Kala Pembalak Liar Merajalela, Warga Sidodadi Terancam, Operasi Gabungan pun Bocor (Bagian 2)

Tim gabungan hanya menemukan tenda biru, alat kerja dan 150 ton kayu, sedangkan para pembalak liar sampai toke, tak tampak alias sudah menghilang. Operasi penggerebekan ini diduga bocor!

“Urgent!!! Masyarakat Kampung Sidodadi,  Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis Riau, mulai mendapat intimidasi dan potensi tindakan kekerasan dari mafia illegal logging.” Begitu pesan dari Sahat Mangapul Hutabarat, pendiri organisasi Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani), yang menyebar lewat pesan elektronik pada 1 Oktober 2016.

Dalam bagian itu, berisi ajakan menelepon atau kirim pesan soal pembalakan liar dan ancaman kepada warga desa itu kepada Kapolsek Bukit Batu Bengkalis Sugeng, Kapolri Tito Karniavan. Juga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dan Kepala Badan Restorasi Gambut,  Nazir Foead  sampai ke Presiden Joko Widodo.

Pesan berantai ini meluas membuat pemerintah dan aparat bergerak. Tim gabungan dari Polda Riau, TNI dan KLHK (Balai Penegakan Hukum Sumatera dan BKSDA) turun operasi ke lapangan. Sayangnya, para pembalak tak satupun berada di lokasi dan toke menghilang. Diduga rencana operasi bocor!

Dalam operasi gabungan 5-7 Oktober 2016 itu, tim hanya menemukan tenda-tenda biru pembalak liar dan berbagai peralatan serta kayu-kayu balakan yang tersisa.

Dalam laporan kepada Kapolda Riau, Kapolres Bengkalis menyebutkan, operasi gabungan pemberantasan illegal logging di hutan Biosfer Giam Siak Kecil, ini tindak lanjut temuan kayu olahan di kanal Gotex Tasik Serei pada 22 September 2016 sebanyak 40 meter kubik.

Kapolda Riau, Bridjen Pol Zulkarnain, mengatakan, tim turun Rabu (5/10/16), diawali rapat di Polsek Bukit Batu. Setelah itu, mereka bergerak ke pos pantau bersama di daerah Bukit Batu.

Sekitar pukul 13.00, dari Pos Bukit Batu menggunakan lima speedboat menuju ke Pos Pantau Hutan Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu.

Sesampainya di pos pantau, lalu masuk hutan biosfer berjalan kaki. Sekitar empatan jam berjalan kaki, karena kondisi alam dan cuaca tak mendukung, tim beristirahat dan bermalam di semak belukar.

Keesokan hari, katanya, sekitar pukul 06.00, operasi lanjut. Sekitar tiga jam berjalan, mereka menemukan tempat peristirahatan, tenda biru pembalak liar, satu chainsaw, dua velg sepeda motor, enam jerigen oli.

Ada juga kayu balok sekitar lima ton tertumpuk dekat camp dan sekitar 10 ton di kanal. Beragam bahan makanan juga ada dari beras, gula putih, garam, minyak goreng, bawang, cabai, beserta alat masak seperti panci, sampai sendok.

Di beberapa lokasi lain juga ditemukan hal serupa dengan batang kayu bervariasi dengan total 150 ton. Namun, katanya, tak satupun pembalak liar ada di lokasi.

Begitupula di lokasi penebangan, katanya, banyak pohon terbabat tetapi tak ditemukan pelaku.

Tim, katanya, mensinyalir operasi penyergapan sudah bocor. “Hingga tak ada satu orangpun  pembalak liar,” katanya kepada Mongabay, lewat pesan elektronik, Minggu (9/10/16).

Sebelum beralih ke tempat lain, petugas merusak dan merobohkan camp agar tak bisa dipakai lagi.

Hari ketiga, tim gabungan menelusuri kayu. Tim mendapat tambahan dari Dishut Riau dan Dit Krimsus Polda Riau.

