Kembali, Bulan Ini Delapan Orangutan Dilepaskan di TN Bukit Baka Bukit Raya

Mengambil momen hari habitat sedunia, BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) Nyaru Menteng melakukan pelepasliaran orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR). Dari delapan yang dilepasliarkan, lima individu betina dan tiga sisanya jantan. Proses ini merupakan lanjutan dari pelepasan sepuluh orangutan yang telah dilakukan.

Kedelapan orangutan itu berasal dari berbagai daerah dengan rentang usia 12-17 tahun. Nama-nama orangutan yang dilepasliarkan diantaranya Usro (berasal dari Tuanan, asal Mantangai-Kapuas), Anggi (Parenggean, PT Makin Group-Kotim), Gurita (Parenggean, Kotim) dan Pluto (Kapuas), Sincan (Parenggean, PT Makin Group-Kotim), Ibut (Perigi-Katingan), Kumba (Antang Kalang, PT Karya Makmur Bahagia Makin Group-Kotim) dan Ijum (Palangkaraya).

Baca juga: Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, 10 Individu Orangutan ini Dilepasliarkan

Secara total sejak 2012, sebanyak 167 individu orangutan sudah dilepasliarkan di kawasan hutan lindung Bukit Batikap, Kabupaten Murung Raya. Jika ditambah dengan pelepasliaran yang dilakukan di Kaltim, totalnya berjumlah 222 individu. Hingga akhir tahun ini, BOSF Nyaru Menteng menargetkan pelepasliaran orangutan sebanyak 250 individu.

Menurut Deni Kurniawan, manajer BOSF Nyaru Menteng kepada Mongabay menyatakan bahwa pelepasliaran orangutan kali ini termasuk spesial. Sebab, dua individu orangutan yang dilepasliarkan saat pertama kali masuk ke pusat reintroduksi orangutan Nyaru Menteng kondisinya sangat memprihatinkan.

Orangutan bernama Pluto dan Anggi dulunya terluka parah akibat terbakar di sekujur tubuhnya. Bahkan luka bakarnya mencapai 80 persen.

“Pluto datang dari salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit disini sekitar tahun 2002. Tim berhasil menyelamatkannya dari luka bakar tersebut. Kami bangga bahwa ia yang dulunya hampir mati, sekarang sudah siap dilepasliarkan. Anggi juga sama. Rata-rata orangutan yang ada di tempat kami merupakan korban konflik dengan manusia. Sekitar 40 persennya dari perusahaaan,” katanya.

Deni mengatakan, Pluto dan Anggi sebenarnya sudah siap dilepasliarkan sejak tahun 2008. Namun karena kesulitan mencari lokasi yang ideal untuk pelepasliaran, keduanya baru bisa dilepasliarkan saat ini.

Sekarang di Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng masih ada 472 individu orangutan.

Pelepasliaran orangutan yang dilakukan oleh BOSF Nyaru Menteng ini didukung USAID LESTARI, dan beberapa mitra kerja termasuk Kabupaten Katingan, donor perseorangan, Save the Orangutan, Zoos Victoria, Commonwealth of Australia melalui Department of Environmental and Energy dan PT Kayu Waja.

Baca juga: Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Habitat Baru Pelepasan Orangutan

Kepala Balai TNBBBR Bambang Sukendro juga mendukung sepenuhnya upaya pelepasliaran orangutan tersebut.

“Berdasarkan hasil survey, wilayah TNBBR memenuhi persyaratan. Dalam jangka panjang, kami harapkan para orangutan ini beranak-pinak dan membentuk satu populasi orangutan liar baru di Kalteng,” ucapnya.

Pemilihan TNBBBR sebagai lokasi pelepasliaran orangutan dipandang cukup ideal. Beberapa persyaratan sebagai lokasi habitat orangutan terpenuhi. Diantaranya berada di ketinggian di bawah 900 mdpl, ketersediaan pakan alami mencukupi. Selain itu, TNBBBR juga dipandang aman dari potensi eksplotasi.

Menurutnya, ada dua blok di TNBBR yang bakal dijadikan lokasi pelepasliaran, yaitu blok Sei Bimban dan Sei Mahalut dengan luas total mencapai 27.000 hektar. Diperkirakan lokasi ini bisa menampung hingga 318 individu orangutan.

