6.000 ABK Filipina Miliki KTP Palsu di Indonesia Timur

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan ada sejumlah warga negara Filipina yang bekerja secara ilegal dalam industri perikanan Nasional juga diindikasikan ada terutama di Sulawesi Utara, dan provinsi lain yaitu Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Diperkirakan, di seluruh wilayah tersebut, terdapat sekitar 6.000 WN Filipina yang sudah bekerja untuk perikanan tangkap maupun industri pengolahan perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (12/10/2016) mengatakan, masuknya tenaga kerja ilegal dari Filipina itu, ditengarai, karena ada keterlibatan oknum pejabat dan nelayan yang ada di provinsi-provinsi tersebut.

Untuk mengelabui masyarakat sekitar dan juga pemilik perusahaan, para WN Filipina tersebut dibekali dengan kartu tanda penduduk (KTP) palsu yang dikeluarkan di sejumlah kota/kabupaten yang ada di  lima provinsi tersebut.

“Kita sudah menunggu lama untuk bisa mengungkap kasus ini. Tidak mudah melakukannya. Karenanya kita menunggu saat yang tepat untuk penangkapan,” ucap Susi saat memberi keterangan resmi kepada media.

Menurut dia, tak hanya untuk bekerja di industri perikanan Nasional, para pemilik KTP palsu dari Filipina tersebut juga diindikasikan sudah terlibat dalam praktek perikanan ilegal. Biasanya, mereka yang memiliki KTP Indonesia, akan dipekerjakan sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal-kapal pelaku Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing.

“Biasanya, kapalnya berbendera asing, tapi ABK-nya ber-KTP Indonesia. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?” jelas dia.

Indikasi tersebut, kata Susi, terendus sejak izin pengangkutan kapal dilonggarkan dan sejak itu praktek IUU Fishing kembali marak.

Susi menyebut, di antara daerah yang diduga kuat menyerap tenaga kerja asal Filipina dengan KTP Indonesia palsu tersebut, adalah Dobo, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku Utara. Di daerah tersebut, diduga kuat ada banyak tenaga kerja dari Filipina yang dibawa dari Bitung, Sulawesi Utara.

“Sekarang sedang kita kejar pelakunya,” tutur dia.

Susi merinci, tenaga kerja dari Filipina dengan KTP palsu tersebut, diperkirakan jumlahnya ada 3.000 orang yang bekerja di Sulut dan 3.000 orang menyebar di Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Untuk menghentikan penyebaran tenaga kerja ilegal tersebut, Presiden RI Joko Widodo sudah berbicara dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Dari pembicaraan itu, disepakati bahwa Indonesia akan bertindak lebih masif untuk menghentikan penyebaran tenaga kerja ilegal dari negara tersebut.

“Presiden Filipina sudah meminta kepada kita untuk segera mengembalikan warga negara mereka secepatnya, termasuk juga yang mempunyai KTP palsu,” ucap dia.

“Saya juga menghimbau kepada semua pejabat, pengusaha, dan aparat lainnya, yang melakukan atau membantu proses pengadaan KTP palsu, untuk segera menyerahkan diri,” tegas dia.

Dengan adanya informasi dari nelayan, pengusaha, dan pejabat, Susi yakin proses deportasi WN Filipina bisa segera dilakukan.

ABK Ilegal : Kebangsaan Filipina, KTP Indonesia

Meski sudah lama praktek pemalsuan identitas tersebut, namun Susi Pudjiastuti mengakui bahwa itu tidak mudah untuk diungkap. Momen itu muncul, setelah Kapal Pengawas PSDKP Hiu Macan Tutul 401 dan Hiu Macan 306 menangkap 8 kapal perikanan ilegal di Laut Sulawesi Utara pada 22-26 September lalu.

Dari 8 kapal yang ditangkap, 2 kapal diketahui berbendera Indonesia, namun menggunakan ABK berkebangsaan Filipina yang memiliki KTP Indonesia yang diduga palsu. Dua kapal tersebut, adalah KM D’VON yang mempekerjakan 11 ABK dan KTP seluruhnya tercatat dikeluarkan Pemerintah Kota Bitung.

Kemudian, ada KM Triple D-00 yang mempekerjakan 10 ABK dengan KTP diduga palsu dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Selain itu, ada juga 1 ABK yang diduga menggunakan KTP palsu dari Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat.

“Para ABK tersebut mengaku sebagai Warga Negara Filipina dan berasal dari Saeg Calumpang, General Santos,” papar Susi.

Suasana penangkapan ikan diatas perahu pajeko yang melaut di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly
Suasana penangkapan ikan diatas perahu pajeko yang melaut di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly

Sementara itu Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja mengungkapkan, saat ini sudah ditetapkan tersangka pemalsuan KTP atas nama DL yang diketahui sebagai pemilik KM D’VON dan KM Triple D-00. Selain dia, ditetapkan juga NCY, salah satu pejabat di Pemkot Bitung sebagai tersangka kasus pemalsuan KTP.

“Selain kasus itu, DL juga ditetapkan tersangka untuk kasus tindak pidana perikanan oleh PSDKP Bitung,” jelas dia.

Staf Ahli Satgas 115 Brigjen Kamil Razak mengatakan, modus penggunaan KTP Indonesia oleh WN Filipina dalam kegiatan IUU Fishing, merupakan modus yang tergolong baru setelah Pemerintah Indonesia menggalakkan pemberantasan perikanan ilegal tersebut sejak 2014 lalu.

Kamil menyebutkan, saat ini General Santos, yang statusnya merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Asia Pasifik, mulai mengalami kemunduran karena Indonesia menghentikan aktivitas perikanan ilegal.

“Menurut para ABK, lebih dari 50 persen perusahaan perikanan yang beroperasi di General Santos, adalah eksportir utama produk perikanan ke Eropa dan Amerika. Perusahaan-perusahaan tersebut kini sudah tutup,” papar dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,