Liputan Gili Matra : Ancaman Pariwisata Massal terhadap Lingkungan Gili Matra (Bagian 1)

Sejak 2011, Pemerintah Indonesia menjadikan Lombok dan Gili Matra (Gili Meno, Gili Ayer dan Gili Trawangan) sebagai salah satu dari dua Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) di Nusa Tenggara Barat.

Kawasan Gili Matra sebagai Taman Wisata Perairan (TWP) telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 2009.

Tulisan pertama ini merupakan tulisan berseri dari Mongabay yang meliput ke Gili Matra. Liputan untuk melihat dampak pariwisata terhadap kawasan koonservasi Gili Matra.

***

Keindahan bawah laut Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat memikat hati Claudia van Gool. Awal September lalu, turis dari Lima, Peru itu snorkeling di tiga lokasi di sekitar Gili Trawangan yaitu titik bangkai kapal (shipwreck point), titik penyu (turtle point), dan taman terumbu karang (coral garden).

Dengan membayar Rp100 ribu, staf salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional itu bisa menikmati tiga titik snorkeling selama sekitar lima jam. Di tiap lokasi, Claudia nyebur ke laut dan menikmati pemandangan bawah lautnya: bangkai kapal, terumbu karang, ikan-ikan, dan penyu.

“Lokasi favorit saya di turtle point. Ketika berenang, saya bertemu sekitar lima penyu dan berenang dekat dengan mereka. Amazing.. ,” katanya.

“Pengalaman di Gili mengalahkan pengalaman saya ketika berenang dengan penyu di Galapagos,” Claudia menambahkan. Perempuan lajang blasteran Peru dan Belgia ini merujuk pada Galapagos, gugusan pulau terkenal di Ekuador, Amerika Selatan tempat dia juga pernah berlibur.

Tak cuma Claudia yang terpikat keindahan alam bawah laut Gili Trawangan dan dua gili lainnya, Gili Meno dan Gili Air. Lebih dari 3.000 turis asing dan domestik tiap hari mengunjungi tiga pulau yang masuk Kabupaten Lombok Utara ini.

Sebagian besar di antara mereka datang untuk menikmati keindahan bawah laut. Di lokasi yang sama ketika Claudia berenang misalnya, ratusan turis lain juga sedang melakukan hal sama. Menggunakan kaca mata berenang, sepatu katak, dan sebagian memakai baju pelampung, mereka berenang di tiap lokasi. Lama snorkeling di tiap lokasi rata-rata 30 – 45 menit.

Belasan kapal cepat berlantai kaca (glass bottom boat) yang mengangkut turis-turis itu pun parkir di lokasi snorkeling. Tiap kapal mengangkut 40-50 penumpang. Jadi, di tiap lokasi ada sekitar 500 orang sedang snorkeling. Jumlah yang sangat banyak untuk wisata bawah laut. Birunya laut berubah seperti keriuhan pasar.

Terus Bertambah

Dibandingkan daerah lain di Lombok Utara, tiga pulau di kawasan gili yang dikenal dengan singkatan Gili Matra (Meno, Air dan Trawangan) tersebut memang menjadi andalan pariwisata Nusa Tenggara Barat. Jumlah turis di tiga pulau ini terus bertambah dari tahun ke tahun.

Belasan kapal parkir di lokasi snorkeling shipwreck point di dekat Gili Meno, NTB. Foto : Anton Muhajir
Belasan kapal parkir di lokasi snorkeling shipwreck point di dekat Gili Meno, NTB. Foto : Anton Muhajir

Pesona bahari menjadi andalan tiga gili. Ketiganya memiliki pasir putih dan air laut biru. Titik-titik snorkeling maupun menyelam berada di sekeliling tiga pulau. Sebut saja Bounty Wreck, Shark Point, Manta Point, Meno Slope, dan lain-lain.

Dengan ukuran tak terlalu besar, amat mudah pula untuk menjelajah ketiga pulau ini. Gili Trawangan dengan luas 340 hektar merupakan pulau terluas. Naik sepeda satu jam sudah cukup untuk mengelilingi pulau ini. Adapun Gili Meno seluas 150 hektar dan Gili Air seluas 175 hektar. Ketiganya berdampingan terpisah selat kecil selebar kurang dari 500 meter dan masuk dalam desa yang sama, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang.

Sejak 2011, Pemerintah Indonesia menjadikan Lombok dan Gili Matra sebagai salah satu dari dua Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) di Nusa Tenggara Barat. Tempat lain di provinsi ini adalah kawasan Pulau Moyo dan Tambora di Sumbawa Barat. Sebagai DPN, kawasan Gili Matra berperan penting menyumbang turis ke provinsi tetangga Bali ini.

