Begini Ide Adopsi untuk Pelestarian Lebah dan Peningkatan Produksi Madu

Sebuah rumah mungil dari panel-panel kayu bekas pengemas botol wine terlihat menarik perhatian. Diolah kembali jadi rumah mungil, atapnya dari jerami. Inilah rumah lebah yang bisa diadopsi.

Adopt a Hive, nama program itu dengan sarang dari kayu-kayu bekas wadah botol wine itu. Kemudian diletakkan di lokasi yang cocok untuk beternak lebah. Kotak pertama akan ditaruh di kebun anggur yang memasok Hatten Wines, perusahaan pengadopsi sarang lebah pertama.

Tak hanya sarang lebah, juga akan disebarkan koloni lebah madu. Sarang ini akan dirawat inisiator proyek Plan Bee dan melatih penanggung jawab sarang ini. Sebuah sertifikat tanda adopsi, foto sarang lebah, dan 250 ml madu dari koloni dari panen pertama akan diberikan Plan Bee ke pengadopsinya.

Biaya yang ditawarkan untuk adopsi sarang ini lumayan, Rp2,5 juta per tahun. Paket lebih murah jika menjadi sponsor bagi sang ratu lebah. Ratu lebah yang bisa diberikan nama donaturnya ini Rp800 ribu.

Plan Bee menargetkan 2000 sarang untuk diadopsi di Bali. Plan Bee atau Ratu Lestari Alami ini dibuat sebagai corporate social responsibility perusahaan lilin dari bahan alam, Sinar Alam yang bermarkas di Bali. Mereka mengampanyekan ini di media sosial dengan tagar #savebalibees.

Penurunan Populasi

Kawanan lebah ini diperkirakan terus menurun populasinya di dunia. Plan Bee membuat infografis, pada 2015 lebah berkurang 35% di Amerika, 22% di Eropa, 20% di Asia, dan 25% di Australia. Data di Indonesia diberi tanda tanya.

Penurunan koloni lebah ini disebabkan banyak hal seperti penggunaan pestisida, pembakaran hutan, mode pertanian monokultur sementara lebah memerlukan aneka serbuk sari, parasit dan patogen, juga dampak perubahan iklim.

Kenapa lebah-lebah ini perlu dinaikkan populasinya? Mungkin yang banyak orang tahu lebah hanya berkaitan dengan madu. Jika tak suka madu, tak perlu peduli? Sebagian tumbuh-tumbuhan hidup dan berkembang karena lebah yang membuat penyerbukan terjadi. Sepertiga bahan pangan yang dikonsumsi manusia disebut sangat tergantung pada penyerbukan ini.

“Saya hanya tahu lebah bikin madu, saya baru tahu mereka terkait lingkungan,” seru Mas Malaika Agung, seorang pengusaha restoran dan pemilik kebun yang hadir saat presentasi program Plan Bee ini, Selasa (27/9/16) lalu. Ia terlihat sangat tertarik mempelajari budidaya lebah ini di kebunnya.

Model sarang lebah yang bisa diadopsi dan diletakkan di tempat yang sesuai, cukup makanan untuk koloni dan panennya bisa dinikmati penagdopsi. Foto Luh De Suriyani
Model sarang lebah yang bisa diadopsi dan diletakkan di tempat yang sesuai, cukup makanan untuk koloni dan panennya bisa dinikmati penagdopsi. Foto Luh De Suriyani

Konteks lingkungan memang kerap terlupakan dalam eksistensi lingkaran hidup flora dan fauna sekitar kita. Tanaman dan tumbuhan kadang hanya dilihat sebagai bahan pangan.

Ratih Nurruhliati, ahli geologi ini mempresentasikan inisiatif yang digagas bersama temannya Kelly Marciano, warga Amerika yang lama bermukim di Bali. Mereka memelajari lebah dari nol dengan belajar ke pusat perlebahan di Bogor, hutan-hutan di Sumbawa, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Mereka melihat bagaimana petani lebah madu sudah ganti pekerjaan menjadi tukang tambang di Kalimantan karena hutan berkurang dan panen madu jauh berkurang.

“Hutan sudah tidak ada, orang sudah alih profesi,” ujar Ratih. Ada juga petani yang membuang sarang lebah setelah memeras madunya. Padahal sarang ini banyak manfaatnya.

Salah satunya sumber bahan baku lilin. Lilin lebah (beeswax) disebut salah satu polimer yang paling tua penerapannya oleh manusia selain getah, tanduk, cangkang kura-kura dan lainnya.

Nah makin seretnya bahan baku lilin dari sarang lebah inilah asal mula ide mengkampanyekan lebah dengan adopsi dan donasi pengadaan ratunya ini. Ratih berkisah temannya yang membuat usaha lilin alami ini bingung kok susah dapat beeswax sejak akhir tahun 2015. Sekitar 90% sarang lebah yang selama ini diperoleh dari petani Sumbawa.

“Kami diskusi, browsing, baca-baca penelitian karena tidak tahu,” papar alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Dilanjutkan ke sejumlah kelompok petani lebah di Sumbawa dan Pusat Perlebahan yang dikelola Perum Perhutani di Bogor.

