Di TN Kerinci Seblat, Perburuan Harimau Sumatera Masih Terus Jadi Ancaman

Ekosistem Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) adalah habitat beragam satwa khas sumatera, seperti harimau sumatera, macan dahan, tapir, kucing emas, serta kambing hutan.

Dari luas sekitar 1.368.000 hektar yang terletak di tiga provinsi Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat, seluas 422.190 hektarnya berada di Jambi. Adapun 215 ribu hektar berada di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin.

Namun bukan berarti, wilayah ini bebas dari kegiatan ilegal. Perburuan harimau sumatera terus terjadi. Bagaimana kondisi perburuan hingga saat ini, apakah ada dampaknya?

“Di bagian TNKS wilayah Bengkulu trendnya mengalami penurunan. Ini terukur dari menurunnya jerat harimau yang ditemukan. Ini mungkin terkait terhukumnya dua pemburu harimau sumatera oleh PN Argamakmur, Bengkulu Utara selama empat tahun, beberapa bulan lalu,” jelas Agusman, Kasi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar TNKS, di kantornya Kota Sungai Besar, Kerinci, Jambi, awal Oktober lalu.

Namun sebaliknya, di tempat lain TNKS, seperti Kerinci masih sering dijumpai jerat harimau sumatera maupun hewan lain yang menjadi mangsa harimau sumatera.

Jerat-jerat relatif baru dan tradisional dijumpai antara lain di jalur harimau di Sipurak, Muara Imat dan Tapan. Selain jerat harimau juga ditemukan jerat babi hutan, ungulata, jerat landak, dan burung.

Menurut Agusman, diperkirakan jumlah harimau sumatera di TNKS sekitar 170 individu. “Kami pun menemukan jejak adanya anak-anak harimau. Ada induk harimau sumatera yang memiliki 2-3 anak.”

Tentang data terbaru soal aktifitas para pemburu harimau sumatera di TNKS, kata Agusman, saat ini tim dari Balai Besar TNKS tengah berada di lapangan. Akhir Oktober diharapkan akan data terbaru tentang aktivitas ilegal perburuan ini.

Dia mensinyalir maraknya perburuan harimau berkorelasi erat dengan permintaan pasar terhadap harimau sumatera. Para pemburu harimau umumnya bukan berasal dari Kerinci Jambi, melainkan dari Bengkulu dan pesisir Sumatera Barat. “Tapi mereka ini memang bekerjasama dengan masyarakat lokal,” ujarnya.

Para pemburu harimau sumatera di Sipurak dan Muara Imat kemungkinan besar dari Bengkulu, sebab wilayah ini dekat dengan Bengkulu, sementara Bukit Tapan menjadi incaran pemburu dari pesisir Sumatera Barat dan Bengkulu.

Lokasi Bukit Tapan memang menghubungkan tiga provinsi, yakni Sumatera Barat dengan kota Padang dan Painan di pesisir selatan, Kota Sungai Penuh di Kerinci Jambi, kemudian kota Mukomuko dan Bengkulu di Bengkulu. Kota terdekat dari Bukit Tapan yakni kota Mukomuko sekitar 60 kilometer dan Sungai Penuh sekitar 64 kilometer.

Agusman mengharapkan sanksi hukum terhadap mereka para pelaku pemburu maupun pedagang harimau sumatera harus lebih berat. “Jika hukumannya lebih berat mungkin para pemburu harimau sumatera benar-benar menjadi takut. Saat ini sudah berat, tapi lebih diberatkan lagi,” katanya.

Masih adanya ancaman pemburuan harimau sumatera di wilayah Kerinci juga dibenarkan Nofriadi dari Sekber (Sekretariat Bersama) Pecinta Alam Kerinci.

“Pemantauan dan informasi yang kami dapatkan, selain di Muara Imat ancaman terhadap harimau sumatera di wilayah Gunung Tujuh dan Siulak,” jelasnya.

“Dampak penegakan hukum itu ada, tapi tidak begitu signifikan,” ujarnya saat ditemui di wilayah puncak KM.14 Sungai Penuh-Bukit Tapan.

Nofriadi berharap aparat polisi yang selalu melakukan razia narkoba di jalan lintas sumatera, juga untuk lebih jeli terhadap peredaran kulit maupun bagian lain dari harimau sumatera.

“Jika tertangkap pelakunya tertangkap langsung dipublikasikan, dikurung, dan pengadilan menghukum seberat-beratnya,” katanya.

Jejak harimau sumatera remaja yang terawetkan dalam gips pada tahun 2014. Bukti harimau masih ada di TNKS. Foto: Taufik Wijaya
Jejak harimau sumatera remaja yang terawetkan dalam gips pada tahun 2014. Bukti harimau masih ada di TNKS. Foto: Taufik Wijaya
Jerat harimau dari sling yang acapkali ditemukan oleh Balai Besar TNKS. Foto: Taufik Wijaya
Jerat harimau dari sling yang acapkali ditemukan di kawasan hutan oleh Balai Besar TNKS. Foto: Taufik Wijaya

Masih Sering Dijumpai

Sabri, salah seorang warga yang membuka warung makan di tepi Jalan Raya Sungai Penuh-Merangin di kawasan Muara Imat yang masuk Kabupaten Merangin, menyebutkan di wilayahnya memang masih sering ditemukan harimau sumatera.

“Masih ada, kami sering mendengar suaranya dari hutan,” katanya.

“Hutan” yang dimaksud Sabri yakni kawasan yang berada di seberang Sungai Batang Merangin atau di sebelah selatan. Sementara kawasan di sebelah utara atau yang dilalui jalan meskipun masuk dalam kawasan TNKS tidak disebut hutan lantaran sebagian besar wilayahnya sudah berubah menjadi perkebunan dan pertanian.

Hilangnya kawasan TNKS akibat perambahan, memang merupakan faktor pendorong masalah semakin maraknya perburuan. Kian habisnya hutan diakibatkan oleh pembukaan lahan baru untuk pertanian dan perkebunan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,