 

Orangutan di dalam kandang Nyaru Menteng, siap dilepasliarkan. Foto: Indra Nugraha
Orangutan di dalam kandang pra rilis sebelum dilepasliarkan. Foto: Indra Nugraha

Potensi Ancaman

Pelepasliaran orangutan tentu tak semudah yang dibayangkan. Ada banyak kendala yang dihadapi. Terutama dalam hal menyediakan habitat yang dipandang ideal sebagai lokasi pelepasliaran serta ancaman konflik, termasuk konflik dengan penduduk lokal.

Menurut Nandang Prihadi, Plt Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Palangkaraya pihaknya rutin melakukan sosialisasi di daerah-daerah yang sering mendapat laporan konflik.

“Kami di BKSDA juga mempunyai program penyuluhan terhadap masyarakat atau pun perusahaan perkebunan. Jika melihat ataupun terdapat orangutan di dalam wilayahnya, harap segera laporkan ke BKSDA agar dapat kami selamatkan,” katanya.

Nandang menyebutkan saat ini pihaknya sedang melakukan pencarian habitat untuk lokasi pelepasliaran. Namun ini bukan perkara mudah.

Dengan melihat kondisi hutan di Kalimantan sekarang ini, sangat susah mencari lokasi yang ideal. Salah satu kandidatnya berada di Suaka Margasatwa Lamandau. Jika survey lokasi selesai dilakukan, akan diketahui berapa kapasitas orangutan yang bisa dilepasliarkan di dalamnya.

 

Orangutan dibius terlebih dahulu sebelum perjalanan ke TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Indra Nugraha
Orangutan dibius terlebih dahulu sebelum perjalanan ke TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Indra Nugraha

 

Siapkan Pulau Salat Sebagai Pusat Rehabilitasi

Secara terpisah, Monterado Fridman, Koordinator Divisi Komunikasi dan Edukasi BOSF Nyaru Menteng mengatakan, pihaknya kini sedang menyiapkan Pulau Salat di Kabupaten Pulang Pisau untuk dijadikan lokasi rehabilitasi orangutan.

Pulau ini telah menjadi kandidat lokasi rehabilitasi karena faktor kondisi alam, minimnya perjumpaan dengan manusia, dan ketersediaan pakan yang dianggap ideal. Pemilihan lokasi ini pun lanjutnya tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

Jika Pulau Salat resmi dijadikan pusat rehabilitasi, maka di Kalteng akan ada empat pulau rehabilitasi orangutan, setelah sebelumnya yang telah berjalan di Pulau Kajang, Bengamat, dan Palas.

Pemilihan lokasi pulau bagi tempat rehabilitasi dianggap dari sisi keamanan lebih mudah untuk diawasi, karena pada dasarnya orangutan tak bisa berenang. Selama setahun kondisi orangutan akan diobservasi, sebelum dianggap siap dilepasliarkan di alam.

“Untuk persiapannya, sudah tak ada masalah dengan Pemkab Pulang Pisau. Kami sudah peroleh izin. Sekarang tinggal sosialisasi dengan masyarakat.”

Menurutnya, rencana ini akan dikaitkan dengan pengembangan ekowisata yang akan melibatkan masyarakat sekitar.

Dengan keberadaan pusat rehabilitasi kedepannya akan membutuhkan rekruimen dari penduduk sekitar untuk bekerja di sana, pusat edukasi lingkungan hidup, dan akan membuka peluang usaha untuk penyediaan pakan orangutan dari buah-buahan yang ditanam oleh masyarakat.

Diperkirakan, kebutuhan buah-buahan yang perlu disediakan akan mencapai 10 ton per hari.

“Kami akan sediakan pulau yang dilengkapi dengan dome kaca, jadi orang bisa melihat orangutan di bawahnya. Rencana itu sudah disetujui Pemkab Pulang Pisau. Ini juga masuk dalam upaya penyejahteraan masyarakat melalui ekowisata,” jelas Fridman

“Kami melihat potensi wisata di Pulang Pisau itu minim. Padahal dekat dengan Banjarmasin, Kapuas dan Palangkaraya. Nantinya, turis tak perlu jauh-jauh ke Pangkalan Bun untuk melihat orangutan, cukup ke Pulang Pisau.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,