Mediasi Warga-PT BBS Buntu, Temuan: Perusahaan Tak Punya Amdal dan HGU

Mediasi konflik lahan antara masyarakat tiga desa di Muaro Jambi, dengan perusahaan sawit PT BBS,  tak membuahkan hasil. Pemerintah Muaro Jambi pun memutuskan buat legal audit. Ada temuan terungkap dari mediasi ini, ternyata perusahaan tak punya HGU dan Amdal!  

Pagi itu, Selasa (27/9/10), ratusan warga dari tiga desa, yaitu Desa Seponjen, Sogo dan Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh Ilir, Muaro Jambi, Jambi,  telah berkumpul di Desa Sogo. Mereka akan aksi damai di perkebunan sawit PT Bukit Bintang Sawit (BBS).

Aksi ini bentuk kekesalan warga karena sudah tahun kedua, masyarakat di tiga desa ini mencari keadilan lahan mereka yang diserobot BBS.

Wak Ming, petani dari Desa Sogo, tampak bersemangat dengan berbagai peralatan yang dibawa. Rencananya,  dia dan warga lain tak akan pulang ke rumah, jika persoalan tak ada penyelesaian.

Bagi Ming, tanah mereka harus diperjuangkan, karena tumpuan terakhir untuk menghidupi keluarga. “Hanya ini yang bisa wak wariskan untuk anak  cucu nanti. Tanah ini penghidupan kami,” katanya.

Rata-rata warga menjadi petani, ketersediaan lahan menjadi hal paling penting bagi masyarakat tiga desa ini.

Baca juga: Ketika Perusahaan Sawit Serobot Lahan Warga Tiga Desa di Jambi

Ming membawa terpal plastik dan peralatan masak siap menduduki lahan sengketa.

Lebih tiga jam mereka bertahan di pintu masuk perusahaan. Mereka baru selesai memasang  terpal plastik menjadi tenda. Mereka membersihkan peralatan masak. Ada yang mulai masak buat makan siang.

Aparat berseragam cokelat berbaris rapi di pintu masuk, menghadang rombongan warga masuk perusahaan.

Hingga sore, mereka menanti. Tak ada satupun pihak perusahaan maupun pemerintah menemui.

Menjelang matahari senja, hadir Asisten I Bidang Pemerintahan Muaro Jambi, Budhi Hartono, Kapolres Muaro Jambi, AKBP Dedi Kusuma serta Humas BBS Suherman.

Mereka sepakat menyelesaikan masalah lewat mediasi Jumat, (7/10/16). “Kita akan mediasi melibatkan masyarakat dan perusahaan serta unsur muspida termasuk bupati. Agar permasalahan ini segera ada titik temu,” kata Budhi.

Suherman, Humas BBS mengatakan, ini pertama kali masyarakat dan prusahaan mediasi. Perusahaan, katanya, menyambut langkah  ini agar konflik tak berlarut.

“Kalau yang sudah-sudah, kita hanya sepihak dipanggil. Dari masyarakat, dari perusahaan saja. Jika duduk bersama, kita berharap permasalahan selesai.”

Mendengar ada mediasi, masyarakat yang semula akan bertahan di tenda segera merapikan peralatan. Mereka bergegas pulang dan berharap mediasi ini berbuah manis.

Antoni, Sekretaris Desa Sogo sekaligus koordinator lapangan menyebutkan, akan kembali ke rumah masing-masing dan menunggu mediasi. “Sementara kita menunggu mediasi. Mudah-mudahan berjalan sesuai harapan,” katanya.

Warga membuat tenda biru, rencana menduduki lahan sengketa. Foto: Elviza Diana
Warga membuat tenda biru, rencana menduduki lahan sengketa. Foto: Elviza Diana

 

 

Tak temukan solusi

“Kami perusahaan memiliki bukti jual beli lahan sudah dilakukan masyarakat. Kami merasa semua prosedur sudah dilakukan,” kata Retman, Direktur BBS,  seraya memberikan bukti-bukti jual beli yang ditandatangani masyarakat.

Sudah dua jam mediasi melibatkan beberapa perwakilan masyarakat, perusahaan, dihadiri Pjs bupati, Kapolres Muaro Jambi, Dandim 0415 Batanghari serta Kantor Pertanahan, dan Dishutbun Muaro Jambi,  tak jua menemukan titik temu.

Kedua pihak mengaku memiliki bukti kepemilikan lahan. Ketua Lembaga Adat Kumpeh, Abu Bakar Jidin berharap, penyelesaian konflik menitikberatkan keadilan kepada masyarakat.

