Ketika Mitigasi Jembatan Laut Kurang Efektif

Kurangi kecepatan saat berjalan, jangan bergerombol, jaga jarak.Daya tahan jembatan hanya 40%, jangan lebih dari 2 motor menyeberang saat bersamaan.

Demikian imbauan di plat cat merah dengan font putih itu. Plat ini diletakkan jauh dari jangkauan keterbacaan jika kita lewat di bawahnya. Ditaruh di atas pilar besi konstruksi jembatan setinggi sekitar lima meter itu.

Ada lagi papan lain berwarna dasar kuning seperti warna cat jembatan yang menghubungkan pulau terkecil Nusa Ceningan dengan Lembongan di tiga gugusan pulau kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali ini. Tulisannya “Hati-hati jembatan rawan jebol.”

Diletakkan menyolok di samping pintu masuk jembatan kuning, sebutannya. Tapi nama gaul penghubung dua pulau terluar Bali ini adalah jembatan cinta. Namun, sejumlah warga menyeletuk. “Sekarang namanya jembatan putus cinta,” ujar Kadek Nur, pemilik salah satu hotel kecil saat ngobrol dengan sejumlah warga lain. Jembatan atas laut ini ambruk pada Minggu (16/10/16) petang.

Dalam rapat koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali dan pemerintah daerah menyebut 42 korban terdiri dari 8 orang meninggal (di antaranya 3 anak), dan 34 luka. Menurut estimasi lebih dari 60 orang yang saat itu sedang menyeberang di malam naas. Sebanyak 17 motor tecebur ke laut.

Jika mengacu papan-papan imbauan mitigasi di atas, jumlah warga dan kendaraan yang sedang dalam jembatan jauh melebihi kapasitas. Tapi kenapa terjadi?

Sejumlah korban selamat dan warga lain mengatakan entah kenapa malam itu tak terlihat penjaga mengarahkan lalu lintas penyeberangan sampai malam. Terlebih hari itu adalah ritual Nyepi Segara. Sebuah tradisi mengheningkan laut, seluruh aktivitas di perairan dilarang di kawasan Nusa Penida.

Kondisi jembatan menghubungkan Lembongan dan Nusa Centingan, Nusa Penida, Bali pasca runtuh. Foto: Luh De Suriyani
Kondisi jembatan menghubungkan Lembongan dan Nusa Centingan, Nusa Penida, Bali pasca runtuh. Foto: Luh De Suriyani

Karena aktivitas laut libur, jadilah lalu lintas di jembatan gantung ini meningkat. Terlebih saat itu ada upacara agama di sebuah pura di ujung jembatan. Ratusan warga bersembahyang selama 4 hari termasuk saat Nyepi Segara.

“Pecalang dan Babinsa ada tapi mungkin karena sudah sore dan kondisinya macet di tengah. Kami sudah bersurat ke Polres dan Babinsa minta pengamanan,” tutur I Ketut Gede Arjaya Perbekel (kepala desa) Lembongan.

Ia sendiri enggan menyalahkan siapa. Arjaya menekankan jembatan sudah tua dan keropos. Beberapa kali pihak desa sudah koordinasi dengan pemerintah untuk upaya perbaikan. Namun hanya dilakukan perawatan seperti pengecekan baut dan pengencangan.

Sejak dibangun pada 1994, jembatan kuning ini sempat putus talinya pada 2013. Penyeberangan dengan motor diatur agar lewat bergantian. Karena itu sering terlihat antrean di masing-masing pintu masuk dari arah Ceningan dan Lembongan. Pemasangan tanda untuk hati-hati itu kemudian dilakukan pada 10 Oktober lalu. Artinya sudah ada indikasi kerapuhan dan risikonya. Namun kenapa tak segera ditindaklanjuti?

Pelajar pulang dan pergi sekolah kini dengan perahu pasca ambruknya jembatan. Foto: Luh De Suriyani
Pelajar pulang dan pergi sekolah kini dengan perahu pasca ambruknya jembatan. Foto: Luh De Suriyani

Bupati Klungkung Nyoman Suwirta mengatakan masalah utamanya jembatan gantung ini sudah tua hampir 30 tahun. “Pernah putus tali seling saja, lainnya sudah sering diganti. Ujung utara sempat lepas kena puting beliung dan pemerintah provinsi yang perbaiki. Sudah ajukan ke pemerintah pusat memasukkan data jembatan gantung ini,” paparnya. Pihaknya mengirim data jembatan gantung rusak pada Kementrian Pekerjaan Umum.

“Hanya boleh 15 orang, saat kejadian hampir 60orang dan berhenti di titik berat. Musibah sudah terjadi tak perlu menyalahkan. Ambil hikmah, kita dorong percepatan untuk jembatan permanen,” lanjut Suwirta. Saat ini anggaran sekitar Rp60 milyar pembangunan jembatan menurutnya harus segera direalisasikan agar dampaknya tak bertambah parah seperti dampak sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Salah satu musibah terburuk di Bali ini menimpa keluarga Ketut Wirati dan Gede Sulianta. Pasangan muda ini kehilangan dua anak perempuannya Putu Putri Krisna Dewi (9) dan Kadek Mustika (6). Anak bungsunya, Komang Giri Mahesa (18 bulan) juga jatuh tapi selamat digendong ayahnya.

