Trenggiling, Kenapa Selalu Saja Ada yang Memburu?

Kepolisian Resor Kapuas Hulu, 15 Oktober 2016, mengamankan 15 ekor trenggiling (Manis javanica) dari kediaman Ben alias Ajan (42). Ben merupakan warga Desa Belikai, Kecamatan Seberuang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Tertangkapnya Ben, berawal dari informasi warga setempat. Warga mengetahui Ben membawa satwa dilindungi tersebut dalam keadaan mati ke kediamannya. “Polisi langsung menindaklanjuti informasi dan mendapati hewan awetan itu di kediaman Ben,” kata Kepala Kepolisian Resor Kapuas Hulu, Ajun Komisari Besar Polisi Sudarmin. Polisi menemukan 15 hewan tersebut dalam kotak pendingin. Usut punya usut, ternyata sisik trenggiling tersebut akan dijual sebagai bahan dasar narkoba.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisaris Besar Suhadi SW, menambahkan, polisi masih menyelidiki informasi mengenai sindikat pencari trenggiling ini, dan siapa penampungnya. “Sisik trenggiling itu mengandung zat aktif tramadol HCI yang merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika jenis sabu,” kata Suhadi. Penelusuruan penyidik kepolisian, trenggiling asal Indonesia dijual ke negara-negara Asia.

Suhadi mengatakan, tersangka dijerat dengan pasal 21 ayat (2) huruf C, juncto pasal  40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam pasal itu disebutkan, barang siapa memperniagakan, menyimpan atau memiliki, kulit, tubuh atau bagian lain dari satwa yang dilindungi, atau barang barang yang dibuat dari bagian bagian satwa tersebut, atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia, dipidana paling lama 5 tahun dan denda Rp100 juta.

“Kita imbau masyarakat yang memelihara satwa dilindungi, memiliki bagian tubuh satwa dilindungi atau awetannya, untuk segera menyerahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) terdekat. Jika tidak, akan dipidana,” katanya. Suhadi mengatakan, masyarakat tinggal memilih, mau diperlakukan sebagai tersangka atau mau diperlakukan sebagai warga yang taat hukum.

Ajan yang kini berstatus tersangka. Di rumahnya ditemukan 15 ekor trenggiling yang saat ini kasusnya sedang dikembangkan pihak Kepolisian Kalbar. Foto: Dok. Polda Kalbar
Ajan yang kini berstatus tersangka. Di rumahnya ditemukan 15 ekor trenggiling yang saat ini kasusnya sedang dikembangkan pihak Kepolisian Kalbar. Foto: Dok. Polda Kalbar

Diburu

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, mengatakan, sebelumnya, trenggiling diburu untuk dijadikan makanan atau minumal herbal. Terakhir, April 2016 lalu, Satuan Polisi Reaksi Cepat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berhasil mengamankan awetan satwa dilindungi. Salah satunya adalah anak trenggiling yang diawetkan.

“Dimasukkan ke dalam arak, dan cairannya diminum. Khasiatnya macam-macam,” kata Sustyo. Salah satunya adalah meningkatkan vitalitas pria. Baru kemudian, ternyata sisik trenggiling menjadi salah satu bahan untuk membuat narkoba. Musuh alami trenggiling adalah hewan karnivora. Di Kalimantan, trenggiling dapat menjadi mangsa kucing hutan, macan dahan, atau ular. Tetapi, manusia yang menjadi ancaman utamanya.

Trenggiling diburu dalam keadaan hidup atau mati. Daging, kulit dan sisiknya sangat laku di Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Tiongkok. Dagingnya, disantap sebagai sajian mewah sedangkan kulitnya bisa dibuat untuk berbagai macam kegunaan. Dari sepatu, tas, kosmetik, obat, bahkan narkoba.

Populasi trenggiling berkurang akibat perburuan yang marak ditambah habitatnya menyempit akibat alih fungsi hutan. Terlebih, reproduksi satwa pemakan semut ini termasuk lambat. Trenggiling hanya mampu mampu melahirkan satu ekor anakan dalam satu tahun.

Selain Kabupaten Kapuas Hulu, diduga Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, merupakan daerah yang masih banyak populasi satwa ini. Nilai ekonomisnya bervariasi. Sisiknya bahkan bisa mencapai jutaan Rupiah per kilogram. Para pengepul biasanya menawari warga desa untuk mencari trenggiling dengan harga yang cukup tinggi. “Hal ini yang menyebabkan perburuan terus terjadi,” kata Sustyo.

Padahal, trenggiling bukan merupakan hama bagi petani. Hewan malam ini, kerap dijumpai selepas hujan. Trenggiling mencari semut dan rayap di tumpukan kayu lapuk. Menyempitnya habitat dan sumber pakan, menyebabkan trenggiling tak jarang masuk ke permukiman manusia. “Hal ini yang menyebabkannya mudah ditangkap.”

657 ekor trenggiling beku tanpa sisik dalam 5 freezeer ini disita polisi dari rumah pelaku penyelundup SF di Jombang, Jawa Timur, penghujung Agustus 2016. Foto: Petrus Riski
657 ekor trenggiling beku tanpa sisik dalam 5 freezeer ini disita polisi dari rumah pelaku penyelundup SF di Jombang, Jawa Timur, penghujung Agustus 2016. Foto: Petrus Riski

Sarang trenggiling berada dibuah di celah pohon atau lubang di tanah. Trenggiling akan menggulung diri jika merasa terancam. Sisiknya yang menjadi perisai dari ancaman predator alami. Secara morfologi, tubuhnya berbentuk memanjang. Panjang tubuh mulai dari kepala sampai pangkal ekor sekitar 58 cm, sedang panjang ekornya sekitar 45 cm, dengan berat mencapai 27 kg. Umumnya, trenggiling betina lebih pendek dari jantan.

Trenggiling memiliki lidah yang dapat dijulurkan hingga sepertiga dari panjang tubuhnya untuk mencari semut hingga ke sarangnya. Ciri lainnya, trenggiling mempunyai dua pasang kaki pendek, mulut, mata, telinga dan sisik yang keras.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,