Tim bergerak ke Pos Babinsa dan Pos Pol Bukit Kerikil. Dalam perjalanan, katanya, menemukan tempat pemotongan kayu Har Sar, dan banyak peralatan seperti tiga sepeda cargo, empat piringan, dua chainsaw, dua set mesin dompeng, sampai 10 kubik kayu olahan.

“Pemilik Har, juga tak ada diduga sudah lari lima hari sebelum tim operasi gabungan. Barang bukti disita disaksikan ketua RT,” ucap Zulkarnain.

Kasus ini, kata Zulkarnain, terus dilakukan penyelidikan dengan tersangka sementara belasan pembalak liar dari masyarakat sampai TNI.

Tersangka warga, dengan inisial Har Sar, pemilik sawmill, Ag, Nai, Gen, Kob, Dem, Mor, Sar, An, Bul, Riz, Ud, Udi, dan Kli. Semua pelaku sudah menghilang.

Beberapa anggota TNI diduga kuat terlibat membeli kayu dari gudang penumpukan, yakni, Fen (Den Rudal 004 Dumai), Boy (Radar Dumai), Gofur (Den Rudal 004 Dumai), Ari (Den Rudal 004 Dumai), Siswo ( purnawirawan di Dumai) dan Warsito (Minvet Dumai).

Zulkarnain berjanji melibas pembalak liar termasuk oknum-oknum polisi yang terlibat. Untuk kasus Sidodadi,  Kapolda sudah memerintahkan polisi terlibat  dicopot dari jabatan. “Yang terlibat Babinkamtibmas di desa itu. Selain itu, juga kena kasus pidana khusus pembalakan liar,” katanya.

Penegak hukum, katanya, akan terus memburu Har Sar, sebagai pintu masuk keterlibatan pelaku illegal logging yang lain. “Kapolres sudah diperintahkan untuk mencari para pelaku yang melarikan diri termasuk toke,” ujar dia.

Handphone Babinsa Desa Bukit Kerikil dan Babinkamtibmas pun disita. “Kami akan terus berkoordinasi dengan penyidik POM dan Gakkum KLH secara rutin.”

Selain penegakan hukum, katanya, kerusakan kanal oleh pembalak liar akan ditutup. Kayu olahan, juga akan dimusnahkan di lokasi dan merobohkan camp.

Protes warga

Sebelum itu, pembalakan liar yang terang-terangan ini membuat kesal warga desa. Hingga pada Kamis (29/9/16), pukul 17.00 mulai terjadi gesekan  antara warga dan pembalak liar. Warga kampung sudah tak tahan dan menyetop transportasi ilegal yang melewati kanal gambut Kampung Sidodadi.

Dalam pesan itu, Sahat Mangapul mengatakan, sampai siang keesokan hari, sekitar pukul 12.00, kata,  toke-toke kayu beberapa kali menelpon agar jangan menghalangi kayu balakan dari Cagar Alam Siak Kecil ini melewati kanal kampung.

Warga makin kesal  kala pembalak liar seenaknya menjebol sekat kanal hingga makin kering.

Lahan kering, tanaman pangan warga seperti nanas, cabai, sayuran dan sawit terbakar.

Kebakaran gambutpun, katanya, terus terjadi karena ada pembiaran oleh aparat TNI, dan Polri. “Perusakan kanal juga dibiarkan,” katanya.

Mereka menginformasikan aksi pembalakan liar ini kepada Kapolsek Bukit Batu, dan Menteri LHK dan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead.

Belum ada aksi hingga warga makin khawatir karena melibatkan TNI, Polri dan pejabat desa.

Dalam surat itu, dia menyebutkan puluhan warga desa yang perlu perlindungan dan telah dilaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Isi surat juga menyebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam illegal logging termasuk para toke (pemodal). Termasuk, seorang toke paling ‘kuat’ diduga mendapat backing TNI dan Polri, Har Sar.

Hari terang-terangan berani mendirikan gudang penumpukan dan mesin mesin kayu di rumahnya.