“Anak pertama pegang baju saya di belakang, dan yang kedua di depan. Kami jatuh dan saya tak ingat apa,” Wirati menahan tangisnya. Ia ditolong seseorang saat tercebur. Namun kedua anaknya ditemukan dalam kondisi meninggal dalam air.

Pasangan suami istri ini hendak belanjadi dekat pura yang sedang ramai. Bukan untuk bersembahyang. “Mereka minta beli boneka dan mainan, kami jalan kaki menyeberang. Jembatan macet banyak orang dan motor,” ingat perempuan muda ini.

Keluarga menyiapkan upacara dua korban bocah perempuan kakak beradik yang terjebur ke laut bersama orang tuanya saat menyeberang jembatan kuning satu-satunya penghubung darat nusa Ceningan dan Lembongan. Foto: Luh De Suriyani
Keluarga menyiapkan upacara dua korban bocah perempuan kakak beradik yang terjebur ke laut bersama orang tuanya saat menyeberang jembatan kuning satu-satunya penghubung darat nusa Ceningan dan Lembongan. Foto: Luh De Suriyani

Kedua putrinya tak berhasil memeluk boneka impiannya. Puluhan kerabat dan tetangga berkumpul di rumahnya pada Senin (17/10/16) membuat aneka sesajen untuk upacara penguburan bagi anak kedua dan Ngaben (kremasi) untuk anak pertama. Menurut keyakinan mereka, anak yang belum tanggal gigi hanya boleh dikubur.

Wirati mengatakan pemerintah lalai karena tak kunjung memperbaiki jembatan rapuh ini. “Kenapa dana tak kunjung ada untuk perbaikan?” herannya.

Nusa Lembongan adalah pulau paling pikuk dibanding tetangganya. Devisa pariwisata juga dari sini. Hampir sekeliling pulau dengan pasir putih halus ini ada hotel dan penginapan.

Penanganan musibah oleh warga

Namun di balik musibah ini ada teladan dari warganya. Tim search and rescue (SAR) peristiwa ini adalah warga sendiri.

Kadek Nur, pemilik hotel Lotus dan Made Linggih kapten speedboat The Tenis adalah salah dua yang terlibat dalam penyelamatan warga. “Ada banyak warga termasuk bule juga ikut menyelam cari korban,” seru Linggih.

Keduanya bersama beberapa rekan lain terlibat perbincangan seru tentang peristiwa itu. “Saya mau nyebrang tapi saudara manggil disuruh nunggu, eh kemudian jembatannya rubuh,” ujar Kadek Nur.

Ia mengaku langsung terjun ke laut untuk menarik sesorang yang tenggelam. Suasana sekitar gelap, banyak motor dan sesajen memenuhi sekitar laut. Tangisan anak-anak yang berhasil diselamatkan membuat situasi mencekam. Dari daftar korban luka lebih dari 3 anak-anak.

Linggih menambahkan, ia melihat seorang perempuan kakinya terjepit tiang-tiang besi jembatan dan tak bisa ditarik. Ia bergidik ngeri.

Jembatan yang menghubungkan dua pulau Nusa Ceningan dan Lembongan di kawasan konservasi perairan Nusa Penida ambrol pada Senin petang. Sedikitnya 9 meninggal dan 30 luka. Foto : BNPB
Jembatan yang menghubungkan dua pulau Nusa Ceningan dan Lembongan di kawasan konservasi perairan Nusa Penida ambrol pada Senin petang. Sedikitnya 9 meninggal dan 30 luka. Foto : BNPB

Satu jam setelah pencarian, para pengusaha diving dan snorkeling membawa alat-alat selam agar pencarian lebih efektif. Perahu bermesin dikerahkan untuk mengangkut korban.

Dalam rilisnya setelah peristiwa, BPBD menyebut pencarian dilakukan oleh masyarakat dan aparat setempat. Petugas Basarnas, BPBD dan lainnya belum dapat menjangkau pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Kapal Basarnas baru diberangkatkan pada Senin (17/10/2016) pagi. BPBD berkoordinasi dengan Basarnas, TNI, Polri, SKPD Klungkung dan aparat Puskesmas Nusa Penida 2 untuk data dan tindak lanjut.

Sejumlah warga mengatakan untungnya saat itu cuaca baik, ketinggian air di selat antara Nusa Ceningan dan Lembongan sekitar satu meter jadi mudah dijelajahi.

Jejak manis jembatan ini adalah foto-foto selfie atau pre-wedding yang memanfaatkan keindahan laut dan perahu-perahu nelayan. Juga pengalaman bergoyang dan berderak ketika dilewati. Karena itu diplesetkan jadi jembatan cinta, sebuah ironi yang kini menyisakan duka.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,