Seluruh Fraksi DPR Setuju RUU Perjanjian Paris Melaju ke Pengesahan

Senin (17/10/16), seluruh fraksi di Komisi VII DPR setuju Rancangan Undang-undang Pengesahan Perjanjian Paris untuk Perubahan Iklim (Paris Agreement on Climate Change) melaju ke pengesahan menjadi UU dalam rapat paripurna yang diagendakan 19 Oktober 2016.

Mereka menilai UU ini penting sebagai wujud keseriusan Indonesia menyumbang penurunan emisi karbon demi keberlanjutan bumi.

Hadir dalam rapat hari itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dan perwakilan kementerian lain seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan lain-lain.

Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu, berharap, RUU pertama keluar dari Komisi VII ini bisa lancar dan sah menjadi UU pada rapat paripurna 19 Oktober ini.

“Jadi, rombongan delegasi Indonesia ke Maroko (COP22-red),  bisa menjadi peserta bukan hanya pengunjung. Mudah-mudahan ini memberi manfaat bagi Indonesia,” katanya usai seluruh fraksi membacakan dan menandatangani pendapat akhir bersama.

Agenda rapat dengar pendapat diawali pembacaan pendapat akhir fraksi. Dari 10 partai, semua setuju. Yakni, PDIP, Golkar, PKB, PPP, Hanura, Nasdem, Gerindra, PKS, Demokrat dan PAN.

Dalam rapat ini, hampir semua partai menyebutkan, soal perlu penguatan pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam aksi penanganan perubahan iklim.

Adapun beberapa catatan kritis dari fraksi seperti diungkapkan Partai Demokrat. Partai ini memberikan catatan-catatan antara lain dalam menekan laju kerusakan lingkungan, pemerintah harus serius melakukan penegakan hukum.

Demokrat menyatakan, hingga kini belum ada keseriusan dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk dalam proyek 35.000 Mega Watt masih berbasis fosil dan batubara.

“Minta pemerintah serius dorong energi terbarukan,” kata Mat Nasir, yang mewakili partai membacakan pandangan.

Fraksi ini juga mencatat, pentingnya mitigasi dan adaptasi sektor kehutanan, energi dan lain-ain serta perlu sinergi antara pusat dan daerah.

Begitu pula Partai Hanura. Muchtar Tompo, yang mewakili Hanura kala menyampaikan pandangan mengatakan, perlu pengkajian jelas agar tak terjadi tumpang tindih antara RUU Perjanjian Paris ini dengan aturan terkait seperti UU Minyak dan Gas dan UU Mineral dan Batubara.

“Soalnya, kedua UU (Migas dan Minerba-red) mendorong eksploitasi, sedang RUU Perjanjian Paris, semangatnya mengerem eksploitasi alam?” katanya seraya mengatakan, kedua UU ‘eksploitasi’ minyak bumi, mineral dan batubara itu sedang revisi.

Usai pandangan fraksi, Siti Nurbaya berterima kasih atas pendapat seluruh fraksi Komisi VII sudah setuju RUU ini lanjut ke pengesahan.

Dia bilang, telah mencatat berbagai masukan, dan memperhatikan serius untuk menindaklanjuti dalam kebijakan dan aksi.

“Tindaklanjut terkait peningkatan kesadaran upaya mitigasi dan adaptasi, penguatan pendanaan, pemantauan dan evaluasi buat penyempurnaan strategi program dan penanganan perubahan iklim. Termasuk prinsip-prinsip akuntabilitas buat jaga kepentingan nasional,” katanya.

Siti bilang, wajar DPR memberikan berbagai catatan kritis agar pemerintah berhati-hati dan konsisten.

“Pada dasarnya muatan semangat untuk lingkungan yang bagus. Itu perintah konstitusi. Saya sambut baik. Terima kasih seluruh faksi setuju. Catatan kritis bagus, buat kita lebih waspada. Pasti jadi perhatian kita,” katanya, usai rapat.

Sepakat NDC

Pada rapat Komisi VII pekan lalu Siti menyampaikan, seluruh kementerian sudah menyepakati angka National Determined Contributions (NDC) yang akan diberikan pada COP 22 di Marakesh, Maroko, 7 November nanti.

Di mana, energi menyumbang 16,87%, kehutanan 7,22%, pertanian 1,21%, Industri 0,71% dan limbah 2,99%. ”Sudah kami komunikasikan dengan kementerian terkait,” katanya.

Dia mengatakan, dengan ratifikasi Perjanjian Paris, Indonesia, sebagai negara berkembang akan mendapatkan banyak manfaat. Terutama, katanya, Indonesia dapat berperan serta dan memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan soal Perjanjian Paris.

Manfaat lain, Indonesia memperoleh kemudahan akses sumber pendanaan, transfer teknologi, peningkatan kapasitas bagi implementasi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Dia berharap, regulasi terkait lembaga penerima finansial segera selesai sebelum COP. Lembaga ini, akan menjadi Badan Layanan Unit untuk memfasilitasi semua donor dari luar negeri bisa dipakai masyarakat.

Lembaga ini penting, kata Siti, karena banyak negara donor tak mau masuk dalam sistem APBN. Lembaga ini akan dibentuk mandiri di bawah Kementerian Keuangan.

Dukungan dari unsur pimpinan DPR

Pada Selasa (11/10/16), Siti juga berkonsultasi dengan pimpinan DPR terkait adopsi Paris Agreement on Climate Change ini.

Pertemuan dimulai pukul 13.00 dihadiri semua unsur pimpinan DPR, yakni Ade Komarudin, Agus Hermanto, Taufik Kurniawan, Fadli Zon, dan Fahri Hamzah dan pimpinan Komisi VII, Syaikul Islam Ali.

Ade Komarudin mengatakan, langkah global ini harus menjadi komitmen Indonesia.

”Kita sudah komit tentang ini. Apalagi terjadi berbagai bencana di belahan dunia dan Indonesia. Lingkungan jadi tak ramah, sangat ganas kepada kita sendiri yang menempatinya,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,