Alur kayu diduga dengan kawalan militer dan polisi  melewati beberapa kantor dan pos, seperti Kantor Desa Bukit Kerikil, rumah Pjs Kepala Desa Bukit Kerikil Eko Sarwono, dan rumah Ketua BPD Yusnarwardi. Lalu, Pos Polisi Bukit Kerikil, dengan Polisi Sukardi, Pos Babinsa  Kopda Edi M dengan tujuan pengiriman ke Medan, Pekanbaru dan kota-kota lain.

Laporan warga detil sampai ukuran dan jenis sampai harga jual kayu-kayu yang diangkut dari Cagar Alam Giam Siak Kecil ini. Ada kayu bagus, seperti meranti, punak, suntai. Kayu biasa seperti bintangor, dan pisang- pisang.

Perambahan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Riau. Foto diambil pada 2014. Foto: Aji Wihardandi
Perambahan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Riau. Foto diambil pada 2014. Foto: Aji Wihardandi

 

Bendungan dijebol pembalak liar

Yadi, (60), warga Desa Sidodadi, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis, Riau, selalu khawatir lahan terbakar kala kemarau tiba. ”Tiga tahun terakhir ini ketar-ketir terus,” katanya, bulan lalu.

September lalu, belasan hektar lahan gambut di desanya terbakar karena ada pekerja perkebunan sawit sengaja membakar.

Yadi menceritakan, biasa para pembakar lahan membuat tumpukan semak-semak, kemudian membakar dan ditinggal pergi.

”Malam hari, api itu macam orang lewat. Ada angin besar, bisa kena ke kebun tetangga. Kemarin, malah mencelakakan kebun tetangga, padahal baru ditanam. Soalnya dia membakar di sudut. Kebun tak jadi terbakar,” katanya.

Desa Sidodadi, lahan banyak milik orang dari Sumatera Utara, beberapa punya TNI ataupun polisi. ”Saya tak punya pilihan lain bertahan disini. Ini yang memberikan pekerjaan, maka saya pindah kesini. Ngilu bila terbakar.”

Menuju Desa Sidodadi, harus melalui konsesi HTI, PT Arara Abadi, pakai mobil Manggala Agni. Perjalanan sekitar 30 menit dari pos. Menuju Sidodadi, jalur cukup sulit. Bebatuan. Kiri jalan kanal perusahaan.

Jalur jalan besar menuju pos perlu ditempuh sekitar 20 menit. Sepanjang jalan akasia dan sawit menjadi hiasan.

Kala memasuki Sidodadi, ada sekumpulan pohon hutan alam dan suara burung bersahutan. ”Wilayah ini perbatasan HTI dengan kawasan lindung,” kata Nazir Foead, Kepala BRG, September lalu.

Sebelum akhirnya merembet ke wilayah lain, kawasan yang tahun ini juga terbakar ini perlu dijaga. Apalagi kawasan lindung, Cagar Alam Giam Siak Kecil, habitat harimau Sumatera.

Saat Nazir peninjauan ke lapangan, sekat kanal di wilayah ini tak berfungsi baik. Air yang seharusnya mampu membasahi lahan gambut dikeringkan oleh kanal besar.  Mereka menyebutnya GOTEK 010. Aliran melewati Giam Siak Kecil, berakhir di danau alami.

GOTEK 010 merupakan sebuah stasiun muara yang melancarkan aksi pembalakan liar. Aktivitas ini sudah berlangsung sejak lama. Meski sudah diketahui aparat keamanan, sepertinya tak ada perubahan berarti. ”Ini memang paling inti dan besar,” kata Yadi.

Pada 2014, katanya, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, sempat membendung air untuk menjaga gambut tetap basah. Bendungan dirusak penebang liar karena dianggap menghalangi kegiatan mereka.

”Karena kanal itu satu-satunya akses mengangkut kayu ilegal dari kawasan konservasi dan air lahan gambut drastis menurunkan,” katanya.

Padahal, masyarakat menyambut baik jika pemerintah membendung kanal dan membuat permanen hingga air membasahi gambut.

Kala itu, Nazir  berjanji, menutup kanal dan membuat sumur bor di wilayah ini untuk mengantisipasi kebakaran. (Habis)

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,