 miliar serta dari DAK Infrastruktur Natuna sebesar Rp17 miliar.

“Dengan ada fasilitas lengkap, nantinya ikan segar dari Kepri, bisa dikirim langsung ke Natuna dan diekspor ke negara tujuan. Kalau sekarang, ikan harus dikirim dulu ke Batam dan atau ke Medan baru bisa dikirim ke negara tujuan,” sebut dia.

Rizal, salah satu pengusaha perikanandi Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada awal September 2016, memperlihatkan ikan kerapu hasil budidaya. Rizal mengharapkan pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Natuna dapat dirasakan manfaatnya bagi nelayan dan pembudidaya di Kepulauan Sedanau. Foto : M Ambari
Rizal, salah satu pengusaha perikanandi Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada awal September 2016, memperlihatkan ikan kerapu hasil budidaya. Rizal mengharapkan pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Natuna dapat dirasakan manfaatnya bagi nelayan dan pembudidaya di Kepulauan Sedanau. Foto : M Ambari

Menteri Susi Pudjiastuti mengatakan, dana untuk pembangunan SKPT di Natuna dialokasikan sebesar Rp300 miliar. Dana tersebut, termasuk di dalamnya untuk pembangunan pabrik es berskala besar yang mampu menyuplai kebutuhan es balok untuk kapal-kapal ikan yang ada di sekitar Natuna.

Dana tersebut, diharapkan bisa untuk menghidupkan Natuna dimulai dari akhir tahun ini. Susi menyebut, selain dukungan finansial, pihaknya juga membuat kebijakan dengan mendatangkan kapal-kapal eks cantrang yang sebelumnya beroperasi di wilayah Pantura pulau Jawa. Kedatangan kapal-kapal tersebut diharapkan bisa mempercepat proses eksplorasi sumber daya kelautan dan perikanan di Natuna.

“Sedikitnya ada 400 kapal yang akan beroperasi di Natuna dan dibagi dua kepindahannya, tahun ini dan tahun depan,” tutur dia.

Sementara itu, Plt Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar mengatakan, untuk mendukung pengoperasian SKPT Natuna, pihaknya juga akan mengoptimalkan nelayan lokal. Salah satunya, dengan diberi bantuan kapal sebanyak 200 unit berkapasitas 5-10 GT. Kapal-kapal tersebut akan dbagikan menjelang akhir 2016 nanti.

Kepala Dinas KP Natuna Wahyu Nugroho membenarkan, pihaknya sudah mendapat kuota bantuan kapal sebanyak 200 unit dengan material fiber berkapasitas 5-10 GT. Namun, untuk tahap awal, baru 94 unit yang akan dibagikan pada Oktober mendatang.

“Kami terkendala dengan calon penerima yang diharuskan berbentuk koperasi. Saat ini baru ada 5 koperasi yang sudah terverifikasi dan itu akan menerima bantuan,” tandas dia.

***

Dengan segala keunggulan yang sudah dimiliki sekarang, Natuna ke depan memang tidak seharusnya dikategorikan sebagai daerah terpencil lagi. Namun, harus mulai diubah menjadikan Natuna sebagai daerah terdepan yang maju dan tak kalah dengan daerah lain di Indonesia.

Tak lupa, masyarakat setempat harus bisa memanfaatkannya sebagai sarana untuk meningkatkan ekonomi dan sekaligus mengangkat derajat Natuna di mata nasional dan internasional. Jika tidak dari sekarang, mau kapan Natuna akan maju?

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,