Karena para ibu sering mendiskusikan lebah, anaknya Ratih pun ikut mempelajari lebah dan membuat video edukasi anak. Dalam video dengan narasi oleh anak dalam bahasa Inggris diperlihatkan betapa pentingnya lebah dalam keseimbangan lingkungan dan produksi pangan.

Mereka kini makin fasih menjelaskan jenis-jenis lebah dan makanan serta lingkungan yang cocok untuk tempat budidaya. Misalnya jenis Apis dorsata penghasil madu dan lilin lebah yang dihasilkan dari lebah liar di hutan-hutan lebat tropis. Biasanya satu sarang bisa menghasilkan 10-20 kg madu dan 2-4 kg lilin lebah dari para koloni lebah pekerja yang disebut dalam sejumlah istilah seperti tawon gung ini.

Lebah memiliki banyak manfaat bagi manusia. Iajuga menjadi faktor penting dalam keberlangsungan tanaman. Foto: Wikipedia
Lebah memiliki banyak manfaat bagi manusia. Iajuga menjadi faktor penting dalam keberlangsungan tanaman. Foto: Wikipedia

Sementara di Bali, Ratih bersua peternak lebah jenis Apis dorsata yang panen madunya sedikit karena ukuran lebahnya kecil. Madu Kele, demikian masyarakat setempat menyebut madu yang berkhasiat untuk penyembuh ini. Harganya lebih mahal dan banyak dicari penyembuh tradisional.

Salah satu penyebab makin berkurangnya pasokan lilin lebah adalah berkurangnya koloni lebah hutan ini selain perubahan cuaca. “Kabakaran hutan dan penebangan pohon berpengaruh,” lanjutnya. Ia juga melihat cara panen yang salah seperti menebang pohon untuk mendapat sarang-sarang lebah hutan ini perlu segera diluruskan. Mereka mengapresiasi cara tradisional dengan pengasapan.

Karena itulah Plan Bee ini juga mengampanyekan pakaian khusus untuk petani lebah sebagai keamanan. Satu set pakaian dengan penutup kepala dan wajah dipamerkan di lobi Hatten Wines bersama dengan paket-paket edukasi lain.

Juga ada paket-paket bibit tanaman untuk menambah jenis tanaman dan serbuk sari yang dibutuhkan lebah dan lilin-lilin hias dan aromaterapi dari beeswax yang cantik. Lilin berbentuk permen cokelat, lilin besar yang diukir indah, dan satu kotak berisi paket edukasi lilin lebah.

Jika berhasil mendapatkan 2000 adopsi sarang lebah, program ini akan menghasilkan dana sekitar Rp5 miliar. Bagaimana dana ini digulirkan? “Untuk pembuatan sarang lebah, training petani, transportasi, dan alat kampanye,” jelas Ratih.

Didik B. Purwanto dari Pusat Perlebahan Nasional Perum Perhutani mengatakan penurunan popuasi lebah disebabkan makin banyaknya pertanian satu jenis atau monokultur. Selain itu juga karena penggunaan pestisida dan perubahan iklim. Cuaca berperan penting dalam proses penyerbukan. Misalnya ketika tiba-tiba hujan deras, tepung sari berkurang berdampak dengan jumlah madu yang diproduksi.

Sementara monokultur misalnya dalam satu lahan hanya ditanam jagung, kopi, atau padi saja. Karena itu sistem tumpang sari dikampanyekan untuk menambah ragam makanan lebah, biodiversitas yang menguntungkan dan menyeimbangkan alam.

Populasi atau penurunan lebah hutan ini menurutnya belum ada data empirisnya. Kampanye program adopsi sarang lebah ini menurutnya menarik. “Bukan hal baru tapi kemasannya beda,” ujarnya. Ia mendorong kerja sama dengan masyarakat pelestari hutan.

lebah dalam sarang madu. Foto : aonecarepest.com
lebah dalam sarang madu. Foto : aonecarepest.com

Alex Novandra dan I Made Widnyana dalam artikel yang disampaikan pada Acara Alih Teknologi Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 2013, menyebut dengan luas hutan mencapai 136,88 juta ha (Kementerian Kehutanan, 2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar. Sumber daya hutan itu dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan peternakan lebah madu. Diperkirakan rata-rata produksi madu seluruh Indonesia sekitar 4000 ton setiap tahunnya, dan dari produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu liar di hutan (Kuntadi, 2008).

Produksi madu Indonesia baru mencapai sekitar 2.000 ton/tahun dengan tingkat konsumsi madu perkapita masih rendah, yaitu sekitar 10 s/d 15 gram/orang/tahun atau hanya setara dengan satu sendok makan per orang per tahun. Sebagai pembanding konsumsi madu di negara-negara maju seperti Jepang dan Australia telah mencapai kisaran 1.200-1.500 gram/orang/th (Dirjen BPDASPS, 2013).

Perdagangan madu di Indonesia pada 2012 mengalami defisit yang cukup besar, mengindikasikan bahwa produksi madu masih sangat rendah, sementara potensi pasar dalam negeri sangat besar. Dengan total jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dan asumsi konsumsi perkapita madu di Indonesia sebesar 30 gram/tahun paling tidak kita membutuhkan madu sebesar 7.500 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan madu domestik. Ketika produksi madu dari tahun ke tahun terus menurun, Alex dn Widnyana menyebut tidak mengherankan jika Indonesia mengimpor madu dari negara lain untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,