Dari tahun ke tahun, jumlah turis ke NTB pun terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, kunjungan turis tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada 2013, jumlah turis ke NTB mencapai 1,4 juta kemudian menjadi 1,6 juta (2014) dan 2,2 juta (2015). Tahun ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nusa Tenggara Barat menargetkan turis mencapai 3 juta.

Dari jumlah tersebut, Lombok Utara di mana Gili Matra berada, menjadi kabupaten dengan jumlah turis terbanyak di NTB. Menurut data Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Lombok Utara, pada 2014 jumlah turis asing dan domestik di wilayah ini mencapai lebih dari 1 juta. Adapun jumlah kunjungan dua tahun sebelumnya sekitar 980.000 (2013) dan hampir mencapai 850.000 (2012).

Peningkatan di atas kertas terlihat juga di lapangan. Tiga tahun terakhir, Gili Matra berkembang pesat. Hotel-hotel baru, baik berbintang, maupun melati, terus bertambah terutama di Gili Trawangan. Begitu pula dengan penyedia wisata snorkeling dan menyelam (dive operator).

Tekanan Lebih Besar

Philippa Sully, Manajer diver operator Big Bubble di Gili Trawangan mengatakan, bisnis menyelam di Gili Matra sangat bagus. Dari tahun ke tahun, jumlah penyelam di tiga gili ini makin bertambah, termasuk di Big Bubble. Sebagian besar penyelam dari Eropa, terutama Prancis dan Inggris. Sebagian lain dari Australia dan Asia termasuk Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

Banyaknya wisatawan menyebabkan kian besarnya- ekanan pada kondisi lingkungan Gili Matra, NTB. Foto : Anton Muhajir
Banyaknya wisatawan menyebabkan kian besarnya- ekanan pada kondisi lingkungan Gili Matra, NTB. Foto : Anton Muhajir

Big Bubble termasuk operator menyelam pemula di Gili Trawangan. Ketika mereka memulai 12 tahun lalu, baru ada 9 operator menyelam. Saat ini sudah ada sekitar 24 di mana sekitar 90 persen merupakan milik warga asing.

Juni hingga September merupakan musim puncak penyelaman di Gili. Namun, Big Bubble termasuk operator yang membatasi jumlah tamu. Mereka membatasi hingga 20 orang tiap kali menyelam. “Lebih mudah untuk mengawasi. Kalau terlalu banyak lebih susah karena tempatnya kurang,” kata Philippa.

Dalam sehari, rata-rata operator menyelam melakukan dua kali layanan penyelaman, pagi dan sore. Lokasinya berbeda-beda.

Meskipun jumlah tamu tiap operator dibatasi seperti di Big Bubble, namun makin banyaknya operator juga berdampak pada makin banyaknya penyelam. Serupa juga dengan kian banyaknya turis yang melakukan snorkeling. Kian banyaknya kegiatan turis pun memberikan tekanan lebih besar pada kondisi bawah laut Gili Trawangan.

Muhsin, salah satu pemandu snorkeling mengatakan, secara umum kondisi terumbu karang memang masih bagus. Namun, kondisi sekarang sudah lebih rusak dibanding kondisi pada 1990-an. “Dulu kita dengan mudah melihat terumbu karang di dekat pantai. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi,” kata Muhsin. Dia menunjuk lokasi laut antara Gili Trawangan dan Gili Meno di sisi utara.

Menurut Muhsin, rusaknya terumbu karang antara lain karena banyaknya kegiatan snorkeling, limbah pembersih kolam latihan menyelam, serta jangkar yang dibuang sembarangan. Namun, saat ini sudah ada larangan membuang jangkar di kawasan Gili Matra.

Seorang pemandu snorkeling menunjukkan kondisi terumbu karang yang sudah rusak di Gili Trawangan, NTB. Foto : Anton Muhajir
Seorang pemandu snorkeling menunjukkan kondisi terumbu karang yang sudah rusak di Gili Trawangan, NTB. Foto : Anton Muhajir

Marnix Slot, penyelam dari Belanda, pun mengatakan hal serupa dengan Muhsin. Warga Belanda ini pertama kali menyelam di Gili Matra lima tahun lalu. Kali ini dia menyelam lagi di Gili. Menurut Marnix kondisi Gili Matra saat ini tidak sebagus saat dia pertama kali menyelam. “Sekarang makin banyak terumbu karang yang rusak dan mati,” ujarnya.

Karena itu, menurut Marnix, kawasan Gili Matra perlu mendapat perhatian khusus untuk menata lingkungan bawah lautnya.

Untuk melestarikan ekosistem perairan tersebut, Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan kawasan ini sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) sejak 1993. Namun, masih banyak tantangan untuk menjadikan Gili Matra ini sebagai kawasan konservasi perairan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,