Nasib Orangutan Memang Harus Kita Perhatikan

Hutan yang terdegradasi membuat kehidupan orangutan sumatera terganggu yang tak jarang menyebabkan terjadinya konflik dengan manusia.

Dokter hewan dari tim Human and Orangutan Conflict Response Unit (HOCRU) – Orangutan Information Centre (OIC), Ricko Laino Jaya menyebutkan, OIC dan sejumlah lembaga lingkungan lainnya, telah mengevakuasi sejumlah orangutan periode 2012 – 2016. Rinciannya, 33 individu orangutan yang ada di hutan wilayah Aceh dan 30 individu di Sumatera Utara.

“Orangutan tersebut terpaksa dipindahkan karena terisolir. Dikhawatirkan, nantinya akan menyebabkan konflik dengan manusia atau malah diburu,” ujarnya awal pekan ini.

Ricko menjelaskan, untuk mengevakuasi orangutan yang terisolir tersebut, bukan perkara mudah. Tim harus memastikan orangutan itu sehat, tidak membawa virus yang dapat menyebar ke orangutan lain, serta tidak pernah dipelihara manusia.

Selain melakukan evakuasi, sejak 2012 hingga 2016, OIC dan lembaga lainnya juga telah menyelamatkan 37 orangutan yang dipelihara masyarakat, baik di Aceh maupun Sumatera Utara. “Di Aceh, ada 27 individu yang disita sementara di Sumatera Utara berjumlah 10 individu.”

Menurut Ricko, Di Aceh, persebaran orangutan yang paling banyak berada di wilayah Leuser. Namun saat ini, sebagian besar tempat tersebut terancam perkebunan dan pertambangan, sebagaimana yang terjadi di Rawa Tripa, Rawa Singkil, dan Taman Nasional Gunung Leuser. “Terkait konflik dengan manusia, kejadian paling sering terjadi di Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Tamiang,” ujarnya.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Hasibuan menyatakan, saat ini populasi orangutan sumatera menurun akibat perburuan dan pengrusakan habitat.

“Data yang dimiliki BKSDA Aceh, jumlah orangutan sumatera di alam liar sekitar 6.000 individu. Salah satu habitatnya ada di Leuser. Jika terus diburu dan hutan dirusak, jumlah orangutan dipastikan berkurang.”

Selain kerusakan habitat, perburuan merupakan ancaman nyata yang membayangi nasib orangutan sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah
Selain kerusakan habitat, perburuan merupakan ancaman nyata yang membayangi nasib orangutan sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah

Sejauh mana kerusakan yang terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)? Geographic Information System (GIS) Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Agung Dwi Nurcahya menyebutkan, terhitung Januari – Juni 2016, areal KEL yang rusak tidak main-main. Menurutnya, Januari 2016, luas hutan KEL tersisa 1.820.726 hektare. Namun, pada Juni, menjadi 1.816.629 hektare. “Dalam enam bulan, 4.097 hektare hilang, berdasarkan pantauan citra satelit.”

Hutan KEL yang paling banyak hilang berada di Kabupaten Aceh Timur. Dari luasan 236.874 hektare menjadi 235.004 hektare. Lalu Kabupaten Gayo Lues, dari 402.684 hektare menjadi 402.279 hektare, atau berkurang 405 hektare. Sementara di Aceh Selatan berkurang hingga 378 hektare.

Di Indonesia, kita mengenal dua jenis orangutan yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) yang jumlahnya sekitar 45 ribu individu. Hal menarik dari orangutan adalah, orangutan memiliki 97 persen genetik yang hampir sama dengan manusia. Namun, orangutan tidak memiliki selaput suara yang membuatnya tidak bisa bicara. Untuk ukuran otak, beratnya  sepertiga dari otak manusia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,