“Kami berharap pemerintah bisa menyelesaikan dengan seadil-adilnya. Kami masyarakat buta hukum apalagi  surat menyurat kepemilikan lahan. Kami hanya berpatokan pada batas-batas alam. Jika ada jual beli lahan, pihak mana yang jual-beli?” katanya.

Silang pendapat antarperusahaan dan masyarakat, tak menemukan sepakat. Mediasi sempat jeda agar suasana cair. Pejabat sementara Bupati Muaro Jambi sekaligus Sekretaris Dearah Kailani memberikan masukan agar perusahaan kerjasama kemitraan dengan masyarakat.

“Kita sudah tawarkan win-win solution. Dengan pola kemitraan antara masyarakat dan perusahaan. Solusi ini ditolak perusahaan,” katanya.

Darius, Komisaris BBS menawarkan, dana tanggung jawab sosial setiap tahun untuk ketiga desa Rp50 juta.

“Masyarakat tak menyetujui,” katanya.

Tuntutan warga di tenda biru. Foto: Elviza Diana
Tuntutan warga di tenda biru. Foto: Elviza Diana

Senada dengan Darius, Suherman Manajer Humas BBS menyebutkan, mengeluarkan kawasan klaiman masyarakat dari areal kerja perusahaan amat mustahil. Tuntutan masyarakat  total 1.576 hektar dari areal perusahaan, yang hanya sekitar 1.800-an hektar.

“Kalau mau memenuhi tuntutan masyarakat ini mustahil. Untuk kemitraan juga, kita bersedia jika ada lahan baru. Kalau tuntutan itu, kita mau ya diproses hukum saja,” katanya kepada Mongabay.

Perusahaan hanya memperoleh izin prinsip dan lokasi pada 2007. Selama itu, perusahaan tak pernah memberikan dana CSR. “ Kami minta uang untuk bersihkan kuburan aja sulit,” kata Saidi, warga Kelurahan Tanjung.

BBS menjual minyak sawit mentah (CPO) kepada Wilmar dan Musim Mas. Perusahaan ini pernah mendapat teguran Wilmar.

Budiman, tokoh masyarakat Desa Seponjen mengatakan, warga sudah menyurati Wilmar terkait penyerobotan lahan ini. Tim Wilmar, katanya,  sudah turun lapangan untuk investigasi.

“Setahu kami WIlmar sudah pertemuan dengan BBS. Kami tak tahu apakah masih Wilmar atau Musim Mas sebagai buyer,” katanya.

Menanggapi ini, Fadli Yusfi,  Senior Sustainability Compliance Manager Wilmar International Plantation mengatakan, BBS tak lagi pemasok mereka.

Jauh sebelum tim investigasi lapangan terkait pengadudan masyarakat, katanya, Wilmar, sudah memutuskan kerjasama dengan BBS.

 

 

 Pemerintah akan audit legal perusahaan

Kala, mediasi tak menemukan solusi,  Pemerintah Muaro Jambi akhirnya memutuskan akan legal audit dan verifikasi perusahaan atas klaim warga.

Kailani mengatakan, dalam waktu dekat, akan membentuk tim verifikasi untuk legal audit itu. “Verifikasi baik perusahaan dan lahan masyarakat. Ini upaya hukum, karena kedua belah pihak tak menemukan kata sepakat,” katanya.

Tak punya Amdal dan HGU

Dalam mediasi, juga ditemukan fakta, perusahaan tak mempunyai izin hak guna usaha (HGU) dan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebagai prasyarat bisa operasi.

Bastian, Sfat Kantor Pertanahan Muaro Jambi menyebutkan, perusahaan harus melengkapi administrasi itu.

Retman, Direktur BBS bilang akan melengkapi proses administarsi tersebut. “Semua sudah dalam proses.”

Meski terang-terangan abai proses administrasi, ketika ditanyakan Mongabay, Kailani bilang, urusan HGU kewenangan BPN.

“Itu urusan BPN, Tanya BPN, kalau harus kena sanksi administrasi,” katanya sembari keluar ruangan mediasi.

Mediasi antara warga dan PT BSS, dihadiri unsur muspida Muaro Jambi, yang tak membuahkan kata sepakat. Foto: Elviza Diana
Mediasi antara warga dan PT BBS, dihadiri unsur muspida Muaro Jambi, yang tak membuahkan kata sepakat. Foto: Elviza Diana
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,